PART 8

15 0 0
                                    

OMG, uda lama bgt ga apdet hehehe

***

     Semua murid segera berkumpul di lapangan setelah mendengar suruhan dari  Ibu Kepala Sekolah mereka yang sudah siap berdiri di depan. Siap memberitahukan sesuatu tentang hal apa saja, yang boleh dan di larang selama kegiatan kemah ini berlangsung.

Hana di tempatnya mendengus kesal, badannya sudah capek sekali rasanya . Lagipula kalau di lihat-lihat, sama sekali tidak ada yang mendengar ucapan Bu Tiak, Kepala sekolahnya itu. Semua murid asik mengobrol dengan temannya.

"Lo kenapa anjir?" tanya Anya heran, sedari tadi cewek itu mengerutkan keningnya melihat kelakuan Hana yang aneh-tidak bisa diam di tempatnya.

Hana menoleh sambil mengibaskan tangan ke muka miliknya yang sudah memerah, "Mak lu tuh di lapangan, gak berenti-berenti ngomong!"

"Najis mak gue," Anya bergidik. "Cabut aja lah yuk kalo gitu, pasang tenda!"

Mendengar usul Anya, bibir Hana langsung tertarik keatas. "Tumben lu pinter? Eh, btw mana Adel dah?"

Anya tersenyum penuh misteri setelah mendengar nama Adel disebut, "Nah, lu gak tau? Tuh anak daritadi udah bolos njir. Sembunyi di balik pohon,"

"Hah? Mana? Mana?" tanya Hana yang tertarik.

Anya berbalik menunjuk dengan telunjuknya tempat Adel berada. Hana langsung tertawa keras saat mengikuti arah telunjuk cewek itu. Padahal sehenarnya, Adel sedang tidak sembunyi, temannya itu hanya bersandar pada batang pohon besar di belakangnya.

"Kok gak ketahuan ya?" tanya Hana setelah tawanya berhenti. 

"Derita sekolah gurunya udah tua semua nih. Matanya pada rabun," jawab Anya di sertai tawa.

"HAHAHHAHAHAHAHAHA ANJIRR," 

"Oke, segitu dulu pemberitahuan dari ibu. Sekarang kalian boleh bubar dan beristirahat di tenda masing-masing ya!" Bu Tiak mengakhiri ceramah panjangnya. Tapi langkah wanita itu terhenti saat seorang murid ada yang mengangkat tangan, "Iya kenapa?"

"Naruh tendanya terserah dimana kan bu?" tanya murid itu.

"Iya terserah," lalu Bu Tiak melanjutkan langkahnya lagi, pergi berkumpul dengan guru-guru lain.

Hana dan Anya menghampiri Adel dengan tertawa. "Lu denger omongan Bu Tiak tadi?" tanya Hana pada Adel.

Adel terkekeh, "Iyalah. Yaudah tenda kita taruh dimana nih?"

"Gimana kalo disitu ae, di tengah-tengah tenda anak lain. Jadi kayak punya bodyguard gitu," usul Anya. 

Hana dan Adel kompak terkekeh, lalu salah satu dari mereka teringat sesuatu. "Tenda kita besar gak sih? Emang muat?" tanya Hana tak yakin.

"Eh, iya juga," Anya jadi memikirkan uacapan Hana, "Pasang-pasang aja lah, tenda anak lain kecil-kecil kok. Pasti muat," lanjutnya.

"Ayo dah buruan, capek gue." Adel membawa tas ranselnya dengan tidak sabaran.

***

"ANAK-ANAKKKK.. BANGUNN SEMUAA SEKARANG!!! SIAPA YANG NYURUH KALIAN TIDUR SIANG HAAA???" teriak Bu Fiona marah, di speaker. Yang membuat suara cempreng wanita itu jadi tambah cempreng. Mustahil murid masih bisa tertidur setelah mendengar teriakannya barusan.

"Buset dah!! Itu guru apa serigala?" Putra yang sedang mimpi indah pun terbangun. Dengan kesal ia melempar bantal gulingnya kearah Matteo, yang tidur di sebelah kirinya. Pas sekali, guling itu mendarat di muka bulat temannya.

"Kalo kesel ya kesel aja njir, gak usah lampiasin ke gue segala!" umpat Matteo ikut kesal. Padahal tadi ia sudah berusaha menghiraukan teriakan Bu Fiona. Tapi jadi terbangun lagi karena ada bantal guling nyasar ke mukanya.

Ryan jadi ikut terbangun mendengar suara gaduh di tendanya.

"Bisa tenang gak sih woi? Lagi enak mimpiin cewek gue,"

Tatapan saling bunuh Putra dan Matteo seketika sirna. Kedua cowok itu lebih tertarik dengan yang di ucapkan Ryan. Terlihat jelas dari kedua mata cowok itu yang berbinar.

"Wah cewek, montok gak?" tanya Putra yang penasaran.

"Cewek beneran apa banci? Ntar kayak kemarin!" tanya Matteo yang jadi teringat Ryan pernah mimpi banci saat di rumahnya.

"Sialan lo berdua! Gue mau tidur, gak usah ganggu!" Ryan tidak menjawab pertanyaan keduanya, lebih memilih lanjut tidur siang.

Putra memasang tampang pura-pura kecewanya, "Yah, gak asik Aa' Ryan,"

***

"Sabar Hana.., sabar..., orang sabar kuburannya ber-ac," ingat Anya pada Hana di depannya. Cewek itu langsung murka habis di teriaki Bu Fiona tadi, tepat di depan telinganya.

Hana sudah tidak tahan. Ia benar-benar tidak nyaman berada disini, padahal baru beberapa jam dirinya meninggalkan rumah. Seperti perkataannya, ikut acara seperti ini hanya merepotkan saja. Cewek itu kembali menendang-nendang batu di sekelilingnya-melampiaskan kekesalannya pada Bu Fiona, tak peduli batu itu akan mendarat kemana. Sedangkan Anya dan Adel bersusah payah mengembalikan mood temannya itu. Sampai...

"AW!" teriakan histeris seseorang membuat ketiganya menoleh.

"Eh?" Hana yang bingung langsung mencari sumber suara. Ternyata seorang cewek tidak di kenal terkena batu yang Hana tendang tadi. Dengan perasaan bersalah, Hana menghampiri cewek itu. "Lo gapapa? Sorry ya, lagi kesel gue tadi,"

Cewek tidak di kenalnya itu hanya mengangguk, membersihkan kotoran di keningnya yang terkena batu. Hana bisa melihat ada benjolan besar di kening cewek itu. Ingin rasanya ia tertawa, tapi moment-nya sedang tidak pas.

"Wah kepala lu ada gunungnya tuh," celetuk Adel tanpa dosa. Anya jadi menutup mulutnya agar suara tertawanya tidak terdengar.

"HA? DEMI APA?" cewek itu langsung menjerit, segera mengambil kaca di tenda-nya. Melihat dirinya sendiri di cermin. "Eh iya iniii... hiks... muka gue jadi jelek banget....,"

Hana terdiam melihat cewek itu menangis di depannya, mengisyaratkan Anya dan Adel untuk diam, "Sorry banget, gue gak sengaja,"

The Daily HanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang