Pada awalnya aku memang masih ragu. Ragu apakah aku memang harus berpaling atau diam saja. Tapi seperti biasa, setiap harinya, aku semakin sering bertemu denganmu, hanya sekarang aku yakin ada yang berbeda. Kini kita saling berpura pura tidak mengetahui keberadaan masing masing.
Saat berpapasan, saling melempar pandangan secara halus, tiba tiba berbincang dengan teman, atau memegang ponsel sambil berjalan cepat seperti ada sesuatu yang terburu-buru. Termasuk hari ini sebagai puncak pembuktian, dimana aku dan dia berada dalam satu area luas, dengan ribuan orang pendatang yang asing.
Aku hanya berdua dengan temanku, sedangkan dia bersama beberapa temannya saat ini. Aku yakin saat itu memang berpapasan, dan kamu pasti melihatku di depanmu karena sebelumnya tidak sengaja bertemu tatap dalam satu detik sebelum beralih. Benar benar seperti yang lainnya, kamu terasa asing. Tidak lagi datang dengan senyum hangat itu.
Setelah aku ingin menyudahi, satu hal membuatku sedikit merubah keputusan. Mengetahui ada sesuatu yang besar bagiku, meruntuhkan segala niatku untuk berhenti. Aku janji ini benar benar yang terakhir.
Sebesar apa hal itu? Mengetahui tiba tiba ia berlatih menyanyi di sekolah, bersama beberapa temannya, dengan iringan piano yang lembut selaras dengan suaranya yang merdu. Oh tidak, jantungku kembali berdebar! Lalu setelah melihatnya, aku mencari tahu dan mendapatkannya. Dia terpilih untuk tampil di pentas seni tahunan sekolah di auditorium sebuah kampus terkenal dan terbaik di kotaku sebagai backing vocal seorang penyanyi perempuan terkenal di Indonesia yang memang sedang naik daun.
Betapa terkejutnya aku bahwa dia bisa mendapatkan kesempatan langka itu. Bangga sekaligus kagum. Hari itu juga aku membeli tiket dan tidak sabar menunggu minggu depan.
Hari H. Saat kamu naik ke panggung, tanganku sangat siap merekam semuanya. Walaupun hanya dari layar karena aku tidak sanggup menerobos kerumunan yang begitu padat di tengah sana. Mereka tidak akan menyadari kapan suaramu terdengar, tapi percayalah aku sangat mengenali suaramu dan aku tahu persis saat bagian kamu bersuara. Benar benar cukup membuatku senang mendengarnya kembali dengan debaran jantung yang semakin cepat sejak aku datang kesini.
Ada beberapa hal yang membuatku harus pulang cepat dari acara ini. Dan entah ini keputusan yang baik atau buruk, aku meminta diantar pulang olehnya. Dia mengiyakan. Jalan berdua dengannya pun sekarang berbeda. Aku sering ditinggal karena memang aku lambat dan jalanan memang menanjak. Aku dan dia sama sama lelah dengan hari ini. Tapi apakah harus se tak acuh itu padaku?
Di atas motor, berbincang denganmu adalah hal yang memang aku tunggu. Tapi mau bagaimana lagi, kamu sudah terlalu jauh berbeda. Setelah sampai, untuk terakhir kalinya, agar aku pun merasa lega, aku mengungkapkan perasaanku dan memang tidak berniat menuntut balasan. Dan saat itu aku sadar, kamu memang sudah pergi.
Kemarin, ada sebuah penolakan pertama yang aku dapatkan darinya. Aku tidak akan menceritakannya karena jujur, aku merasa sangat tidak senang mengingatnya. Intinya aku tahu kalau kamu memang berusaha menjaga jarak.
Sekarang, setelah benar benar sadar, semoga keputusanku mutlak dan telak. Tak ada jalan untuk kembali lagi. Cukup.
Semoga tetap menjadi akhir yang benar benar berakhir.
Bandung,
00.34
Kedinginan
