2. T (herapy)

8.2K 648 50
                                    

▒░░░░▒

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

▒░░░░▒

Waktu terus berjalan tanpa kenal siang dan malam.

Terhitung satu bulan yang lalu, ibuku dan calon suaminya itu meminta restu padaku akan hubungan mereka.

Tanpa terasa, hari bahagia yang mereka tunggu-tunggu pun telah terlaksana tadi pagi.

So, hari ini aku dan ibuku telah resmi memiliki keluarga baru. Ayah baru dan saudara tiri bagiku. Suami baru dan anak tiri bagi ibuku.

Hm.

Sejak tadi pagi, aku tidak menampakkan ekspresi lebih untuk menunjukkan kebahagiaan yang dirasakan oleh ibuku—tapi tidak untukku.

Perasaan takut akan orang asing, masih terus menghantuiku hingga saat ini.

Aku yang masih dalam tahap pemulihan psikis, pun merasa kesulitan untuk mengendalikan diriku sendiri.

Terbukti, pada saat acara yang masih berlangsung hingga saat ini—tanpa kusadari langkahku pun tergerak untuk menjauh dari kerumunan orang-orang yang tidak kukenali sama sekali.

Hingga, disaat aku merasa telah sendirian. Barulah aku bisa bernafas lega.

Tapi itu tidak berlangsung lama.

Karena, tepat setelah helaan nafasku terdengar—dari arah kanan, suara seseorang pun berhasil menarikku untuk menatapnya.

"hey, kenapa wajahmu pucat? Apa kau tidak nyaman di dalam acara sana?" tanyanya seraya menunjuk resepsi acara pernikahan ibuku dan ayahnya.

Ya, ayahnya. Seseorang yang menegurku ini adalah saudara tiriku.

"tanpa kujawab, kau telah mengetahuinya terlebih dahulu" balasku tanpa melirik ataupun menatapnya.

Merasa tersinggung akan tanggapanku. Oknum berbibir tebal yang saat ini telah ikut duduk di sampingku, pun langsung berdecak kesal.

"tidak bisakah kau menatap lawan bicaramu? Kau tidak sopan"

Mendengar ucapannya, aku tentu langsung mendelik malas ke arahnya.

"siapa kau siapa aku? Apa perduliku jika aku tidak menatap lawan bicaraku?" ucapku seraya sedikit bergeser ke arah kiri. Menjauh darinya.

Melihatku bergerak ke arah kiri, dia yang tadinya tidak benar-benar memposisikan tubuhnya ke arahku—kini ikut mengubah posisinya, jadi sepenuhnya ke arahku.

Dengan senyuman kecil, ia pun menatapku.

"hey, girl. Aku ini adik tirimu. Mulailah belajar menerima kehadiranku dan ayah. Jika kau tetap seperti ini, aku tidak yakin kau bisa menjalani hari-harimu dengan normal" gumamnya santai, tanpa perduli kerutan yang muncul di dahiku akan ucapannya.

Tidak hanya dahiku yang mulai berkerut, akan tetapi tatapanku juga kian menajam—tepat seusai ia berucap.

Aku yang tidak tahan disudutkannya seperti saat ini, tentu langsung merespon ucapannya.

𝐒𝐭𝐞𝐩 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫  [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang