Dua

3.1K 252 2
                                    

Happy reading❤

*

Pagi ini (Namakamu) merasa amat kacau, efek dari menangis semalaman membuatnya seperti mayat hidup. Wajah pucat, bibir kering, maya sembab, hidung merah dan kepalanya yang semakin dibiarkan semakin berdenyut.

Rasanya ia ingin melanjutkan tidur, tapi mengingat hari ini adalah hari dimana tugas biologinya dikumpulkan yang nilainya cukup besar. Bahkan, ia rela kehujanan ketika pulang meminjam buku dari Perpustakaan Daerah untuk melengkapi tugasnya tersebut.

Keadaan hati bukanlah penghambat belajar, bukan? Bagi seorang  (Namakamu) Arumi Bilqis tidak ada kata galau dalam kamus belajarnya.

Ia sangat memisahkan dimana letak rasa galau itu, bagaimanapun keadaannya, sekolah harus number one. Titik.  Karena yang menjadi motivasi utamanya adalah Rima-ibunya, jika saja ia tidak melihat bagaimana Rima mati-matian menyekolahkannya, tentu saja ia akan mengikuti kata hatinya, membuat galaunya semakin menyeruak dengan cara berdiam diri di dalam kamar seharian.

Tapi, ia bukan tipikal gadis seperti itu. Mungkin alasannya karena ia masih mampu untuk pura-pura tersenyum dan bahagia di hadapan siapa pun, bahkan dirinya sendiri.

Tapi jika ia sudah menyerah dan merasa tidak mampu lagi, ia mungkin akan meminta izin kepada ibunya untuk tidur seharian tanpa pergi sekolah atau mengerjakan tugasnya. Mungkin saja.

Siapa yang akan menjamin kalau suatu saat nanti (Namakamu) yang setegar sekarang akan menjadi gadis paling rapuh di kemudian hari? Entah kapan, bisa saja nanti sepulangnya sekolah, atau besok, atau lusa, atau beberapa tahun kemudian.

Siapa yang akan menjamin? Hm?

So, she will show how good her in this situation.

*

"Ibu, (Namakamu) berangkat ya. Assalamu'alaikum," ucapnya saat hendak membuka pintu utama rumahnya, tapi gerakannya terhenti ketika mendengar teriakan ibunya dari halaman belakang.

"Sarapan dulu, kamu semalam belum makan." Ia membalikkan badan, menarik napas dan membalas teriakan ibunya dengan suara yang lebih besar lagi.

"Udah kok bu, sorenya itu (Namakmu) makan, sampe sekarang masih kenyang kok, mungkin sampe setahun juga masih kenyang!"

Rima masuk dari pintu belakang membawa keranjang pakaian yang sudah dijemur isinya. "Makan apa kok sampe setahun masih kenyang? aneh kamu."

"Makan hati, buk. Hehehe," kekehnya.

Rima geleng-geleng kepala mendengar jawaban anak gadisnya. "Kamu habis patah hati, ya? Kok rupamu kayak zombie begitu?" tuduh Rima berjalan kearah (Namakamu) yang masih tersenyum dibelakang pintu.

"Nggak, kok. Ibu mah sotoiii," jawabnya santai. "Yaudah bu, mau berangkat dulu ntar malah telat lagi, Assalamu'alaikum," ucapnya lalu dengan cepat menyalimi dan mencium punggung tangan Rima, setelahnya membuka pintu dan berlari sekencangnya sebelum mendengar sesuatu yang tak ingin didengarnya.

*

Entah kesialan apa lagi yang harus dialaminya, pertama ketinggalan angkot langganannya yang membuatnya harus menunggu angkot selanjutnya yang datangnya berselang 20 menit.

Jika ia memaksakan diri berjalan, kakinya bisa pincang, atau paling tidak sepatunya akan bolong karena jarak halte bus dekat rumahnya dengan sekolah sekitar 3 km.

Setelah menunggu agak lama, angkot yang dinanti akhirnya tiba juga. Tapi, sialnya lagi ban angkot itu malah kempes setelah menempuh jarak satu kilo.

"Gara-gara eneng nih, angkotnya jadi kempes," ucap salah satu penumpang lelaki bertubuh besar dan bulat kepadanya.

"Lah, kenapa saya? emang saya udah gigit angkotnya?" balas (Namakamu) sewot.

I'am (Not) LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang