Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
▒░░░░▒
Hyunjin POV.
"love?!" gumamnya.
Aku yang tadinya tengah memeluk tubuh dinginnya dengan erat, pun seketika tersadar akan kebodohanku.
Jangan sampai ia sadar.
"apa maksudmu? Jangan katakan, jika selama ini kau bukan menganggapku sebagai kakak. Melainkan—arghh sudahlah. Keluarlah kau dari kamarku!" ucapnya seraya melepas paksa pelukanku.
Tubuhku yang terus ia dorong, pun hanya bisa mematung menatap dirinya yang kembali menangis.
Aku yang jelas tak kuasa melihatnya kembali rapuh, tanpa aba-aba langsung menarik tubuhnya yang kembali bergetar untuk kupeluk.
"maaf. Maaf. Maaf—" gumamku dan tak lupa menghujani kecupan di puncak kepalanya.
Disaat yang sama, ia kembali berontak dengan cara memukul dadaku kuat.
Rasa sakit di dadaku, tidak sebanding dengan rasa sakit yang kurasakan disaat mengetahui jika ia ingin mengakhiri hidupnya seperti tadi.
Air mata yang terus berlinang, tak menyurutkan emosinya yang terus membara—akibat kesalahan fatal yang telah kulakukan.
Tubuhnya yang terus bergetar, pun kudekap hingga air matanya maupun air mataku berhenti mengalir.
Hingga saat aku dan dia, sama-sama mengatur nafas. Tanganku yang semula kugunakan untuk mengusap punggung dan kepalanya, kini kualihkan untuk menangkup kedua pipinya yang terlihat tirus akhir-akhir ini.
"hey.. Look at me—" gumamku sembari berusaha menatap matanya.
Sekilas ia menatap tepat di kedua bola mataku. Namun, sedetik kemudian ia mengalihkan tatapannya.
"keluarlah"
Aku menggeleng pelan mendengar titahnya.
"kak.."
"—berhenti memanggilku dengan sebutan itu, disaat kau tidak menganggapku sebagai kakak!" pekiknya tiba-tiba.
Aku yang jelas terkejut akibat bentakannya itu, pun langsung menatapnya dengan tatapan memelas.
"kakk. Kumohon untuk kali ini dengarkan aku"
"tidak ada yang perlu kau jelaskan. Cukup kau keluar dari sini!"
"kumohon kak.."
"tidak Hyunjin. Lebih baik kau berhenti mulai saat ini. Semua yang kau mau, tidak harus kau dapatkan. Berhenti menganggapku selain sebagai kakakmu. Karena kau tidak tahu resiko kedepannya jika kau terus bertingkah seperti ini. Mulai saat ini berhenti ikut campur dalam urusanku. Aku akan berhenti mencampuri urusanmu. Sekarang kembalilah ke kamarmu" titahnya lagi, yang tentu saja langsung kubalas dengan gelengan.
"tidak. Aku tidak mau. Jika aku berhenti dan meninggalkanmu saat ini. Besok, aku tidak dapat memastikan apa kau masih bernyawa atau tidak—"
"sudah kubilang berhenti mencampuri urusanku! Tidakkah kau mengerti. Aku perempuan gila. Tidak seharusnya kau berbaik hati dan bahkan menyukai perempuan gila ini"
"kakak!"
"berhenti memanggilku kakak, sialan!" bentaknya lagi.
Untuk kali ini, aku dapat melihat dengan jelas air matanya kembali mengalir.
Jarak diantara diriku dan dia, yang semula tercipta akibat dorongannya. Kini kembali kukikis, dengan cara menarik tubuhnya untuk kembali kudekap.
Untuk kali ini ia tidak mendorongku lagi. Dia hanya diam dan terus menumpahkan tangisannya.
Aku yang jelas bisa merasakan kembali kesakitannya, pun langsung menenggelamkan mukaku di ceruk lehernya.
Sembari mengeratkan kedua tanganku dipinggangnya, aku pun bergumam.
"hentikan. Kumohon berhenti menjauhkan dirimu dari orang-orang. Kau itu rapuh. Aku tidak bisa meninggalkanmu begitu saja. Kau berharga bagiku. Berharga bagi ibumu dan ayahku. Mereka dan aku sangat menyayangimu. Kumohon berhenti menghancurkan dirimu—u should love ur self"
—diakhir kalimat, aku pun kembali menatap wajahnya yang kuyakini memerah karena terus saja menangis.
Disisi lain, disaat aku menatapnya. Perempuan yang kusayangi ini, pun ikut menatapku.
Helaan nafas kasarnya, pun dapat kurasakan.
"hhh—pergilah. Aku tidak mau semua masalah bertambah rumit. Keluarlah sebelum ibu maupun ayahmu tahu jika kau telah sembarang masuk ke kamar perempuan di tengah malam" lagi-lagi aku diusir olehnya.
Dan lagi-lagi gelengan pelan, kulakukan.
"tidak. Aku akan tidur denganmu malam ini. Persetan jika ibu dan ayah akan marah mengetahui aku yang telah lancang. Ini semua demi kebaikanmu. Aku tidak mau kau kembali melakukan hal gila" ucapku pelan.
—yang ternyata, malah memancing dirinya untuk membentakku. Lagi.
"Hwang Hyunjin!!"
"Hwang (Y/n)!!"
"sejak kapan margamu terselip di namaku!!"
"sejak saat ini. Kumohon, untuk kali ini biarkan aku tetap disampingmu" bujukku padanya. Namun sayang, gelengan pelan darinya pun berhasil membuatku menghela nafas kasar.
"tidakkah kau mengerti. Aku tidak mau terseret ke dalam arus percintaan yang bodoh. Aku membenci hal berbau cinta. Sekarang kumohon berhenti mencintaiku—" ucapnya, dan kubalas dengan gelengan pelan.
"cinta tidak selamanya akan berakhir buruk. Cinta tidak seharusnya saling menyakiti. Cinta saling menyayangi satu sama lain. Cinta tidak akan tega meninggalkan orang yang kita cintai. Cinta adalah kekuatan"
Untuk sejenak, aku menjeda ucapanku. Disaat ia mengerjapkan kedua mata indahnya.
Senyum kecil pun kurasa telah terukir dikedua sudut bibirku.
Salah satu tanganku yang tadinya kugunakan untuk memeluk pinggangnya erat, kini kualihkan ke arah telinganya—sekedar menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga.
Mataku dan matanya, kini saling tatap.
"—dan dengan cinta, aku ingin kau belajar mencintai dirimu sendiri. Berhenti menjauhkan diri. Berhenti berfikir jika semua orang akan menyakitimu. Tanpa adanya cinta, kau tidak akan tahu rasanya suka maupun duka. Tidak masalah jika kau tidak bisa membalas cintaku. Tidak masalah jika kita tidak bisa mengikat diri dalam suatu hubungan. Yang terpenting, aku bisa membantumu untuk lebih mencintai dirimu sendiri"
"—and u know what. Kau itu sangat berharga. Terutama bagiku.." lanjutku pada akhirnya.
▒░░░░▒
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.