Gedung Belakang Sekolah (@watashiwabakainu)

711 49 11
                                    

CAST:

1. Lalisa Manoban as Lisa
2. Lucas Wong as Lucas
3. Ten - Chittaphon Leechaiyapornkul as Siswa Yang Cintanya Ditolak.

 Ten - Chittaphon Leechaiyapornkul as Siswa Yang Cintanya Ditolak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lucas baru saja terpilih menjadi ketua OSIS angkatan 2020. Padahal awalnya cuma main-main, tapi siapa sangka malah terpilih.

Penyesalan memang selalu datang terlambat dan itu yang dialami olehnya sekarang. Di pengalaman pertamanya menjadi ketua OSIS, Lucas harus memimpin rapat pertamanya mengenai acara sewindu sekolahnya yang akan dirayakan tiga bulan dari sekarang.

Kesialan pertamanya hari itu.

Sekolahnya bukanlah sekolah yang merayakan hari jadi tiap tahun, tapi khusus sewindu, sekolahnya memutuskan untuk merayakannya.

Jadilah si ketua OSIS baru yang tidak memiliki pengalaman ini harus rela memeras otaknya yang sudah penat dengan pelajaran sekolah untuk acara yang menurutnya tidak penting.

Karena rapat itu juga, lagi-lagi Lucas, untuk pertama kalinya harus ke gedung tua di belakang sekolah untuk mengambil berkas-berkas sejarah sekolahnya.

Kesialan keduanya.

Tapi yang paling sial bagi Lucas saat ini adalah karena hari itu sudah mulai gelap. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat, dan semakin menyebalkan karena tidak ada satu pun teman yang bisa membantu atau sekadar menemaninya.

Lucas bukan orang yang takut pada hantu dan semacamnya. Mungkin karena dia tidak pernah bersinggungan dengan makhluk-makhluk astral itu. Tapi dihadapkan dengan bangunan tua menyeramkan di malam hari yang kini ada di depannya, tak ayal ia takut juga.

Dengan langkah hati-hati, Lucas membuka kunci pintu kayu tua yang menjadi satu-satunya akses masuk. Belum juga ia berhasil membukanya, sebuah suara lembut hampir berbisik menyapanya.

"Apa yang kau lakukan?"

Percayalah, jika saja Lucas bukan orang yang bertanggung jawab, dia pasti sudah lari terbirit-birit. Tidak peduli yang menyapanya manusia atau bukan.

Tapi karena sifatnya itu, Lucas dengan perlahan dan sedikit gemetar, menengok ke arah suara yang baru saja bertanya. Jangan tanyakan bagaimana detak jantungnya saat ini. Rasanya seakan mau meloncat keluar saking berdebarnya.

Tapi betapa lega dirinya ketika ia mendapati seorang gadis manis berambut hitam lurus sebahu yang memakai seragam sekolah sedang menatapnya.

"Kau yang bertanya?"

"Menurutmu?" Tatap si gadis tajam. "Sedang apa kau di sini? Apa kau tidak tahu kalau gedung yang kau buka itu angker?" tanya si gadis lagi, tanpa menunggu jawaban dari si pria jangkung di hadapannya.

"Kau bercanda, kan?"

Si gadis hanya menatap kesal ke arah Lucas dan membuang mukanya, memandangi gedung tua terbengkalai yang menyimpan berkas-berkas yang diinginkan oleh Lucas.

"Duapuluh tahun lalu, ada seorang gadis dibunuh di dalam gedung ini. Konon katanya, si gadis tidak bisa meninggalkan gedung ini karena si pembunuh juga ikut berkeliaran."

"Aku tidak pernah mendengar cerita itu. Kau hanya mengada-ada, kan?"

"Terserah kau. Aku tidak memaksamu untuk percaya," gerutu si gadis. "Jadi apa yang ingin kau cari di dalam sana?"

"Berkas sejarah sekolah. Guru-guru itu bahkan tidak peduli apa hari sudah malam atau belum karena mereka menginginkan berkas itu ditaruh di meja mereka pagi besok sebelum masuk sekolah."

"Kau bisa mencarinya besok!"

"Tidak, aku bukan siswa yang kerajinan yang akan mengkhususkan datang pagi hanya untuk mengambil berkas sekolah," jawab Lucas dengan tegas.

Si gadis menatap Lucas dengan tatapan kesalnya. Namun, pada akhirnya ia mengalah.

"Kalau begitu, biarkan aku menemanimu," tawarnya.

"Hah?"

"Kau bodoh ya? Kataku, aku akan menemanimu. Ayo masuk. Oh, dan namaku Lisa. Kalau kau?"

"Lu ... Lucas," jawabnya terbata, karena cukup terkejut dengan perkenalan yang tiba-tiba.

Keduanya melangkah masuk dan bau lapuk bangunan tua langsung menyergap indra penciuman Lucas. Dengan sedikit terbatuk karena debu yang menumpuk, Lucas berjalan mengekori Lisa.

"Di sana. Cepat ambil, sebelum dia datang!"

Lucas tidak mengerti, siapa dia yang dimaksud. Tapi Lucas juga tidak ingin berlama-lama di ruangan berdebu dan bau itu, jadi ia mengikuti saja perintah Lisa.

"Sudah dapat? Ayo keluar sekarang dan jangan menoleh. Kau harus lari secepatnya ke gedung sekolah. Jangan menengok ke belakang!" ujar Lisa cepat sembari mendorong-dorong tubuh Lucas.

"Tidak usah membantah, jangan banyak bertanya. Lakukan saja jika kau mau tetap hidup!" desis Lisa.

Lucas tidak memiliki pilihan lain selain menurutinya. Ia berlari seakan tidak ada hari esok. Tapi ketika kakinya berhasil menjejak ke undakan tangga belakang sekolahnya, sebuah jeritan kesakitan yang ia percaya sebagai suara Lisa membuatnya menoleh. Melupakan perintah Lisa untuk tidak melihat ke belakang.

Betapa terkejutnya Lucas, ketika
cahaya lampu 15 volt yang tadi lupa ia matikan menyinari tubuh Lisa yang tergantung. Seragam putihnya kini juga sudah berwarna merah, dibanjiri darah dari luka di lehernya.

Tapi samar-samar, Lucas masih bisa melihat bibir Lisa bergerak untuk menyuruhnya lari.

Lucas ingin sekali lari, tapi ia telanjur membeku ketakutan karena pemandangan menyeramkan di depannya.

Bukan tubuh Lisa yang tergantung yang membuatnya membeku ketakutan, tapi seorang pria bertubuh kurus berkacamata bulat yang menyeringai mengerikan di hadapannya.

Jarak mereka hanya satu meter, tapi Lucas bisa melihat dengan jelas kepalanya yang bolong dan belatung yang menari-nari di luka kepalanya.

Hingga teriakan melengking yang ia yakini milik Lisa menyadarkannya dari kebekuan barusan.

Dengan susah payah Lucas membalik tubuhnya dan berlari memasuki gedung sekolah, mengambil tasnya, memasukkan paksa berkas yang baru diambilnya lalu kembali berlari ke luar, menuju pos satpam.

Setidaknya, ia harus menyelamatkan Lisa. Mungkin masih bisa tertolong, pikirnya.

Butuh tekad kuat untuk menceritakan apa yang baru ia lihat pada bapak penjaga sekolah. Tapi begitu ia selesai bercerita, yang ia dapatkan hanyalah tatapan sendu. Lucas bahkan hampir mengamuk jika si bapak tua itu tidak menangis tersedu-sedu sambil bercerita lirih.

"Namanya Lisa, seorang gadis ceria yang bercita-cita menjadi dokter. Tapi malam itu, 20 tahun lalu, seorang siswa yang ditolaknya membunuhnya dan karena mungkin ketakutan, siswa itu berlari, tersandung dan terjatuh. Kepalanya terbentur sebuah batu besar dan ia meninggal di malam yang sama karena kepalanya pecah. Sejak itu, setiap malam, di jam yang sama, jiwa keduanya selalu mereka ulang malam naas itu."

Lucas semakin tidak mampu berbicara saat dengan lirih pria tua penjaga sekolah berucap, "Lisa adalah putriku, putriku satu-satunya."




Serpong, 14 Januari 2020.
watashiwabakainu

Creepy First Experience [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang