Bagian #6 "Baikan"

184 116 44
                                    

Tidak usah khawatir, jika seseorang sudah menempatkan kamu menjadi rumah, sejauh apapun dia berlari, tempat pulang akan selalu sama

Hujan masih setia menumpahkan isinya menghunjam tanah-tanah kota Metropolitan. Kata orang hujan itu membawa kembali kita ke hari-hari penuh rindu. Ada-ada saja.

Hampir satu jam aku berkutat dengan beberapa kumpulan tugas mata kuliahku.

Seperti layaknya seseorang yang sedang menunggu pesan kekasihnya. Beberapa kali aku membuka layar handphoneku dan beberapa kali juga dengusan kecil keluar dari mulutku. Tidak ada lagi runtutan pesan-pesan yang muncul di notifikasi benda pipihku ini.

Tidak terlalu gampang untuk membuka hati lagi setelah patah hati menjemput. Aku masih terlalu enggan menerima orang baru lagi setelah kejadian beberapa hari kemarin.

Dua tahun dan berakhir begitu saja.

Mataku tidak sengaja menangkap nama Abi di list pesanku. Dua hari yang lalu dan setelah itu tidak sama sekali.

****

Dengan perasaan gugup dan gelisah, tanganku terus mengetuk-ngetuk pintu di hadapanku.

Beberapa menit lalu aku memutuskan untuk pergi ke rumah Abi yang jaraknya tidak terlalu jauh. Untung saja Bunda mengizinkan aku mengendarai mobil sendiri ke rumah Abi. Tekadku sudah bulat, aku harus meminta maaf kepada Abi malam ini.

Suara derap langkah dari dalam rumah membuatku semakin gelisah tidak karuan. Aku terlalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan mengenai Abi nanti. Sebab sesabarnya manusia, marah bukan suatu hal yang ngga mungkin.

Ceklek

Suara pintu dibuka. Menampilkan seseorang yang bukan sedang aku gelisahkan. "Eh, Ita?"

Aku tersenum mengangguk sopan kepada Bunda Abi "Abinya ada Tante?"

"Ada didalem, Ta, yuk masuk dulu"

Suasana rumah dengan ukuran yang bisa dibilang luas untuk kapasitas penghuninya yang hanya ditempati tiga orang ini memang terlihat sangat sepi jika di malam hari.

Abi tinggal dengan Bundanya dan Adiknya yang masih SMP. ayahnya bekerja di luar. Tidak heran rumah sebesar ini terlihat sepi melompong.

"Mau tante buatin apa, Ta?"

"Ngga usah repot-repot, Tan. Aku cuma mau ketemu sama Abi"

"Yaudah nanti kalau butuh apa-apa bilang aja ke Abi kalau ngga ke Tante, ya. Abinya ada dikamar tuh, Ta"

"Makasih, Tante"

Bukan hal yang sulit untuk menemukan kamar Abi di bangunan yang bisa dibilang cukup luas ini. Beberapa kali tanganku menggantung di udara begitu saja ketika aku hendak ingin mengetuk pintu kamar Abi.

Dengan sekali tarikan nafas, aku mencoba meyakinkan diriku sekali lagi.

Tokk! Tokk! Tok!

Sampai sepuluh detik aku hitung tidak ada balasan apapun dari penghuni kamar di balik pintu ini
Perasaanku semakin gelisah, takut jika Abi sampai tidak ingin bertemu denganku lagi.

Sekali lagi aku mencoba mengetuk pintu Abi. Namun, kali ini ketukkannya bisa dikatakan lumayan lebih keras dari yang pertama.

Tokk! Tokk! Tokk! Tok!!

Masih tidak ada balasan apapun dari dalam. Kesabaranku benar-benar sudah habis.

"Abi! Abi!!! Kamu didalem ngga sih?!"

He's AbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang