Solution

1.2K 80 5
                                    

Semua sudah selesai pada malam ini. Jeno menghempaskan tubuh jangkungnya di kasur luas yang berada di rumah sang kakak. Sedikit berdebu namun sudah ia bersihkan baru saja. Lusa dirinya sudah harus kembali. Mengurus kantor yang ia bebankan kepada Guanlin yang mau tak mau kembali ke sana dengan membawa Seonho. Kembali lagi ke Rusia dimana kantor yang tengah di kembangkan oleh sang ayah di timpakan kepada dirinya yang sudah menjabat menjadi CEO muda.

Jeno mendesah berat, ditutup kedua manik kelamnya itu dengan satu tangan. Membiarkan dirinya tertidur dalam keadaan berantakan dan kotor. Peduli setan, Jeno masih sangat lelah meskipun batinnya tampak sangat bahagia.

Gelap... Semuanya tampak gelap tanpa sedikitpun secercah cahaya. Manik kelamnya menyipit saat melihat satu cahaya menyilaukan mendekat, membuat Jeno menghalau sinarnya dengan telapak tangan besarnya.

"Njen... "

Tubuhnya membeku secara tiba - tiba. Mendengar aungan lembut dari seberang nya menyebutkan namanya. Jeno membuka maniknya, menemukan sahabat manisnya tengah berdiri menjulang di depannya dengan cahaya yang menerangi seluruh tubuhnya. Surainya kembali berwarna pirang layaknya dulu. Membuat Jeno tampak linglung menatap wajah tampan sahabat nya itu.

Jaemin tersenyum, menatap lelaki yang sudah nampak dewasa tengah menatapnya dengan tampang yang sangat bodoh untuk seorang Lee Jeno. Anak bungsu keluarga Lee yang sangat di sayangi keluarga besar milik Jaemin dan juga Renjun.

Ah ya... Renjun...

"Apakabar Jeno? Baik? Bagaimana dengan Renjun? "

Jeno menatap marah namun penuh dengan rasa senang dan juga kekecewaan yang membuncah di binar matanya itu. Menaruh kerah dari baju berwarna putih bersih milik Jaemin dan mengangkat pria tinggi itu.

"Apanya yang baik!? Kau menanyakan kabar ku dan Renjun setelah kau meninggalkan kami!? Tentu saja tidak! "Teriak Jeno putus asa dengan air mata yang berlinang turun membuat Jaemin hanya tersenyum dan melepas cekalan menyesakkan itu.

Mengusap Surai hitam Jeno dan tersenyum. "Aku kan hanya menanyakan. "Ucap Jaemin mencebikkan bibirnya malas membuat Jeno yang baru saja mengusap air matanya. Mengetuk dahi bersih milik Jaemin dengan kesal.

"Bodoh! Bisa diam kan? "Umpat Jeno membuat Jaemin menunjukkan senyuman kakunya sebelum sepasang lengan hangat mulai melingkar tubuh kekar nan tingginya. Jaemin membelakkan matanya terkejut saat melihat Jeno tengah memeluknya dengan erat. Sangat di sayangkan Renjun tak bersama mereka saat ini.

Jaemin hanya tersenyum manis dan menepuk punggung kekar yang bergetar itu pelan. "Selamat ya Jeno... Aku minta tolong bahagia kan Renjun. Seseorang yang sangat penting bagi kita! "Ucapnya dengan nada ceria. Mengakhiri pertemuan mereka malam ini.

"Tidak! Jaemin!? "Teriak Jeno dengan nafas putus - putus. Jeno mengernyit kan dahinya, merasakan pusing yang menghantam kepalanya layaknya sebuah Godam membuatnya mengurut pangkal hidungnya sebelum mendengar suara pintu berderit terbuka. Menandakan seseorang baru saja masuk. Mengintrupsi suara hujan yang masih deras jatuh ke bumi.

"Jeno... "Panggil sebuah suara lembut. Menutupi cahaya yang berasal dari luar kamarnya. Pria bersurai hitam itu tersenyum sendu, menatap sang kakak yang mulai melangkah kan kakinya masuk ke dalam kamar luas yang di tempati dirinya.

Jihoon mendudukkan dirinya dengan lembut di samping tubuh kekar sang adik. Mengusap punggung itu dengan lemah lembut sebelum tubuh mungilnya di tarik dengan keras menubruk tubuh jangkung sang adik. Bahunya yang berbalut oleh bathrobe masih dapat merasakan derasnya air mata sang adik yang luruh dan membasahi lembaran kain yang di pakainya itu.

𝑾𝒉𝒚 𝑨𝒍𝒘𝒂𝒚𝒔 𝑴𝒆? ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang