seven

1.4K 294 35
                                    

sinar matahari menelusup malu-malu dari sela gorden yang tersingkap. pagi hari yang cerah, berbanding terbalik dengan kondisi mata seungmin yang hitam membengkak. pria itu terlalu banyak menangis semalam, bahkan saat terlelap pun masih sempat-sempatnya airmata keluar dari pelupuknya.

mata bengkak itu mengerjap pelan. hal pertama yang terlihat adalah langit-langit kamar berwarna pastel kusam. ia lupa kapan kali terakhir permukaan itu dilapisi oleh cat, mungkin enam bulan yang lalu. biasanya hyunjinlah yang akan memutuskan dengan warna apa kamar mereka akan dihias, lalu seungmin hanya akan menurut selama warnanya masih normal.

hyunjin sangat menyukai seni, sebab itulah ia memutuskan untuk menekuni pekerjaannya sebagai seniman tato. sama seperti bianca, mungkin itu alasan kenapa mereka berdua tampak serasi satu sama lain. berbeda dengan seungmin, yang bahkan hanya mengerti bagaimana menyelesaikan kumpulan soal-soal matematika.

seungmin membawa punggungnya untuk bersandar pada tumpukkan bantal. rasanya malas sekali untuk beraktivitas. tiga hari ini lelah menyergap batinnya.

"udah bangun?"

mendadak suara familiar masuk ke rungu. seungmin otomatis menoleh untuk dapati figur hyunjin diambang pintu. sesuatu yang tidak terduga oleh seungmin, tentu saja.

"udah pulang?"

seungmin memutuskan untuk balik pertanyaan. ia beranjak bangun, menyingkap gorden sampai seluruh ruangan terkena pancaran sinar matahari pagi. ia sengaja membelakangi hyunjin di saat hati dan pikirannya mencoba untuk berdamai. bukan waktunya untuk meluapkan emosi, seungmin masih memiliki tiga hari yang tersisa.

"udah dari semalem. lo tidurnya pules, gue gak tega bangunin," hyunjin berbisik setelah ia meraih pinggang seungmin dalam pelukan. dagunya bersandar pada bahu yang lebih muda, cari hangatnya di sana.

dan seungmin berusaha mati-matian terlihat biasa saja ketika pelupuk mata kembali panas. sungguh ia ingin menangis, lagi. hyunjin pintar sekali buat dirinya kehilangan arah seperti ini.

"hyunjin,"

seungmin menyadari, pada dasarnya hubungan mereka sudah jauh hari retak. seperti guci yang mencoba untuk diperbaiki, namun hanya bermodal lem perekat murah yang hanya bis bertahan dalam waktu singkat, lalu guci itu akan kembali pecah berkeping-keping. pada dasarnya, kepercayaan di dalam hubungannya sudah jauh hari hilang. mencoba untuk dibangun kembali namun hanya bermodalkan ucapan tak bersyarat.

"hyunjin, tiga hari lagi gue mau pergi,"

bisa seungmin rasakan hyunjin terkejut di belakangnya. pria itu tanpa aba-aba membalik tubuh seungmin supaya menghadap padanya, kemudian tatap kekasihnya lamat-lamat.

"kemana? lo mau pergi kemana? lo gak mau ninggalin gue kan?" tanya hyunjin berturut-turut. seungmin tertawa kecil, sembunyikan kegetiran dalam hatinya.

iya, hyunjin. "enggak. gue cuma mau ketemu temen lama di aussie. dia mau tunangan, jadi gue mau dateng,"

seungmin tentu tidak akan mengatakan pada hyunjin bahwa pria itu hanya punya tiga hari untuk buat kepercayaan seungmin kembali padanya. seungmin memutuskan untuk menyerah, dan pergi sejauh-jauhnya tanpa hyunjin tahu ke mana ia pergi. toh, pria itu sudah temukan kebahagiaannya sendiri.

"lagian, kenapa lo takut banget gue tinggalin?" tanya seungmin tiba-tiba. secara tak sadar, ia semakin eratkan pelukannya pada hyunjin. yang lebih tua menggeleng kecil, pun ikut cari kenyamanan disela surai lembut milik seungmin.

"apapun alasan lo, apapun kesalahan gue, please don't ever leave me alone, kim."

\\

𝗹𝗶𝗲. #𝟭 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang