Part 3

40.3K 1.9K 7
                                    


Setelah malam berlalu, aku kembali mengajar di hari jumat ini. Pada hari jumat diadakan acara jalan-jalan keliling desa, membawa satu kantong sampah untuk memungut sampah yang bercecer di jalanan desa, sebelumnya diadakan senam kecil untuk pemanasan, anak-anak beserta staf guru menggunakan seragam olahraga. Semua guru bertugas menjaga murid-muridnya yang sedang berjalan keliling desa. Selama jalan-jalan mengitari desa, mulut mereka tak hentinya menyanyikan lagu anak-anak dan beberapa yel-yel dengan semangat. Setelah acara jalan-jalan selesai, di sambung dengan acara makan-makan bersama, yaitu setiap murid wajib membawa bekal dari rumah agar tidak menjajan sembarangan.

"Nit? Tumben gak bawa bekal?" Tanyaku pada Nita yang mengajakku membeli nasnasi bungkus di kantin.

Nita mengunyah nasi yang berada di mulutnya. "Gue ketiduran, Mama juga dinas keluar kota." Jawabnya sambil fokus memakan santapan nya.

"Eh gyus, gue habis ketemu pangeran." Atika membuat beberapa kehebohan dan membuat beberapa guru menarik perhatian.

Mbak Sari yang terkenal sebagai primadona guru-guru disini karena kecantikannya mulai mendekati meja pribadiku yang sudah berisi Nita dan Atika. Bukan hanya cantik, Mbak Sari terkenal julid dan suka gibah.

"Hah, pangeran apaan?" Tanya Mbak Sari sambil mengenggenggam kipas kecil di tangan nya.

"Gue tadi itu dari kantin ke kamar mandi, eh baliknya kesini nemuin cowok cool abis, ganteng banget sampe bikin gue melek." Atika mencengkram tasku seolah mensdeskripsikan betapa antusiasnya ia melihat 'pangeran' yang ia maksud denga menjelaskan pada kami secara detail.

Mbak Sari langsung berbinar, merapikan rambutnya dan seragamnya. "Wah, masih ada gak ya... Gue pamit ya, gyus." Mbak Sari berlalu dengan Nita untuk menengok 'pangeran' yang dimaksud oleh Atika.

Aku hanya menggelengkan kepala heran. Tak terlalu mempedulikan mereka yang antusias mengintip dibalik tembok kelas, dan tak kalah malunya Mbak Sari mulai mendekati pria tersebut, aku tidak dapat melihat wajahnya karena posisinya sekarang aku tengah mengintip dari jendela ruang guru dengan pria tersebut memunggungiku.

"Hah... Ada-ada aja." Gumamku sambil membuka air mineral karena haus setelah memakan bekal.

Nita dan Mbak Sari kembali ke ruang guru menciptakan beberapa kehebohan lagi di mejaku. "Hah... Cuek banget, tuh muka datar banget kayak tembok." keluh Mbak Sari sambil menyemprotkan spray ke telapak tangan nya. "Yaampun baru kali ini salaman gue di tolak."

"Pftt... Untung aja gue gak sempet ulurin tangan, malu sampe anak-cucu tuh." Nita tertawa keras sambil memukul meja meledek Mbak Sari yang gagal melaksanakan misi mepetin orang ganteng.

Mbak Sari mendengus. "Huh, males... Gara-gara lo doang, Tik. Salaman gue gak bersambut." Mbak Sari menunjuk Atika yang juga menertawakan nya.

"Li, lo yang jaga anak-anak istirahat, gue mau boker bentar." Atika bersuara sambil berlalu kekamar mandi khusus untuk guru.

Aku menghela nafas, memasukkan handphone ku pada saku seragam dan mulai keluar dari ruang guru untuk menjaga anak-anak yang sedang bermain di taman bermain. Aku mulai menyandarkan punggung pada tembok luar kelas dan mulai menjelajahkan mata kepada anak-anak agar memastikan mereka aman.

"Nak, jangan manjat-manjat ya..." Tegurku sedikit berlari menghampiri beberapa anak kelas B yang nyaris terjatuh karena memanjat pohon.

Belum sempat datang, suara tangisan yang diakibatkan seorang anak jatuh dari pohon membuatku menghela nafas, baru saja di peringati sudah terjadi saja.

Aku dengan sigap menuntun Elan, anak nakal yang terjatuh dari pohon, aku bersyukur ranting yang ia naiki tidak begitu tinggi hingga menyebabkan patah tulang dan kefatalan lainnya.

Elan terus menangis saat lukanya kubasuh dengan air mineral di botolku. Lalu, aku mengeluarkan obat merah dan kapas untuk mengobati luka lecet di lutut dan siku Elan.

"Bu Lia sudah bilang kan... Jangan manjat-manjat, jadi... Besok lagi Elan enggak boleh manjat pohon lagi, duduk sama teman-teman nya, main ayunan, atau makan bekal di kelas kayak Khail ya." Aku mencoba selembut mungkin memberi nasihat pada Elan, lalu menunjuk Khail yang diam memakan bekalnya didalam kelas sendirian.

Elan mengeraskan tangisan nya saat obat merah tersebut menembus lukanya. "Hua... Sakit Bu Guru..." Teriaknya membuat beberapa anak meringis melihat lutut Elan yang berdarah.

"Maka dari itu... Elan janji kan untuk tidak manjat pohon lagi?" Tanyaku lembut sambil menempelkan plester diatas kain kasa yang sudah ku gelar di sepanjang lutut Elan.

Elan mengangguk.

"Hiks... Iya Elan janji, Elan enggak manjat pohon lagi, Elan sayang Bu Lia, makasih Bu Lia." Aku membalas pelukan nya dan mengusap rambutnya.

"Bu Lia bantu masuk ke kelas?" Tawarku saat melihat Elan yang berjalan tertatih menuju kelasnya.

Elan mengangguk, lalu aku menggendongnya untuk sampai dikelas dan mendudukkan nya juga menyematkan beberapa pesan dan nasihat. Kemudian, jam istirahat masih terisisa lima blas menit, aku kembali bertugas mengawasi anak-anak.

"Saya salut pada anda, yang sesabar itu menghadapi sifat anak diusia dini."

Aku membalikkan badan, mendapati Pak Bara yang berdiri di belakangku, tangannya dimasukkan kedalam saku celana panjangnya, tapi wajahnya terus tertata datar.

"Namanya guru, harus sabar, kalau tidak sabar bukan namanya guru." Jawabku sambil mengusap lengan merasa canggung.

Kulirik Pak Bara menarik sudut bibirnya sedikit. "Saya berharap nanti memiliki istri sesabar anda."

"Hah? A-amin, semoga Pak Bara menemukan istri yang sabar." Balasku agak grogi.

"Apalagi saya lebih beruntung memiliki istri seperti anda."

Disini, aku mematung mendengar ucapan nya. Entah kenapa ucapan nya mematikan sel-sel ototku untuk bergerak, seperti membeku, tubuhku sukar untuk bergerak entah karena apa, diikuti debaran jantungku yang menggila didalam sana.

*

Pendek ya... yang belum baca silahkan baca lagi untuk versi revisinya😍. Jangan lupa yang belum vote divote ya, kerja lembur nih revisi😂

See You

Dear Husband [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang