T H R E E [Pertengkaran]

643 177 68
                                    

Komplek Seuli adalah komplek yang berada dipinggir kota. Meskipun berada dipinggir kota dan jauh dari fasilitas umum, komplek Seuli termasuk kedalam daftar komplek elit yang ada dikota tersebut. Rumah-rumah berjajar dengan halaman yang lumayan luas. Karena berada didekat pegunungan, maka komplek tersebut akan terasa dingin di malam hari dan juga pagi hari.

Komplek itu adalah tempat tinggal Sea.
Bukan hanya Sea saja, namun juga tempat tinggal Alvero, Alan, Kisa, Rava, Theo, dan Arvin. Menyenangkan bukan bertetangga dengan orang yang disukai? Tentu saja, Sea sangat menyukainya.
Tetapi percuma, Sea jarang sekali berinteraksi dengan Alvero karena lelaki itu jarang keluar rumah. Paling-paling ia keluar rumah hanya saat malam hari untuk sekedar nongkrong bersama teman-temannya di warung kopi depan komplek.

Warung kopi yang tidak terlalu luas tetapi nyaman itu memang sering dijadikan tempat nongkrong Alvero, Alan dan teman-temannya.

Sudah menjadi hal biasa jika setiap malam hari para cowok itu nongkrong ditempat itu hanya untuk sekedar mabar game, atau mungkin membicarakan hal tidak jelas.

Biasanya mereka berkumpul mulai jam 8 keatas sampai jam 3 pagi.
Yup sampai dini hari. Maka dari itu kalau besoknya libur kebanyakan mereka begadang di warung itu. Kebetulan pemilik warung itu adalah Arvin, alias anggota geng Prince yang sudah lulus SMA. Jadi, tidak akan masalah jika mereka nongkrong sampai dini hari.

Saat ini adalah hari jumat dan besok adalah hari penerimaan rapot di sekolah. Karena besok libur, maka dari itu Alvero, Alan, dan teman-temannya tengah berada di warung itu berniat untuk mabar game sampai pagi.

Katanya sih mau ikutan mabar, tetapi Alvero sekarang malah duduk melamun dikursi ujung dengan kopi dihadapannya yang mulai mendingin.

Karena heran, maka Rava pun mendekatinya.
"Lo kenapa Al?" tanyanya membuyarkan lamunan Alvero.

Alvero mendengus, lalu menutup matanya sejenak.
"Nggak tahu. Kepikiran aja..." jawabnya terlalu menggantung.

"Kepikiran apa? Mikirin cewek lo?" Rava asal nebak. Tiba-tiba lelaki itu tidak sengaja melihat luka memar di pipi sebelah kanan Alvero. "Eh pipi lo kenapa? Habis berantem lo?" tanyanya heboh hingga membuat semua yang ada disana menghampiri Alvero.

"Eh iya, kok memar sih?" Kael ikut bertanya. Lelaki itu mulai memegang pipi Alvero sejenak hingga si empunya berteriak kesakitan.

"Sakit anjing."

"Eh kenapa lo?"

"Iya anjir lo kenapa?"

"Kok sampai gitu sih pipinya?"

"Lo nggak papa kan Al?"

Mereka yang ada disana mulai bersahut-sahutan. Merasa heran dengan luka memar yang ada dipipi Alvero.

"Lo kenapa Ro? Habis berantem ya lo? Ya ampun Al Al, kebangetan banget lo Al Al. Udah dibilangin jangan pernah berantem kenapa malah berantem? Nggak gue sensor Al, maaf ya Al. Mungkin ini udah waktunya bokap tau." Alan sibuk mengoceh seraya menggelengkan kepalanya.

Alvero menghela nafasnya malas. Sebenarnya ia senang dipedulikan oleh teman-temannya seperti ini. Tetapi dia bukan bocah lagi yang sampai harus ditanyain segitunya. Lagi pula dia juga cowok yang kalau berantem itu hal biasa. Paling tidak dipuji gitu karena berani berantem.

"Iya gue habis berantem. Sama Bruno!" jawab Alvero akhirnya jujur. Semua yang ada disana pun seketika membulatkan matanya tak percaya.

"Bruno? Eh anjir bruno?" tanya Kael dengan nada berlebihan.

"Bruno beneran Bruno?" Rava ikut bertanya dengan nada tak percaya.

"Bruno anak pemilik sekolah kan? Meskipun gue udah lulus tapi gue tahu!" sahut Gio, cowok bertubuh tinggi dan kurus yang juga alumni dari SMA Permata.

Helplessly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang