(4)

6.4K 548 23
                                    

"Bunga! Lo dengerin gue gak sih?" Kesal Dinda membolak balikkan tangannya didepan muka gue.

"Heumm, kenapa?" Tanya gue menatap Dinda sekilas.

Setelah kejadian kemarin, gue nggak mendapatkan kabar apapun dari Mas Bintang dan gue sendiri juga nggak berencana untuk menghubungi balik, gengsi? Ya mungkin itu bener, ini cuma karena ego gue tapi perasaan gue juga gak semudah itu.

Apa lo bakalan balik untuk lelaki yang udah jelas-jelas mengabaikan perasaan lo? Ini bukan drama yang ceritanya lo ngejar-ngejar cowo sampai akhirnya tu cowo bakalan natap lo balik setelah sekian lama.

Perasaan gue terluka cukup parah kali ini, katakanlah gue masih terlihat seperti anak kecil tapi apakah gue bukan perempuan? Sama halnya perempuan lain, gue juga punya yang namanya rasa cemburu, bahkan mungkin lebih.

Disaat kaya gini bukankah seharusnya Mas Bintang yang datang dan minta maaf lebih dulu? Dia yang mengabaikan gue cuma untuk perempuan lain tapi lihat, jangankan minta maaf, nanya keadaan gue aja enggak.

Kehadiran gue seolah nggak terlalu penting untuk hidupnya, mungkin Mas Bintang tulus dan beberan jujur sewaktu bilang kalau sekarang itu gue cuma muridnya dan berkebetulan juga merangkap status jadi anak dari temen Mamanya, gak lebih dari itu.

"Bunga! Lo jangan kaya gini dong, gue jadi gak tega ngeliatnya!" Dinda mengusap bahu gue menyemangati, gue tersenyum tapi air mata gue malah turun dengan bebasnya.

"Gue bodoh banget ya Din? Untuk apa gue ngejar-ngejar lelaki yang sama sekali nggak punya perasaan untuk gue?" Lirih gue dengan isak tangis tertahan.

Dinda mengusap air mata gue dan membawa tubuh gue masuk dalam dekapannya, gue nggak mau jadi perempuan lemah tapi lo semua jelas tahu gimana rasanya hati lo hancur setelah diabaikan oleh lelaki yang nyentuh hati lo juga.

"Gue bego banget, harusnya dari awal gue itu sadar sama posisi gue." Gue bahkan mulai mukulin kepala gue sendiri, gue terus meratapi kebodohan gue sendiri yang jatuh cinta dengan begitu mudahnya.

"Lo nggak boleh kaya gini Nga, masih banyak laki-laki diluar sana yang bersedia nerima lo apa adanya!"

"Dan mereka semua bukan Mas Bintang, percuma!" Dinda menggenggam kedua tangan gue dan memeluk gue semakin erat, apa gue akan terus hancur kaya gini?

"Din, Bunga kenapa? Gurunya masuk tu, kalau Bunga gak sehat bawa ke UKS aja, tar gue bilangin sama Pak Bintang!" Ucap Kenzi ketua kelas gue.

Mendengar nama Mas Bintang disebut, gue ngambil cepat jaket yang gue bawa dan langsung gue pakai untuk menutupi kepala gue sekarang, tanpa menatap siapapun, gue bangkit dan berjalan keluar dari kelas gitu aja.

"Lo istirahat disini aja, gue beliin minum sebentar!" Dinda tersenyum dan berjalan keluar meninggalkan gue sendirian di UKS.

Dari semua orang yang ada didunia ini kenapa gue harus terjebak dengan guru gue sendiri? Dari sekian banyak lelaki yang gue temuin kenapa gue malah berakhir hancur untuk guru gue sendiri? Apa salah gue? Gue jatuh cinta kenapa harus sama Mas Bintang?

"Terlanjur cinta!" Gumam gue untuk menjawab pertanyaan gue sendiri.

Terlanjur cinta adalah alasan gue terluka kaya sekarang, memaksakan menggenggam sesuatu yang mungkin seharusnya bukan menjadi milik gue, sekarang gue malah nanya kesalahan gue apa? Lo bego Nga.

Ini salah lo sendiri, lo setuju mentah-mentah tawaran Bunda lo untuk menikah sama anak temennya tanpa kenal Mas Bintang secara baik lebih dulu, lo bego karena suka sama orang yang kurang peka kaya gitu.

"Lo balik cepet banget?" Ucap gue begitu mendengarkan suara pintu ruang UKS yang balik di buka.

Gue yang semula tertunduk langsung bangkit dari duduk gue begitu sadar kalau yang masuk barusan bukannya Dinda tapi orang itu adalah Mas Bintang, gue peegi karena nggak mau nambah rasa sakit hati gue.

"Apa ruang UKS mulai jadi tempat favorit kamu sekarang?" Tanya Mas Bintang menutup balik pintu ruang UKS.

"Memang Bapak peduli apa?" Balas gue bahkan nggak natap Mas Bintang sama sekali.

Gue kembali mendudukkan tubuh gue diranjang dan beralih menatap lantai yang entah kenapa mendadak jadi lebih menarik, mengingat posisi gue sama Mas Bintang sekarang akan sangat sulit kalau gue terus menghindar, gue harus bisa menghadapi masalah gue.

"Bapak? Apa kamu nggak mau mengakui Mas sekarang? Mas nanya sama kamu mempergunakan status seorang tunangan." Mas Bintang maju narik salah satu kursi dan ngambil posisi duduk tepat dihadapan gue.

"Ini sekolah, Bapak bicara apa? Kalau memang tidak punya kepentingan saya minta tolong Bapak keluar, saya butuh istirahat." Jawab gue mulai menengadahkan wajah gue menatap langit-langit ruangan.

"Mas juga hanya menemui calon istri Mas jadi Mas nggak paham dengan maksud ucapan kamu!" Apa Mas Bintang mulai menguji kesabaran gue? Apa Mas Bintang mau tahu seberapa parah gue terluka sekarang?

Ck! Gue bahkan tersenyum miris mendengar ucapan Mas Bintang, terlihat sangat tenang bahkan tanpa rasa bersalah sama sekali, apa Mas Bintang sama sekali nggak bisa mikir gimana sekarang perasaan gue? Apa perasaan gue nggak penting sama sekali?

"Keluar Pak, saya minta tolong!" Ulang gue masih mencoba sesabar mungkin, tolong ngertiin sedikit perasaan gue, gue butuh waktu sendiri.

Setiap kali ngeliat mukanya Mas Bintang cuma akan berimbas ke hati gue, setiap kali menatap mata Mas Bintang cuma akan membuat hati gue jauh lebih terluka, gimana bisa gue menghadapi Mas Bintang dengan kondisi gue sekarang ini?

"Mas_"

"Kalau memang Bapak mau tetap disini, baik! Silakan duduk, biar saya yang keluar!" Gue turun dari ranjang sedikit mendorong Mas Bintang dan keluar dari ruang UKS.

"Mas anterin kamu pulang!" Tiba-tiba Mas Bintang meletakkan jaket gue diatas kepala dan menggenggam tangan gue masuk ke mobilnya dan ninggalin sekolah gitu aja.

"Bapak mau ngapain sebenernya?" Kesal gue, sebenernya Mas Bintang mau apa? Bukannya selama ini dia yang terus menghindari gue tapi kenapa sekarang malah dia yang maksa?

"Bapak bisa berhenti?" Dan Mas Bintang masih mengabaikan pertanyaan gue.

"Pak, Bapak itu_"

"Yang ada disini cuma tunangan kamu." Potong Mas Bintang dengan nada bicara sangat dingin menurut gue.

Setelah mendapatkan ucapan dingin kaya gitu, gue memilih untuk diam dan berpindah duduk ke belakang, males ngeliat mukanya ni orang, selama perjalanan semuanya hening sampai kita berdua udah dirumah.

"Loh Dek, kenapa pulangnya lebih awal lagi? Adek masih sakit?" Tanya Bunda khawatir begitu membukakan pintu rumah.

"Bunga kenapa Nak Bintang?" Tanya Bunda lagi ke Mas Bintang yang memang berdiri tepat dibelakang gue.

"Bunga masuk dulu!" Gue membuka pintu lebih lebar dan masuk lebih dulu sebelum suara Mas Bintang kembali membuat gue memberhentikan langkah.

"Bunga! Ayo kita menikah!"

Ketika Langit Mencintai Bunga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang