Jerat Pesugihan

9.6K 222 4
                                    

#JERAT_PESUGIHAN
#Part 2

"Bagaimana, Win. Kamu setuju?"

Wiwin diam, ia tampak ragu dan tak bernyali melakukan apa yang di utarakan Kresno.

"Aku gak wani (tidak berani), Mas."

"Apa yang kamu takutkan?"

"Aku tak ingin kehilanganmu. Setiap pesugihan akan memakan tumbal. Bagaimana jika kamu, aku, atau ... anak ini?"

Kresno menggeleng. "Tidak, ini nyaris tanpa tumbal," ucap Kresno, membuat sepasang mata Wiwin menatap tajam ke arahnya.

"Tanpa tumbal?"

Sebenarnya Kresno masih tak yakin, ia hanya menerka saja. Sebab, saat mencuri dengar obrolan tetangganya kemarin, tak dijelaskan ada tidaknya tumbal dalam pesugihan itu.

Omong kosong! Pesugihan tanpa tumbal. Kresno hanya lelaki lugu, tak banyak tahu tengang dunia pesugihan.

***

Seorang lelaki tampak berdiri di depan pintu sebuah rumah. Dengan langkah ragu-ragu ia menguatkan tekad untuk mencari tahu tentang pesugihan yang telah membuatnya penasaran.

Kresno. Ya, dalam jiwa lelaki itu sudah tertanam rasa ingin cepat kaya sejak mendengar obrolan dari ketiga tetangganya.

Itu yang membuatnya mau tak mau harus mencari lebih banyak informasi tentang misi yang akan dijalaninya.

"Kulo nuwun (permisi)!" Kresno melongok ke dalam ruang tamu, lewat jendela yang tirainya tersingkap sedikit.

Tampak seorang lelaki seusinya dengan langkah cepat menuju pintu.

"Monggo. Eh, Kresno ... tumben koe rene (tumben kamu kesini)."

Sidul yang mengetahui kedatangan Kresno, langsung mengajaknya masuk, dan duduk di ruang tamu sederhana.

Berbagai obrolan basa-basi dibicarakan keduanya. Dari tentang bayi Kresno yang lahir saat tidak ada pekerjaan, sampai bahasan tentang hal yang ingin diketahui Kresno.

Apa lagi jika bukan ... pesugihan kain kafan perawan.

" ... sebenarnya aku tidak begitu paham, No, dengan pesugihan itu. Aku hanya mendengar itu dari sesepuh desa, termasuk bapakku."

Kresno mengangguk, sementara tatapan Sidul nyalang entah kemana.

"Dulu, jaman kita masih kecil. Hidup di desa dengan mata pencaharian yang minim. Masyarakat di sini rata-rata kere. Kamu ingat pak Suhadi?" Sidul menjeda, mengarahkan tatapannya pada Kresno.

Kresno mengangguk, "Suhadi bos resmil (rice mill)?" ucapnya meminta kejelasan.

"Ha, betul. Hanya dia satu-satunya orang paling kaya di sini."

"Jadi, maksudmu dia pak Suhadi ...?"

Belum sempat Kresno lanjutkan pertanyaannya, Sidul mengangguk.

"Menurut kabar burung seperti itu. Tapi, ya memang tidak ada bukti. Tetangga juga tidak ada yang mati sebagai tumbal, selain keluarga itu semakin kaya tanpa adanya usaha penghasil rupiah. Anak-anak pak Suhadi, semuanya hidup jauh di luar kota, dan tak pernah pulang."

Panjang lebar lelaki berkulit hitam itu menceritakan tentang Pak Suhadi. Sementara Kresno diam, mendengarkan cerita yang masih mengambang, belum membuatnya puas.

"Ah, tidak begitu menakutkan menurutku, Dul." Kresno meraih cangkir berisi teh yang disediakan istri Sidul dan menyesapnya sedikit.

Sidul melirik Kresno, "Mungkin tidak menakutkan, karena ceritanya baru separuh yang kamu dengar dariku. Lanjutannya nanti malam, ya?"

JERAT PESUGIHAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang