10. Keinginan Bapak dan Anak

843 102 4
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

"T, kayaknya kita harus mampir dulu ke butik deh."

Aku menoleh kebingungan, "Memangnya kenapa, pak?"

"Dress code hari ini pakai kebaya."

Ah, kebodohanku yang lain. Tentu saja seharusnya aku sadar saat pertama kali melihat Kayla dalam balutan kebaya bukan berseragam seperti biasa.

"Iya, kayak yang dipakai Kayla ini." timpal Kayla dengan semangat.

Kuusap surai Kayla yang hanya diikat ala ekor kuda dengan posisi miring. Ini pasti ulah ayahnya. Aku mengulurkan tangan meminta Kayla untuk duduk di pangkuanku. Bocah itu merayap dengan semangat melewati celah diantara kursiku dan pak Bima. Aku membantunya dengan hati-hati supaya tidak mengganggu konsentrasi mengemudi pak Bima.

Setelah duduk di pangkuanku, ku sisir surai halus berbau buah segar itu dengan jemariku. Kayla bergumam suka dengan perlakuanku, sudah seperti Lupus yang dibelai saja. Dengan cekatan aku mengepang rambut Kayla lalu kubuat cepolan rendah di tengkuknya.

Kayla berbinar ketika menyentuh hasil karyaku. "Makasih tante mama!"

"Panggil tante Tari dengan benar." Pak Bima kembali memperingati Kayla.

"Gak mau, tante mama juga gak marah Kayla panggil begitu. Iya 'kan tante mama?"

"Benar apa kata ayah. Tante lebih senang kalau Kayla panggil tante Tari saja."

"Kenapa?" keluhnya dengan wajah berkerut.

"Umm... tante tanya deh, menurut Kayla mama itu yang bagaimana?"

"Yang masakin makanan, yang beresin rumah yang anter jemput sekolah." katanya dengan polos.

Aku menepuk puncak kepalanya, "Nah, tante gak bisa Kayla panggil mama kalau nggak ngelakuin hal itu. Tante cuman orang luar yang gak bisa jagain Kayla."

"Tapi tante udah ngobatin luka Kayla, makan bareng, beli makanan terus sekarang nemenin Kayla ke sekolah jadi mama Kayla."

"Tante kan udah janji mau ketemu Angel sama temen-temennya biar mereka gak jahilin Kayla lagi. Jadi, anggap aja begitu."

Apa aku terlalu keras padanya? Aku tidak mau membuat harapan palsu pada gadis kecil nan polos ini. Mencoba mencari bantuan namun nihil karena pak Bima malah anteng mengendarai mobilnya. Aku berdecak sebal melihat sikap sok tenangnya.

"Sudah sudah. Hari ini kamu boleh nganggap tante Tari sebagai mama. Tapi janji sama ayah jangan ngerepotin lagi tante Tari kalau gak mau boneka-boneka kamu ayah buang."

"A-ayah... hiks..."

"Pak."

"Nggak apa-apa T, kali-kali Kayla musti ditegasin. Kebanyakan dimanja jadi suka ngeyel kalau dikasih tahu."

Berurusan dengan bocah memanglah menyebalkan, namun melihat sikap keras pak Bima pada anaknya sendiri membuat naluri liar ingin melindungi membuncah di benakku. Tanpa suara, kupeluk Kayla lebih erat dengan sebelah tangan mengusapi bulir-bulir yang menggantung di pelupuk mata hitam besarnya.

Pak Bima turun lebih dulu lalu berjalan memutar untuk membukakan pintu untukku. Kubiarkan Kayla turun lebih dulu dan pak Bima dengan sikap gentle-nya menjaga kepalaku takut-takut membentur bagian atas mobil.

Kayla segera meraih tanganku dan jejak kesedihan sirna seketika saat menggiringku menuju sebuah butik kenamaan yang tak mau kukunjungi. Tempat seperti ini hanya akan menguras isi rekeningku dalam-dalam.

It's Start From Fortune Cookies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang