Weekend, dimana Minhee bisa sedikit berleha-leha di apartement miliknya.
Seperti saat ini, dia terlihat masih betah berada dibalik selimut tebal nan hangat miliknya. Dengan kasur empuk, membuat tidurnya semakin nyenyak.
Minhee hanya dapat merasakan tidur berkualitas seminggu sekali, itu pun jika hari minggu-nya tak terganggu dengan panggilan darurat dari rumah sakit.
Jam telah menunjukan pukul sepuluh lewat limabelas. Tapi manusia Kang itu masih saja terlelap, meski weker telah berdering beberapa kali, dan ponselnya pun ikut terus berdering, menampilkan display bahwa ada yang tengah mencoba menghubunginya.
Karena telinganya terus saja mendengar suara bising dari kedua benda itu, dengan sangat terpaksa Minhee bangun dari tidurnya. Mematikan weker, lalu meraih ponselnya yang ada diatas nakas. Mengecek beberapa panggilan masuk tak terjawab, dan beberapa pesan masuk.
Alis Minhee berkerut dalam ketika membaca salah satu pesan yang ia terima. Melirik jam weker, tepat pada saat itu jam menunjukan angka sepuluh lewat duapuluh.
Dia masih memiliki waktu sekitar empatpuluh menit sebelum pergi ke rumah sakit. Beranjak dari kasurnya, Minhee langsung melangkah menuju dapur. Ya, sebelum melakukan sesuatu Minhee lebih memilih untuk sarapan terlebih dahulu. Karena menurutnya sarapan adalah hal terpenting baginya, meski saat ini waktu sarapan telah lewat.
Sebelas lewat lima, akhirnya Minhee sampai juga di rumah sakit. Hari ini loby rumah sakit terlihat sedikit sepi, mungkin karena weekend jadi hanya ada beberapa staff yang datang.
Pria Kang itu segera menuju lift dan langsung masuk kedalam lift— menekan tombol lantai tiga lalu tak lama kemudian pintu lift itu tertutup. Tak sampai lima menit, Minhee sudah sampai dilantai yang ia tuju. Melangkah, menelusuri koridor, melewati beberapa ruang rawat dan sampai pada akhirnya dia berhenti di ruangan rawat 3V-5A.
Tanpa menunggu lama, Minhee segera masuk kedalam ruang rawat itu. Senyum diwajah datarnya terbit ketika melihat seorang gadis yang tengah focus pada buku cerita yang penuh dengan gambar lucu sehingga tak merasakan kehadiran Minhee.
"Ehem... apa buku cerita itu lebih menarik dari wajah tampan Appa?" suaranya membuat gadis itu mengalihkan perhatiannya dari buku cerita lalu menatap siapa yang baru saja berbicara padanya.
"AAA... Minhee Appa!!!!" pekik gadis itu senang saat mengetahui siapa yang mengunjunginya. Dia segera menutup buku ceritanya, lalu merentangkan kedua tangannya— meminta pelukan.
Minhee terkekeh pelan, melangkah mendekat pada gadis yang terduduk di ranjangnya. Lalu segera saja menarik gadis itu kedalam dekapan hangat miliknya.
"Huh... kenapa Appa baru menemuiku hari ini? Appa tau, aku sangat rindu Appa..." Minhee melepaskan pelukannya, menatap wajah gadis kecilnya yang tengah cemberut dan mendelik padanya.
"Gomen, gomen... beberapa hari ini Appa sangat sibuk. Kau tau, hampir setiap hari Appa harus mengeluarkan benda-benda jelek dari tubuh orang-orang. Dan itu sangat melelahkan." Ucap Minhee dengan tangan yang menempel pada dahi gadis itu— mengecek suhu tubuhnya, karena Minhee mendapatkan laporan bahwa dua hari terakhir gadis kecilnya mengalami demam.
Gadis itu mengangguk paham dengan apa yang Minhee katakan.
"Wah... apa Appa mengeluarkan benda-benda jelek itu menggunakan alat ajaib yang selalu Appa gunakan?" Minhee mengangguk pelan.
Dia selalu tersenyum tipis jika membahas benda jelek dan alat ajaib bersama gadis kecil itu. Minhee selalu menggunakan kedua kata itu jika membahas kegiatan operasinya. Benda jelek yang berarti Minhee tengah mengoperasi pasiennya, dengan mengeluarkan jaringan-jaringan yang mengganggu system kerja tubuh atau operasi lainnya, dan alat ajaib adalan peralatan operasi yang ia pakai untuk mengoperasi pasiennya. Memang tak mudah untuk menjelaskan hal seperti itu pada anak berusia tujuh tahun itu.
Minhee tersenyum lembut pada gadis kecil itu, tangannya terjulur mengusap lembut surai hitam. Menghela nafas pelan, ingatannya kembali pada saat pertama kali bertemu dengan gadis itu.
Satu tahun lalu, gadis itu datang dengan kondisi yang mengkhawatirkan. Dengan tubuh kejang, nafas terengah, suhu tubuh yang sangat tinggi, dan kulit yang sangat pucat. Kondisi yang benar-benar miris untuk anak kecil seusia nya.
Namun ada hal lain yang membuat hati Minhee merasa sakit ketika dia mengetahui fakta bahwa gadis kecil itu adalah anak yatim piatu yang diterlantarkan kedua orang tuanya karena mengidap penyakit tumor otak.
Entah dorongan dari mana, Minhee dengan keadaan yang sesadar-sadarnya mengangkat gadis itu sebagai anaknya, dan menggunakan marganya dibelakang nama gadis itu.
Minami Kang— itu lah nama anak angkat Minhee. Tapi, meski Minami adalah anak angkatnya Minhee sangat menyayanginya seperti anak sendiri. Dia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk gadis kecil menggemaskan itu.
"Nana-chan, ayo kita jalan-jalan ketaman." Ajak Minhee yang mendapatkan anggukan antusias dari Minami.
Segera Minhee mengambil kursi roda yang berada dipojok kiri ruangan diantara celah nakas dan dinding ruangan itu.
Setelah memposisikan kursi roda, Minhee meraih infusan dan selangnya lalu mengaitkannya pada tiang infus yang ada dikursi roda, setelah itu dia menggendong Minami— memindahkan gadis kecil itu keatas kursi roda.
"Let's go... kita pergi!!!"
"Ayoo!!!" teriak Minami dengan semangat dan kedua tangan yang diangkat ke udara. Minhee mendorong kursi roda itu dengan sedikit kencang, membuat Minami terpekik.
"Appa, pelan-pelan..."
"Hahaha, baik... baik." Minhee pun memelankan laju kursi rodanya saat mereka hampir sampai di depan lift.
Menunggu beberapa saat sampai akhirnya pintu itu mengeluarkan dentingan pertanda pintu lift terbuka. Minhee terdiam sejenak, melihat gadis yang ada didalam lift itu. Sejenak, tatapan mereka saling bertemu, terpaku beberapa detik.
"Appa, apa kita akan diam terus disini?" suara Minami dan tarikan pelan pada lengan kemejanya membuat Minhee tersadar.
"Ahh... gomen, gomen..." dia segera mendorong kursi roda itu masuk kedalam lift. Menekan lantai paling atas, lalu pintu lift pun tertutup.
Selama didalam lift, Minami terus saja bererita bagaimana harinya. Dan Minhee pun menanggapinya dengan antusias, dia juga meneritakan bahwa Minhee sebenarnya selalu mengunjungi Minami namun saat malam hari saja, ketika gadis kecil itu telah terlelap.
Tanpa disadari Minhee, gadis yang berdiri di belakang mereka terus saja memperhatikan interaksi Minhee dan Minami. Ekspresinya tak dapat dibaca. Sampai pada lift berdenting dan berhenti dilantai lima, gadis itu pun tersadar dan lansung keluar dari lift.
"Apa tadi itu Hyaerin?" gumam Minhee, ketika melihat gadis yang baru saja keluar dari lift. Dia terus menatap punggung gadis itu yang menelusuri koridor lantai lima.
"Lantai lima? Bukankan ini lantai khusus pasien VVIP?" dia kembali bergumam ketika pintu lift kembali tertutup. Pria itu mulai penasaran apa yang dilakukan gadis yang baru beberapa hari ia temui itu.
Apa yang dia lakukan disini? Apa dia menjenguk keluarganya yang sedang sakit?
Jangan lupa pencet bintang yang ada di pojokan
Tertanda
*Rin
Jodohnya para oppa oppa')
Kota Antah Berantah, 15 Februari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Because You
Fiksi PenggemarKarena rahasia terbesar ku adalah kesalahan terbesar ku. Dan perlu kau tau, kau adalah salah satu rasa bersalah yang selama ini aku rasakan. Tapi percayalah, kau adalah hal paling indah yang pernah ku miliki selama aku menghirup udara ini. ~Kang Min...