7

22 6 0
                                    

Dua tahun sudah berlalu. Skenario yang dibuat perempuan perempuan pencuri naskah itu kembali difilmkan dan sukses. Hara tidak pernah tahu kenapa kesuksesan selalu menghinggapi Jihyo, yang sejak lahir tidak pernah percaya sama sekali akan keberadaan Tuhan. Dalam hal ini, apakah Tuhan bisa dibilang adil?

Sesudah kejadian itu, Hara baru bertemu kembali dengan Jihyo ketika hasil karya Jennie akhirnya disiarkan di televisi untuk pertama kalinya. Jennie mentraktir Hara di sebuah restoran Jepang dan ini membuatnya secara tidak sengaja bertemu Jihyo, si perempuan pencuri, seperti julukan Jimin. Mereka bertemu di toilet. Waktu itu Jihyo pura-pura tidak mengenal Hara.Tapi Hara terus memandangi Jihyo dan akhirnya dia pun menyapa perempuan itu.

"Jihyo."

Jihyo pura-pura terlihat kaget, "Hara! Ternyata kau...."

"Bagaimana kabarmu?"

Hara hanya berbasa basi tanpa sebenarnya peduli kabar Jihyo baik atau tidak. Sebenarnya Hara ingin melabrak Jihyo dan berkata, 'Hei kau perempuan pencuri! Akhirnya kita bertemu juga. Kau.... manusia atau bukan?' tapi dia menahan diri.

"Aku baik-baik saja. Kau sendiri?"

"Aku juga baik-baik saja. Sepertinya kau sukses sekali sekarang."

Hara bertanya dan menatap Jihyo dengan sinis. Jihyo pura-pura tidak melihat dan ini membuat Hara semakin marah.

"Biasa-biasa saja. Kau sedang sibuk apa?

"Biasa saja. Aku sedang menyiapkan sesuatu."

"Kalau begitu, persiapkanlah dengan baik."

"Kau tidak keberatan memberikan nomor teleponmu, kan? Mari kita berhubungan kembali. Waktu itu aku harus mengganti nomor teleponku...."

"Oh, ya?"

Jihyo tidak bisa menyembunyikan ekspresi tidak sukanya dan menyodorkan kartu nama. Ooo.... Jihyo ternyata penulis yang sudah punya kartu nama dan selalu membawanya kemana-mana.

Hara menerima kartu nama yang disodorkan Jihyo sambil memasang senyum palsu.

"Aku akan menghubungimu."

"Baiklah. Aku pergi dulu."

Jihyo tampak buru-buru meninggalkan toilet tapi Hara mengatakan sesuatu yang berhasil mengejutkannya.

"Filmmu kali ini tidak dibuat berdasarkan naskah yang kau curi dari orang lain, kan?"

Pertanyaan itu membuat wajah Jihyo pucat pasi; dia pun lalu memandang Hara.

"Apa maksudmu?" tanya Jihyo dengan nada dingin.

"Kau benar-benar tidak tahu apa yang aku bicarakan?"

"Hati-hati dengan ucapanmu. Aku bisa saja menuntutmu kalau kau tidak hati-hati."

'Hooo.... dia sedang mengancamku?'

"Memangnya kau tidak sadar kalau yang membuatmu menang adalah skenarioku?"

"Memangnya kau bisa buktikan?"

Rasanya Hara ingin sekali memukul Jihyo sampai darah keluar menetes dari hidungny.

"Tentu saja aku tidak bisa membuktikannya. Tapi menurutku kau seharusnya merasa bersalah. Kecuali.... kau sudah lupa diri."

Hara mengadang Jihyo dan menatapnya dengan tajam sambil memberikan kata terakhirnya.

"Coba saja kalau kau berani melakukannya lagi, perempuan pencuri."

Hara berhasil mengendalikan diri untuk tidak meludahi wajah Jihyo dan, dia menerima pujian dari Jennie karena perbuatannya itu. Ketika menceritakan pertemuannya dengan Jihyo dan apa saja yang dia katakan padanya di toilet waktu mereka bertemu tadi, Hara menerima pujian dari Jennie. Bahkan, justru Jennie-lah yang tidak bisa menahan emosinya dan langsung ingin mengejar Jihyo untuk menendang pantatnya berkali-kali. Di waktu yang bersamaan, Jihyo baru saja keluar dari ruangan khusus bersama kelompok orang. Jennie dan Hara kagey serta langsung menutup mulut mereka saat melihat siapa yang menyertai Jihyo. Dia antara mereka ada Kim Soo Hyun dan Kwak Jae-Yong. Kim Soo Hyun bukanlah orang sembarangan. Dia adalah bintang papan atas sekaligus aktor paling tampan. Kwak Jae-Yong adalah sutradara film ternama yang tidak bisa dipandang sebelah mata di Korea. Mereka tidak menyangka kalau rupanya sekarang Jihyo sudah satu level dengan dua orang penting itu.

Tanpa disadari, Jennie dan Hara sama-sama kehilangan energi mereka.

'Itu Kim Soo Hyun?'

'Kalau dia? Dia Kwak Jae-Yong, sang sutradara, kan?'

'Apa? Aktor paling tampan?

'Dia benar sutradara yang ternama dan diakui dimana-mana itu, kan?'

Sebenarnya mereka ingin mengajukan semua pertanyaan itu, tapi tentu saja tidak bisa. Mereka berdua sama-sama kehilangan kesadaran dan merasa sangat malu hingga ingin rasanya menggali lubang untuk mengubur diri sendiri.

****

The Last 2%Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang