9. Amanat

64 7 0
                                    

Hembusan angin yang mengiringi setiap sudut nya, dan cahaya langit yang terang serta papasaran sinar matahari yang bercahaya. Tetapi tidak dialami oleh keluarga besar Ali dan teman-temannya serta Aisyah.

Mereka meratapi pilu dan menangis tersedu-sedu di samping gundukan tanah yang ditandai dengan batu nisan bertulis :

'Muhammad Ali'
Lahir   : 25 Desember 1997
Wafat :  29 Agustus 2019

Disamping gundukan tanah tempat peristirahatan terakhir Ali. Aisyah menangis menahan sakit yang kini ia rasakan. Ketika ia sedang berusaha menerima Ali dan melupakan Ravindra, tetapi takdir berkata lain. Ali lebih dulu pergi sebelum menikahi Aisyah.

Kini harapan pernikahannya telah hancur. Apakah Allah tidak menakdirkan nya bersama dengan Ali ?

***

"Selamat saudara Ravindra, operasinya berjalan dengan lancar." Ucap Dokter kearahku yang masih terbaring di atas brankar.

"Alhamdulillah....terima kasih, Dok." Ujar ku dengan senyum merekah dan dibalas anggukan oleh Dokter.

"Kalau boleh saya tau, siapa yang sudah mendonorkan hati nya untuk saya, Dok ?"  Tanyaku sembari mengkerutkan kening.

"Orang itu sekarang sudah dibawa oleh pihak keluarganya."  Jawab Dokter tersebut.

"Saya boleh minta alamat rumahnya  Dok?. Saya ingin mengucapkan terima kasih."  Ucapku memohon pada dokter.

"Baik, kami akan memberitahukannya pada anda."  Ujar dokter tersebut dengan anggukan dan membuatku tersenyum merekah.

"Kalau begitu saya permisi dulu, masih ada pasien yang harus saya tangani." Ucap dokter seraya berbalik badan lalu berjalan meninggalkanku.

"Sekali lagi terima kasih dok."  Ujarku dan membuat dokter tersebut membalikkan badannya, kemudian mengangguk sembari tersenyum.

"Siapa pun kamu, aku sangat berterima kasih. Karena berkat pertolongan dari Allah melalui mu. Aku bisa sembuh dari penyakit ini." Batinku.

***

"Aisyah."  Ucap wanita paruh baya yang tak lain ialah ibu nya Ali.

Aisyah Yang sedari tadi duduk disamping tempat peristirahatan terakhir ali, reflek menoleh ke sumber suara tersebut dengan mata sembab nya.

Ibu Ali pun mensejajarkan tubuhnya disebelah Aisyah dengan sedikit berjongkok.

"Ini ada titipan terakhir dari Ali."  Ucap perempuan paruh baya tersebut sembari memberikan sebuah surat pada Aisyah.

"Ini apa, Tan ?"  Tanya Aisyah dengan sedikit sesegukan.

"Ini dari Ali buat kamu."  Ucap wanita paruh baya itu, lalu ia kembali menangis tak kuasa menyebut nama anaknya sendiri.

"Kamu buka ya."  Pinta Mama Ali dan Aisyah membuka surat tersebut. Lalu mengambil secarik kertas yang ada didalamnya dengan perlahan-lahan dan mulai membacanya, sesekali ia sesegukan.

Assalamu'alaikum wr. wb.

Untuk Aisyah, calon Makmum ku...

Mungkin setelah kamu menerima surat ini, aku sudah tidak ada lagi dan tidak bisa melihatmu lagi.

Terima kasih karena kamu bersedia menerima lamaranku dan terima kasih juga karena kamu telah mengisi hari-hari ku yang terasa hampa.

Mungkin, kamu memang belum mencintaiku. Aku tahu itu...
Aku tidak ingin egois memilikimu.

Surat Terakhir Aisyah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang