14. Liburan (tak) Berencana

698 98 2
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Sepanjang sisa hari itu, aku dan pak Bima menjadi pusat perhatian warga sekampung mengalahkan pamor pengantin yang harusnya disorot total pada hari besarnya. Bahkan ibu tak canggung memperkenalkan pak Bima seperti calon menantunya sendiri. Aku memperingati ibu, namun pak Bima menyuruhku diam dan ia malah menikmati perannya sebagai calon menantu idaman.

Bu, aku tak mau memberi harapan palsu.

Memangnya hubunganku dengan pak Bima apa, selain atasan dan bawahan? Jangan berharap lebih, kumohon. Hei dengarkan aku!

Kayla kelelahan, entah habis dibawa main kemana oleh Ramdan. Sekarang anak itu tidur terlelap di kamarku. Dan kesempatan itu ku manfaatkan untuk 'mengusir' pak Bima agar lepas dari jeratan ke-kepo-an ibu-ibu sekampung. Selepas asar memang acara sudah selesai, pengantin pun sudah berganti pakaian. Di ruang tamu ternyata pak Bima masih duduk santai dengan ibu yang menempelinya setiap waktu. Ibu sepertinya benar-benar jatuh cinta pada pak Bima.

"Eh, neng Tari. Sini atuh temenin si aa-nya."

Aku tersenyum kaku, berjalan dengan enggan dan duduk di samping ibu. Maaf saja aku tidak mau membuat ibu-ibu makin girang dengan duduk berdampingan bersama pak Bima. Lalu aku berbisik pelan pada pak Bima kalau Kayla sudah tidur.

"Masa kamu suruh den Bima pulang, den Bima juga butuh istirahat, 'kan?"

"Bu." Aku mulai mengeluarkan jurus andalanku, rengekan maut setara dengan Kayla.

"Den, istirahat saja sama Kayla. Neng, ajak den Bima ke kamarmu."

Aduh, kata-kata ibu begitu menyiratkan seolah-olah aku sudah menjadi pasangan halal-nya pak Bima. Sebelum ibu-ibu semakin heboh, aku menarik lengan baju batiknya cepat-cepat demi menghindari hujanan godaan yang kian memanaskan telinga.

"Kamu gak sabaran banget, T."

Aku menepis lengan baju pak Bima yang masih kutarik. "Astaga pak! Saya cuman pengen nyelametin bapak biar gak dikerubungi emak-emak kepo di luar sana."

"Gak usah cemburu gitu, lagipula saya enjoy-enjoy saja."

"Saya yang gak nyaman!"

Raut jenaka menghilang di wajah pak Bima atas ledakan emosional ku. "Kamu--"

"Saya gak mau ngasih harapan palsu sama ibu, tapi ibu malah gak mau denger penjelasan saya. Orang-orang akan bergosip terus tentang kejadian hari ini, bagaimana nanti saya menjelaskan ke orang-orang bahwa semua ini hanya... hanya--"

"Salah paham?"

Aku mengangkat wajahku dan langsung disuguhi sorot tajam dari pak Bima. "Saya mengerti, T. Maaf saya terlalu antusias menanggapinya. Mungkin kamu gak berkenan dengan sikap saya."

"Bu-bukan begitu pak, saya sebenarnya--"

Pak Bima kembali memotong ucapan ku, "Saya tahu kamu gak punya perasaan sama saya."

"Pak..."

"Ijinkan saya berisitirahat sebentar, setelah itu saya akan pulang, secepatnya."

Pak Bima berbalik terlalu cepat di depan mataku. Ia sudah tersembunyi aman di balik pintu. Mataku nanar dengan perasaan sakit di ulu hati.

.
.
.

"Tante mama."

"Kayla?"

It's Start From Fortune Cookies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang