Cara orang menyayangi itu beda-beda, jangan disama ratakan.
****
Sebuah bangunan minimalis namun terkesan mewah dan sejuk berwarna abu-abu menyambutku setelah memasuki gerbang hitam yang tidak terlalu tinggi.
Aku tebak, seseorang yang menempati rumah ini adalah tipikal orang yang menyukai tanaman, bisa dilihat dari halaman depan rumahnya. Adem dan asri. Itu yang aku dapat lewat kesan pertama dari halaman rumah ini.
Suasana rumah Alfi bisa dibilang cukup sepi. Banyak lukisan-lukisan pop art dipajang dinding. Dibeberapa bagian rumah juga terdapat bingkai foto yang didalamnya seperti keluarga besar Alfi.
Aku menghentikan kegiatan mengamati rumah ini ketika terdengar suara wanita yang sedang memekai celemek dari arah yang berlawanan.
"Mana, Fi titipan mamah? "
Kalau dilihat dari wajahnya. Kira-kira wanita itu berumur sekitar empat puluh tahunan. Hampir mirip seperti bundaku. Kerutan di wajahnya tidak melunturkan kesan cantik dan anggun yang kental sekali dilihat lewat senyumannya.
Posisiku yang berada tepat dibalik punggung Alfi sepertinya belum menyadari kehadiranku. Wajar saja postur tubuh Alfi yang tinggi dengan aku yang hanya sepundak dia. Tidak jauh berbeda ketika aku sedang bersebelahan dengan Abi."Itu dimeja, Mah"
Aku menyembuhkan kepalaku dari belakang punggung Alfi. Sekedar ingin melihat lebih jelas sosok wanita yang disebut Mamah oleh Alfi. Atau mungkin mencoba untuk memberi tahunya bahwa ada orang lain disini diantara ia dan Alfi.
"Eh, siapa itu, Fi?" tanyanya menatap penasaran kepadaku. Aku yang ditatap hanya tersenyum malu kepadanya.
"Hah? Eh astaga sampai lupa" Alfi menggeser tubuhnya ke samping. Memberikanku ruang yang lebih jelas untuk bisa dilihat dan melihat sosok wanita itu
Mirip sekali Alfi, batinku.
"Kenalin temen Alfi. Namanya Orinta, panggil aja Ita, Mah"
"Assalamualaikum Tante" sapaku kepada sosok wanita yang dipanggil Mamah oleh Alfi.
"Waalaikumsalam. Panggil saja Tante Fara "
"Eh iya tante" Terkadang aku tidak tahu harus bagaimana ketika berkenalan dengan orang baru. Suasana yang asinh tidak terlalu begitu familiar denganku. Itu yang membuatku kadang merasa aneh sendiri dengan diriku. Seperti tidak tahu harus menempatkan diri bagaimana.
"Eh kebetulan. Ikut makan yuk, baru aja tante masak"
"Yuk, Ta" sahut Alfi.
Selama berada di meja makan dengan Tante Fara dan juga Alfi, rasa canggungku sedikit berkurang dengan obrolan-obrolan ringan dari Tante Fara yang sesekali menimbulkan kekehan pelan dariku dan Alfi.
Benar-benar menyenangkan mengobrol dengan Tante Fara. Alfi yang kadang tidak sengaja aku lirik, tampaknya tidak terlalu ikut campur terhadap obrolan kami ini. Biasa urusan perempuan. Sesekali memang Alfi hanya tersenyum.
Mataku tiba-tiba saja bertubrukan dengan iris hitam mata Alfi. Tidak ada lima detik setelah aku kemudian memutuskan kontak mata itu. Lagi-lagi aku tidak sengaja melihat Alfi dan entah suatu kebetulan atau kesengajaan. Alfi saat itu sedang menatapku sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Abi
Teen Fiction"I just wanna to feel free, bahkan tanpa adanya sosok dia" "Kenapa?" "Aku cuma ingin tidak terlalu terlihat seperti seorang pengecut, Bi! Dia datang dengan niat baik, tapi aku acuhkan begitu saja saat dia sudah berani mengatakan perasaanya. Aku tida...