5. Wabah Mematikan

1.2K 133 2
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Aku pulang ke apartemen dengan bahu terkulai lemah. Terlalu banyak hal mengerikan yang mampir dalam dunia monokrom-ku seharian ini. Aku bahkan sampai tidak bisa menjabarkan sikap Dito dengan cara yang tepat, bagaimana pun juga aku tak mengerti pola pikirnya.

"Meoooong."

Buru-buru aku tersadar dari lamunan ketika sekelebat warna oranye melintasi kaki keluar dari pintu yang tanpa aku sadari sudah terbuka.

"Lupus!" pekik-ku melihat Lupus berlari tunggang langgang keluar dari apartemen.

Aku mengejar Lupus tergesa-gesa dan seseorang di depan sana membantu menangkap Lupus-ku.

"Hah...hah. Lupus!"

"Namanya Lupus ya, hm... embulnya." ucap wanita cantik serta tinggi semampai di depan-ku.

Lupus menerjang-nerjang dan berontak dari pelukan wanita itu. "Kayaknya Lupus jarang di ajak main keluar ya, kok bisa seagresif ini."

"Hm, saya gak ada waktu buat bawa dia keluar."

Wanita itu manggut-manggut, "Sesekali ajak Lupus main barang sebentar keluar dari apartemen, takutnya stres kalo ngebetem terus di rumah. Bulunya agak rontok juga nih, bisa jadi pertanda stres." jelas si wanita panjang lebar, benar-benar memahami kucing sepenuhnya.

"Ah, lupa jadi kebanyakan bicara." Ia menyodorkan Lupus ke pelukan-ku, lalu memberikan sebuah kartu nama. "Saya Nandita, baru pindah beberapa minggu lalu kesini dan juga saya mengelola pet shop di dekat sini."

Pantas saja tetangga baru rupanya. Kenapa aku baru tahu sekarang? Heh, memangnya kau tahu tetangga-tetangga satu lantai denganmu? Tidak kan!

"Tari." timpal-ku singkat, "Terima kasih atas infonya."

Dokter hewan itu tersenyum manis, "Jangan sungkan. Nanti boleh ajak Lupus berkunjung ke tempat saya."

"Sekali lagi terima kasih." Dan aku pun memilih untuk berlalu lebih dulu. Cukup berinteraksi dengan tetangga untuk hari ini, yang mana tidak pernah aku lakukan.

"Lupus! Kamu itu ya, jangan berani-beraninya kabur-kaburan dari teteh lagi, jangan nyusahin begini." Aku mengomeli Lupus yang menampilkan wajah menyebalkan-nya saat aku memukul pelan kaki belakangnya.

"Meoooooooong."

"Jangan ngebangkang terus. Teteh tuh capek pulang kerja Pus, jangan rewel ya kamu itu."

"Meoong."

Kucing berekor panjang dengan ujungnya yang bengkok itu melengos dengan pilu tanpa menagih jatah makan malamnya dan memilih bergelung di atas sofa.

Aku menghela nafas berat karena hari ini membuat Lupus merajuk. Dengan gontai aku menghampiri Lupus untuk ikut bergabung bersamanya di sana. Kulihat Lupus tengah menjilati tubuhnya. Ia menggaruk telinga dengan kaki belakangnya yang membuat ia terlihat lucu. Tak tahan karena gemas, aku mencubit pipi Lupus dan mengusapi sampai menggelitiki perutnya.

"Jangan ngambek lagi Pus, maafin teteh yaa?"

Lupus tak menjawab karena keasyikan bermain dengan tanganku yang menggerayangi tubuhnya. Ia gigit dan cengkram jari dan lengan-ku.

"Makan dulu ya Pus, Pus.... sini!" seru-ku saat menuangkan makanan Lupus ke dalam mangkok-nya.

Lupus tak menjawab panggilan-ku, yang ada sebuah panggilan telepon masuk ke ponsel yang masih tersimpan di tas, buru-buru aku menghampirinya. Aku melihat nama pemanggilnya.

It's Start From Fortune Cookies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang