31. Jangan Lagi

503 82 2
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Tiga tahun kemudian...

"Miss, saatnya meeting sama dewan direksi."

"Oke, lima menit lagi saya nyusul."

Tiga tahun berlalu dengan cepat dan aku masih pada titik yang sama. Menjadi Tari si pemimpin editorial dan neng yang membangkang perkataan orang tuanya perihal pernikahan. Umurku semakin bertambah tua dan ibu dibuat ketar-ketir akan keadaanku yang masih tak ada kabar soal pernikahan.

Jika saja ibu bisa berhenti merongrong soal menikah, mungkin aku akan menjadi wanita karir yang hidupnya paling damai jauh dari cibiran para tetangga di kampung. Aku menikmati pekerjaanku dan kesendirianku.

Namun akupun tetap seorang manusia --dan wanita diujung masa mudanya yang adakalanya merasa terpuruk atas kesendirian dan kesepian yang menyesakkan dada. Apalagi aku tidak benar-benar bisa mengenyahkan bayangan Dito --aku lebih bisa mengendalikan diri saat mengucap namanya dan tidak lagi merasa tersiksa. Ditambah, Dito seperti tengah mengejek keterpurukanku dengan wara-wiri di depan mataku.

Iya, headline 'CEO Muda Sukses Berkarir di Dunia Properti' beserta fotonya yang berpose dengan setelan mahal acap kali tertangkap mataku. Bahkan banner jalanan pun tak luput menyemarakan bukti kesuksesan Dito selama tiga tahun ini. Lain dengan diriku yang sampai saat ini tetap begini-begini saja. Jelas sekali kontrasnya duniaku dengan dunia Dito.

Daripada berlarut-larut terhanyut dalam memori Dito, aku pun memilih segera beranjak untuk menghadiri rapat.

.
.
.

"Mungkin sekian untuk pembahasan rutin kita. Adapun soal pencetakan biografi--"

Fokusku hilang karena sempat teralihkan oleh nama Dito tadi. Apalagi apa yang diutarakan para petinggi serta pemilik saham tak ayalnya lebih menekankan untuk meningkatkan keuntungan mereka sendiri. Sampai-sampai aku selalu jengah tiap kali mendengar tuntutan mereka yang luhur.

"Miss T." seru Frada, asisten editor-ku yang baru sambil menyikutku pelan. 

Aku lantas kebingungan karena saat aku mengangkat kepala, ada puluhan pasang mata yang menatapku lurus dengan berbagai eskpresi yang berbeda-beda. Terutama pak Bima, terisyarat pandangan meminta persetujuan padaku.

"Jadi bagaimana, T?"

Bingunglah aku, apanya yang bagaimana sementara aku tidak paham apa yang mereka bicarakan. Karena tidak mau memperpanjang lama duduk di kursi yang sudah terasa panas ini maka aku putuskan untuk mengangguk cepat saja seraya memasang senyum kaku.

"Oke, jadi semua akan Miss T handle. Mungkin cukup sekian rapat hari ini. Terima kasih."

Dalam keadaan kebingungan selagi menunggu para petinggi berlomba-lomba keluar, aku menjegal tangan Frada yang baru saja bangkit dari duduknya.

"Ini apa yang harus saya handle."

Jelas sekali Frada keheranan akan pertanyaanku. "Loh, Miss gak nyimak kalo Miss bakal megang projek biografinya pak Dito."

"Dito siapa?" tanyaku dengan tatapan horor.

Frada melirik note kecilnya, "Dito Maulana Fariz."

It's Start From Fortune Cookies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang