I'm so sorry but please, happy reading!
*
“Ma, jaket Abang di mana?”
Seseorang yang dipanggil mama itu menoleh, kegiatannya yang sedang menyisir rambut panjang anak gadisnya terhenti sejenak, membuat sang gadis mencibir karena lagi-lagi si anak laki-laki itu yang diperhatikan.
“Kemarin taruh di mana?”
“Lupa, Ma.”
“Kan kemarin dititip sama Papa, Bang.” Sahut gadis itu melirik abangnya yang bersandar di pintu kamarnya sembari menarik kembali tangan sang mama agar melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti barusan.
“Ah, iya," ujarnya anak laki-laki itu lalu hengkang guna mencari keberadaan sang papa.
“Ma, kalau rambut aku dipotong, boleh?”
Gadis yang sedang menatap pantulan wajahnya dari kaca itu bergumam pelan.
“Mau dipotong kayak gimana? Tanya papa dulu deh, soalnya papa gak suka liat cewek rambut pendek, nanti kamu didiemin papa, mau?”
“Nggak ah, Ma. Masak didiemin, gak asik dong,” ucapnya manja,amanya hanya terkekeh geli.
“Udah siap, anak Mama cantik sekali.”
“Makasih, Ma. Sayang ... Mama.”
“Yok turun, lagi bentar kita berangkat,” ajaknya menarik lengan anak gadis kesayangannya.
-
“Loh, papa mana?”
“Masih dikamar, Ma. Masih nyari jaketnya, gak ketemu dari tadi.”
Hh, wanita itu mendengkus. Suami anak sama saja.
“Mama samperin Papa dulu, ya? Kalian tunggu di depan,” suruhnya, kedua buah hatinya menurut, membawa tas berisikan pakaian mereka untuk beberapa hari ke depan.
(Namakamu) menaiki anak tangga menuju kamar mereka, langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Iqbaal menoleh, lalu tersenyum manis padanya. “Jaket aku di mana?”
“Di belakang pintu. Nah--ini,” katanya ketika mendapati jaket hitam sang suami bertengger rapi bersama baju-baju yang lain, lalu menyerahkan jacket itu pada Iqbaal.
“Makasih, Sayang.” Iqbaal mengambil alih jaket di tangan sang istri, lalu menggantungnya di bahu. Ia maju selangkah, sehingga menyisakan jarak yang hanya sekitar beberapa cm. Jantung (Namakamu) berdegup kencang, menyadari Iqbaal menatapnya sedalam ini membuatnya jatuh cinta berkali-kali.
“K-kenapa?” tanyanya gugup, Iqbaal diam. Bahkan semakin mendekatkan dirinya pada tubuh sang istri.
Tangan kekar itu memeluk pinggang ramping (Namakamu) dari depan. (Namakamu) menunduk, melihat jarak kakinya dan kaki Iqbaal yang benar-benar dekat.
“Sayang banget sih aku sama kamu,” bisik Iqbaal lembut, (Namakamu) tersenyum. Tapi Iqbaal tak melihanya.
“Makasih tetap bertahan selama 17 tahun ini, Sayang. Terima kasih karena mau berjuang menemaniku, terimakasih ... untuk tetap hidup.”
Iqbaal benar-benar mensyukuri semua yang ia dapati kali ini.
“Aku gak bisa bayangin gimana hidup aku tanpa kamu. I love you, Semesta.”
(Namakamu) menangis, tangis bahagia pasti. Ia sendiri pun tak pernah menyangka masih bisa bernapas sampai detik ini, di mana 17 yang lalu dokter hanpir putus asa karena masa kritisnya yang benar-benar lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'am (Not) Late
Fiksi Penggemar(COMPLETE) #1 di unlove (10-02-20) #1 di soniq (13-4-2020) Iqbaal-(Namakamu) Selebihnya, silakan dibaca:) * Happy reading!