7.Kejujuran

24 6 0
                                    

Otak yang telah dipaksa bekerja semenjak tadi kini sudah usai,tidak ada lagi bisikkan yang menganggu demi mendapatkan sebuah kata untuk menjawab pertanyaan,mata yang memincing tepat dihadapan wajah gugup telah berakhir,hanya menunggu tinta merah yang membuktikan hasil kerja keras tadi.

"Rey,lu mau kemana?"Ujar Pio teman sebangkunya.

"Biasa.Udah lu gak usah ikutin gua."Ujarku meninggalkannya yang masih sibuk dengan buku-buku tebalnya.Asal kalian tahu Pio adalah anak yang sangat jenius,sebelas berbanding dua belas dengan Yeghsya,tapi bedanya Pio hanya pintar dalam bidang fisika.

Pio mengikutiku dan mengejar ku saat aku sudah sampai di tempat tujuanku.Napasnya terengah-engahsambil bertopang tangan di lututnya hingga ia membungkuk di hadapanku.Aku yang melihatnya hanya tertawa,lucu sekali wajahnya.Wajahnya yang memerah karena lari mengejar ku.

"BUSET!!Lu lari cepat amat!!Aduh...Gua nggak kuat."Pio masih menatapku nanar.

"Kan gua kata,jangan ikut gua."Kataku menuduhnya.

"lagian,lu juga ngapain ke kelas 12-1 nggak ada kerjaan aja.Lebih baik ngasih makan cacing-cacing di perut."Pio berterus terang.

"Bukan urusan lo,pergi sekarang juga,atau gua hajar lu sekarang!"Aku menatapnya sinis disertai tanganku yang siap mengepal.

Tidak akan ada yang berani berhadapan dengan Agrey jika sudah mengajak bertengkar,pasti akan berakhir berhadapan dengan Bu Thika yang jauh lebih galak dari semua guru.Karena Pio takut dengan amarah Agrey,terpaksa Pio meninggalkan Agrey dan berlalu menuju kantin sendirian.

Dengan santainya Agrey masuk ke dalam kelas 12-1 siapa lagi kalau bukan kelas seorang Yeghsya.Belakangan ini Agrey jadi jarang berkumpul dengan teman satu geng-nya,karena ia tahu akan lebih bermanfaat jika berurusan dengan Yeghsya.

Aku sudah ada dihadapan Yeghsya sekarang,pipinya yang menyembul karena sibuk menguyah makanan yang ada di kotak bekal dihadapannya.Matanya masih saja sibuk dengan buku yang ia pegang di sebelah kirinya.Aku dengan mudahnya,mengusir orang yang duduk didepan meja Yeghsya,dan duduk ke belakang agar bisa berhadapan dengan dia.

Tepat aku duduk Yeghsya masih sibuk dengan buku tebal hitam-nya.Entah apa yang ia baca,namun kehadiranku tidak disambut dengan ucapan maupun wajahnya yang menoleh ke arahku.Aku masih menunggunya menelan makanannya itu hingga aku berani untuk berbicara dihadapannya.

"Sya.Tadi aku habis ulangan dan ternyata jadi mudah,karena kamu bantu aku kemarin.Makasih ya."Ujarku dengan antusias.Yeghsya hanya melihatku sejenak lalu kembali larut dengan buku dihadapannya.

"iya sama-sama."Ucapnya.

"Sya,kalau aku setiap hari datang ke rumah kamu boleh?"Tanyaku hati-hati.

"Sejak kapan kamu meminta izin sebelum ke rumahku,kemarin saja tidak meminta izin kepadaku."Yeghsya kembali menyuap satu sendok berisi nasi serta wortel.

"Iya aku minta maaf.Oke aku tidak akan minta izin kepadamu.Bisa kamu taruh dahulu bukumu?Aku ingin berbicara,jadi tolong-"Belum selesai aku berbicra, Yeghsya sudah menaruh bukunya dan menatap mataku serius.

"Aku ingin kita berteman,boleh kan?Teman yang selalu menolong kalau kamu kesusahan,teman yang bisa dijadikan tempat untuk bercerita.Kamu mau jadi temanku?"Ujarku serius sedikit gugup.

Mata Yeghsya terbelak kaget,bagaimana tidak baru kali ini ada yang mengucapkan satu kalimat yang tidak pernah muncul di benak Yeghsya.Namun selang beberapa detik raut wajahnya kembali menyinggungkan senyum,tapi senyum yang menantang.

"Apa?Teman?"Yeghsya tertawa pelan.Aku yang melihatnya sedikit mengerikan,baru kali ini aku meliatnya tertawa agak merendahkan.

"Heh,kamu tidak sadar?Ingin menjadi temanku?Tidak terima kasih."Datarnya kembali menatap buku hitam tebal itu.

TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang