(7)

1K 108 2
                                    

"Bunga! Menikah dengan Langit!" Ucap Bang Jian yang membuat gue sama Mas Langit saling menatap kaget.

Bang Jian ngomong apaan barusan? Gue? Nikah? Sama Mas Langit? Apa gue ngga salah denger? Gue nikah sama Mas Langit beneran nggak mungkin, gue udah nganggep Mas Langit kaya Abang gue sendiri, masa iya gue nikah Mas Langit? Mas Langit juga punya pacar, nggak ada begitu ceritanya.

"Abang! Abang becanda sama Bunga? Ini udah nggak lucu Bang." Tanya gue masih nggak habis pikir, Bang Jian dapet hasutan dari siapa sampai punya pemikiran untuk menikahkan gue sama Mas Langit? Jangan gila.

"Ian, maksud lo apaan sekarang? Lo becanda?" Tanya Mas Langit telihat sama kagetnya dengan gue sekarang, ya gimana nggak kaget, nikah bukan pekara segampang itu.

"Lang! Bukannya Nenek lo mau kalau lo itu menikah dalam waktu dekat? Dari pada lo mengharapkan kejelasan dan kesiapan pacar lo yang nggak kunjung ada hasilnya, kenapa lo nggak menikah sama Bunga?Menikah sama Adik gue Lang." Bang Jian bahkan memperjelas ucapannya secara terang-terangan sekarang, gue semakin nggak habis pikir.

"Bang! Mas Langit mungkin memang harus menikah dalam waktu dekat tapi nggak sama Bunga jugakan?" Tanya gue nggak setuju terang-terangan juga dengan saran yang Bang Jian kasih.

Mas Langit disuruh nikah ya nikah aja tapi kenapa harus bawa-bawa nama gue? Lagian masalah yang sedang gue hadapi sekarang ini adalah masalah yang cari sendiri jadi kenapa Mas Langit harus ikut nanggung beban? Kalau udah apes malu ya mau di apain lagi? Pikiran gue sekarang beneran pasrah.

"Abang lagi ngomong sama Langit." Jawab Bang Jian menatap gue tegas.

"Tapi Bunga gak mau Bang! Abang nggak bisa maksa Bunga kaya gini, Mas Langit juga nggak akan setuju." Tolak gue tegas, Dinda yang masih berdiri disamping gue juga ikut diam tanpa sepatah katapun.

"Nggak cuma Bunga, Bunda juga nggak setuju Bang, gimana bisa kamu menikahkan adik kamu dengan laki-laki yang nggak punya apapun saat ini? Adik kamu mau dikasih makan apa nantinya?" Bentak Bunda tak terima.

Seketika suasana yang awalnya udah panas, makin tambah panas begitu Bunda buka suara, gue memang menolak menikah sama Mas Langit tapi gue menolak bukan karena pekara status sosialnya, kenapa Bunda jadi bawa-bawa harta sekarang? Gue juga nggak berniat nikah sama Mas Langit juga.

Tapi apapun itu, bagi gue pribadi harta bukan persyaratan untuk menikah karena setelah menikah harta bisa dicari, Allah menjanjikan nafkah selama hamba-Nya masih bernafas dan terus berusaha jadi gue nggak harus khawatir tentang hal itu.

"Selama ini Bunda memang tidak mempermasalahkan kalau Bunga dan Langit berteman tapi bukan untuk mengizinkan mereka menikah! Itu udah beda ceritanya, Bunda tetap nggak setuju!" Kekeh Bunda.

Gue yang memang menolak dinikahkan dengan Mas Langit hanya diam menanggapi ucapan Bunda sekarang sedangkan Bang Jian terlihat sangat menahan emosinya.

Berbeda jauh dari gue, Mas Langit malah tertunduk pasrah untuk ucapan Bunda gue sekarang, gue tahu seharusnya Bunda nggak ngomong kaya gitu, ucapan Bunda pasti menyinggung perasaan Mas Langit tapi entah kenapa gue juga dengan begonya tetep diam aja, gue nggak membela Mas Langit sama sekali.

"Kamu nggak beneran berniat menikah dengan Bungakan Lang? Jawab pertanyaan Tante." Tanya Bunda ke Mas Langit yang masih berdiri dengan tatapan teduhnya, disaat kaya gini Mas Langit bahkan masih bisa bersikap tenang.

"Harta bukan yang terpenting Bunda, sekarang Jian tanya, apa Bunda punya solusi yang lebih baik? Apa Bunda mau semua orang tahu kalau Bunga ditinggalkan dihari pernikahannya? Apa itu yang Bunda mau?" Bang Jian kembali mencoba menyakinkan Bunda.

"Dan kamu Dek! Apa kamu punya solusi yang lebih baik? Apa ini maksud Bintang ingin mempercepat pernikahan kalian berdua? Jawab Abang!" Nada bicara Bang Jian meninggi ke gue, keadaannya sekarang beneran kacau.

"Kalau kalian semua nggak punya solusi yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah yang ada sekarang, setidaknya ikuti saran yang ada, ini solusi cepatnya."

"Masalah Langit ingin menafkahi Bunga bagaimana itu nanti kita pikirkan tapi setidaknya untuk sekarang, sejauh Jian bersahabat dengan Langit, bisa Jian pastikan dia lelaki yang bertanggung jawab."

"Bahkan jauh lebih bertanggung jawab dari calon pilihan Bunda!" Bang Jian mengusap kasar wajahnya sekarang, semua orang terdiam tanpa bisa membantah apapun lagi, kita semua sedang didesak oleh waktu dan Mas Langit terlihat sangat berpikir keras sekarang.

"Jadi gimana Lang? Gue tahu gue egois karena meminta hal ini dari lo tapi apa lo nggak bisa mempertimbangkan permintaan gue? Demi keluarga gue juga." Melihat tatapan pasrah Bang Jian, Mas Langit memperbaiki posisi berdirinya setelah menimbang beberapa saat.

"Boleh gue bicara berdua sama Bunga lebih dulu? Sebentar aja." Kita semua mengalihkan pandangan begitu Mas Langit mengeluarkan pertanyaannya tapi nggak butuh waktu lama, Bang Jian langsung mengiakan dan ngajak Bunda sama Dinda untuk keluar, gue sama Mas Langit butuh bicara.

"Mas mau ngomong apa?" Tanya gue lebih dulu, kita semua udah nggak punya waktu untuk basa-basi lagi, semua orang di bawah udah nungguin soalnya.

"Apa yang kamu pikirin sekarang? Apa kamu setuju dengan permintaan Jian barusan?" Mas Langit terlihat sangat serius sekarang, bahkan tatapannya sangat tegas, nggak seperti biasanya.

"Bunga nggak setuju Mas." Gue juga memberikan jawaban yang sangat tegas.

"Kenapa? Karena status keuangan Mas? Atau ka_"

"Mas! Bunga sama sekali nggak mempermasalahkan tentang harta, setelah menikah harta bisa dicari, alasan Bunga menolak ya dari awal ini memang kesalahan Bunga, Bunga yang terlalu buru-buru dan sekarang begitu ada masalah, Bunga nggak mungkin mengorbankan Mas." Mas Langit punya rencana masa depannya sendiri.

Gue memang dalam masalah sskarang tapi gue nggak akan membiarkan Mas Langit ikut berkorban juga, Mas Langit punya hidupnya sendiri dan yang terpenting, gue nggak mau Mas Langit menikahi gue karena terpaksa, gue juga nggak cinta.

"Nga! Kalau sekarang kita membahas cinta, rasanya itu memang nggak penting, alasan Mas mau kita berdua bicara karena bagaimanapun ini adalah pernikahan dan kita berdua yang akan menjalaninnya, Mas cuma mau menikah sekali seumur hidup, pacar Mas yang sekarang juga udah meninggalkan Mas tanpa kabar jadi pemikiran Jian juga nggak salah." Gue mendengarkan penjelasan Mas Langit bingung.

"Maksud Mas apa?" Gue beneran nggak ngerti.

"Jian menyarankan kita berdua menikah bukan cuma untuk menyelamatkan nama baik keluarga tapi juga untuk kepentingan Mas, Mas juga didesak waktu, Mas bersedia untuk membantu kalau memang kamu setuju tapi sekali lagi, nggak ada paksaan sama sekali, kamu juga berhak menetukan pilihan." Gue cukup tercengang mendengarkan jawaban Mas Langit sekarang, jadi Mas Langit setuju?

Walaupun terkejut tapi gue berusaha mengumpulkan seluruh kesadaran gue untuk ikut mempertimbangkan, gue juga terdesak karena jujur, gue nggak akan sanggup untuk mempermalukan keluarga gue nanti.

"Tapi ini pernikahan Mas, apa kita bisa ngelewatin ini semua?" Tanya gue nggak yakin.

"Yang didesak sekarang adalah pernikahan harus disegerakan tapi mengenai masa depan kita berdua nanti, biar takdir yang menentukan."

Ketika Langit Mencintai Bunga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang