4| Serangan di hutan

82 6 1
                                    

"Bagaimana persiapan kalian?" Tanya William kala seorang prajurid tengah menunduk hormat padanya. Pria itu tampak tengah mempersiapkan beberapa botol kecil cairan berwarna jernih yang tampak sedikit kental disana.

"Semua tertata dengan baik, yang mulia." Ucap pengawal itu.

William tampak tersenyum puas. Mengingat rencana yang ia susun akan dilaksanakan dengan lancar malam ini. Jemari kekarnya tampak membolak balikkan botol botol kecil didepannya. Tatapan matanya menyorot seakan ia siap untuk berperang malam ini.

"Yang mulia, Rose telah mengirimkan telepati. Mereka sedang dalam perjalanan" ucap panglimanya yang baru saja sampai disana.

"Perhitungan kita sama sekali tak meleset. Mereka melewati hutan bagian barat menuju kampung manusia dengan kereta kuda minim pengawal. Hanya ada panglima Edward" sambung Panglima bernama Sean itu.

Pria dengan botol di jemarimya itu tampak membalikkan badannya. Kini langkah kakinya membawa dirinya ke arah meja dimana sebuah pedang tergeletak disana. Perlahan, tangan William mengambil sebuah botol berisi cairan hijau didalamnya. Ia membuka sarung pedang yang berada didepannya dan menuangkan cairan itu diatasnya. Bibirnya tertarik menampilkan sebuah seringai.

"Mari kita berpesta, Lucifer "
.
.
.
.
.
.
Sebuah kereta dengan dua ekor kuda didepannya tampak menembus kegelapan. Suara sepatu kuda dan beberapa ringkikan tampak membelah kesunyian tempat itu. Beberapa pria dengan tumpangan kuda kerajaan tampak membawa kudanya dengan laju sedang. Terhitung ada 4 kuda yang mengawal kereta itu. Masing masing di sebelah kanan, kiri, dan belakang. Sedang satu lagi didepan kereta. Sosok yang lebih menonjol daripada ketiga pria lainnya. Dengan pakaian lebih mewah, menunjukkan jika kedudukan pria terdepan itu adalah yang tertinggi.

Mungkin hanya suara langkah kaki kuda dan suara roda kereta yang akan menghiasi suasana jalan setapak itu. Namun, jika diperhatikan lebih dekat lagi, sayup sayup terdengar suara cempreng melengking didalam kereta. Bersama suara bariton yang tampak mengimbangi suara cempreng menggemaskan itu.

"Ya ampun.. paman kelen itu bagaimana sih??" Teriak Arsley tak terima saat Luke menyuarakan beberapa kalimat pendapat yang menurutnya tak terlalu buruk.

"Jangan menyogok Alse dengan kue keju lagi, nanti bisa bisa Alse dimalahi nenek kalau gigi Alse Sakit" ucap gadis batita itu sambil menunjuk sebuah kertas didepannya.

Bukan kertas berisi surat pernyataan jika Alse harus memakan kue keju dengan suka rela sampai perutnya mengembang. Tapi sebuah kertas yang sebenarnya kosong beberapa saat yang lalu, sebelum diisi dengan coretan coretan berupa gambar kue keju tak berbentuk, permen berry, dan manisan jahe yang sebenarnya adalah sebuah surat 'penyogokkan' atau bisa disebut juga dengan bahasa halus 'penawaran menggiurkan' dari paman kelennya.

"Lalu apa bedanya dengan permen berry dan manisan jahe yang kau gambar disini?" Tanya Luke pelan menunjuk gambar permen yang sebenarnya lebih tampak seperti bola dengan tusuk gigi disana. Sontak, Arsley mendongak. Menjauhkan kertas bergambar makanan itu dengan wajahnya. Kemudian menatap Luke dengan tangan ditekuk didepan dadanya.

"Aduh, paman ini tidak paham paham" ucapnya sambil menggelengkan kepalanya. Persis seperti Seorang guru yang tengah menjelaskan materi ada murid didiknya yang bandel.

"Kalau pelmen itu beda lagi, kalena pelmen tidak bikin kenyang jadi Alse bisa makan banyak banyak" ucap batita itu sambil merentangkan tangannya. Luke tampak mengusap dagunya pelan. Menatap Arsley dengan pandangan seolah memikirkan resep rahasia yang hampir dicuri musuh bebuyutan.

"Tapi permen lebih beresiko melubangi gigi. Lalu bagaimana??" Tanya Luke dengan tatapan berfikirnya.

"Benal juga ya..." ujar Arsley sambil mempoutkan bibirnya. Demi apapun Luke tampak ingin memeluknya dan menciumnya bertubi tubi saking gemasnya. Namun dirinya sama sekali tidak mau mendapat puluhan pukulan protes dari si kecil Arsley jika mendadak menyerangnya dengan berbagai ciuman. Ia pernah mengalaminya.

MY SWEET MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang