2.Sakit

80 10 0
                                    

Vote dulu biar disayang!!😌

Langit yang semakin pekat,mentari yang sedang mengumpat dibalik awan tebal berwarna abu-abu.Ketika bumi menggelap karena cuaca yang tak menentu.Hari ini matahari libur untuk menampakkan diri.

Awan yang bertabrakan membuat langit menitikkan bulir air yang langsung menyentuh bumi, menggenangi daratan,melenyapkan debu yang terus menumpuk,dan tumbuhan yang bahagia dengan adanya bulir air.

Hujan turun tanpa diminta,tanpa meminta izin,tanpa melihat siapa yang menginginkan,siapa yang menguntungkan,dan siapa yang akan dirugikan.Entah mengapa langit ingin menangis sekarang.Semesta sedang menguji semua makhluk bumi,apa ia akan mensyukuri atau hanya berkeluh kesah tanpa melihat siapa yang diuntungkan.

Yeghsya yang ingin melangkahkan kaki tepat di tangga seketika berhenti untuk melaju,tatapannya sendu disertai syukur karena hujan yang terlihat deras.Di benaknya hanya ada pikiran bagaimana ia akan pergi ke sekolah.Untuk menimba ilmu ia harus berusaha,meski hujan hanya air.

Yeghsya keluar dari pintu rumahnya dan mengambil keputusan untuk langsung menggenakan sepedanya untuk berangkat ke sekolah,namun idenya terhalang karena mbok yang lebih mengkhawatirkannya.

"Non,jangan pergi sekarang deras hujannya,tunggu reda ya,Mbok takut non kenapa-kenapa,naik angkot aja ya mbok anterin sampai jalan raya."

Yeghsya hanya diam dan tidak menanggapi apa yang dikatakan Mbok Sinem, sebenarnya ia ingin menggunakan jas hujan tapi sayangnya jas hujan miliknya telah robek karena tersangkut beberapa bulan yang lalu.

Tanpa basa-basi menawar kepada Mbok Sinem,Yeghsya melangkahkan kakinya pasti, berlari ke sepeda kesayangannya,dan menaiki sepeda tersebut tanpa digiring ke jalan raya.Seketika Mbok Sinem membukakan pagar pembatas rumah,walaupun ratusan rintik air membasahi tubuhnya.

Dengan cepat Yeghsya mengayuh sepedanya kencang demi cepat sampai menuju rutinitasnya,hujan yang tak kunjung mereda,banyak manusia yang tidak melanjutkan perjalanannya karena hujan yang kian semakin deras tak terhingga.Air yang terus mengalir diatas jalanan tak berdebu.Tubuhnya yang sudah ditempelkan air,peluh di dahinya sudah bercampur rintikan air.

Mata Yeghsya terasa perih karena bulu mata lentiknya tidak bisa menahan air yang begitu lantangnya.Yeghsya memberhentikan sepedanya sejenak untuk mengucek mata agar tidak terasa perih lagi.
Setelah matanya tidak terasa perih ia kembali melanjutkan perjalanannya menuju sekolah.

Untung saja parkiran sekolahnya terdapat atap yang menghalau air hujan,sehingga sepeda Yeghsya tidak terkena air hujan yang membuat berkarat.Walaupun memang sudah tua karat yang ada pada sepeda adalah karat usia bukan karena air hujan.

Tas berwarna hijau milik Yeghsya tidak terlalu basah karena bahannya yang tahan dengan air.Seluruh seragam nya meneteskan air yang tak berhenti,rambut hitam legamnya basah berlapiskan air hujan,wajahnya yang pucat karena dingin yang menyelimuti badannya.

Bibirnya bergetar,tubuhnya gemetar karena tak kuasa menahan udara yang begitu melingkupi kulitnya.Yeghsya segera menuju ruangan Unit Kesehatan Sekolah untuk meminjam seragam putih abu-abu dengan yang kering.

"Kamu kok hujan-hujan,memang tidak diantar?"
Tanya penjaga ruang UKS yang penasaran melihatnya kedinginan.

Yeghsya hanya diam dan mengambil seragam yang diberikan dan hanya tersenyum dan mengucap terima kasih karena telah meminjamkan seragam.
Setelah mengganti seragam nya menjadi yang baru, Yeghsya berlari menuju kelasnya sebelum guru datang.

Hari ini semuanya nampak berbeda,bukan hanya cuaca tapi siswa yang berada di sekolah ini tidak ada yang berada di lapangan,suara gaduh terkalahkan bunyi hantaman air yang turun dari langit,dan udara yang sedang tidak menghangat.

TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang