Dua Tujuh

1.6K 210 8
                                    

Vote
.
Komen

Happyreading

*

(Namakamu) bangun dari tidur lelapnya, ia mengucek matanya yang sedikit lengket akibat sisa air matanya semalam.

Ia turun, mencari Kanaya. Tapi, yang ia dapatkan hanya sepucuk memo yang ditempel tepat di depan cermin rias kamarnya.

Kak, aku keluar. Mungkin pulangnya sore. Maaf ga bilang langsunh, soalnya ga enak bangunin kakak, hehe.

-Kanaya.

(Namakamu) meletakkan kembali memo itu dan memilih membersihkan badannya yang sedikit lengket.

Setelahnya, ia telah kembali segar, tapi bingung mau melakukan apa.

Mau ke kantor? Ia telah resign.

Baiklah, karena dedek bayinya bosan jika hanya berdiam diri di dalam rumah seorang diri. (Namakamu) memutuskan berjalan keliling kompleks.

*

Keira kembali menjalani aksinya. Ia membuntuti Kanaya yang tengah duduk di kafe sendirian. Dari gerak-geriknya, terlihat ia sedang menunggu seseorang.

Tapi, entah siapa.

Keira yang tadinya sedang merekap ulang keuangan kantor malah memilih meninggalkan setumpuk dokumen penting setelah menerima telefon dari orang suruhannya yang menginfokannya kalau Kanaya keluar rumahnya.

Disini Keira merasa menjadi seorang penguntit. Tapi tak apa, demi sahabat sekaligus adik ipar tercinta, ia rela.

Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya seseorang yang ditunggu Kanaya pun tiba.

Keira hampir tersungkur saat melihat siapa yang datang. Tidak, dia pasti salah lihat.

Tapi sayangnya, orang itu nyata.

Itu, Bastian.

*

"Maaf, Sayang, di jalan macet. Kamu udah lama?" tanya Bastian setelah mencium pipi wanita itu lembut yang dibalas gelengan sambil menarik gemas hidung sang lelaki.

"Hey calon anak ayah? Apa kabar?" ucapnya mengelus perut Kanaya yang sudah lumayan membesar. Ia mendekatkan diri ke perut wanita tersebut, berbicara layaknya calon bayinya mengerti apa yang ia ucapkan.

"Gimana?" tanyanya beralih menatap istrinya yang tengah tersenyum manis padanya.

"Aku udah dapet, kok. Kamu?"

"Apa?"

"Dapet kameranya?" Bastian menepuk keningnya, lalu tercengir sambil menggaruk tengkuknya. Kanaya mendengkus.

"Udah, gak apa-apa. Toh juga rencananya udah selesai, kan?" tanya Bastian membujuk sang istri.

"Tapi, aku ... hm, yaudah deh. Gak apa-apa."

Bastian tersenyum lalu mengacak rambut istrinya gemas.

"Mana berkasnya?"

Kanaya menyodorkan map hijau yang baru saja dikeluarkannya dari tas selempang yang ia bawa.

"Ini Mbak, Mas, pesanannya."

"Terimakasih."

Kanaya menunggu weiters itu menjauh dulu baru memulai percakapannya lagi.

"Nanti malam kamu bisa jemput aku, kan? Setelah ini aku bakal nyiepin barang-barang aku," ucap Kanaya menatap Bastian yang langsung mengangguk.

"Iqbaal bakal terima karmanya," kata Bastian. Kanaya tersenyum bahagia.

I'am (Not) LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang