#39 Aku kekasihmu

5.2K 345 12
                                    

Charlie POV

"AKU AKAN MEMBUNUH SEMUANYA!!"

Diriku penuh oleh amarah. Satu-satunya yang ingin aku lakukan saat ini adalah mengantar makhluk-makhluk rendahan itu menuju neraka. Bahkan jika neraka memuntahkan mereka karena tidak mau menampung pendosa rendah, aku akan kembali menggiring mereka kesana.

"Terakhir, masuklah kau ke dalam neraka!"

Selesai. Semua strigoi yang menyerang kerajaan sudah musnah. Harusnya aku tenang, namun dadaku masih bergejolak. Tidak puas.

"Argh! Sekalian saja, akan aku buat semuanya menjadi abu!"

Aku menarik napas, kemudian membakar semua yang aku lihat menggunakan sihir. Rumah rakyat, alun-alun, hutan. Semuanya tanpa terkecuali.

"Kalau Kiara mati, semuanya juga harus ikut mati! Tidak boleh ada yang hidup di atas tanah ini!"

"Ayah!"

Aku menoleh ke sumber suara itu.

Aku melihat Helena sedang berlinang air mata. Anak gadisku itu menerjang kobaran api tanpa rasa takut dan datang mendekatiku.

Sayangnya, aku terlalu sedih hingga tidak sanggup melihat matanya terlalu lama. Hatiku sakit melihat air matanya. Merasa gagal menjaga ibunya.

"Hentikan ini, Ayah," katanya sambil terisak.

Aku melengos, menyembunyikan air mataku. Tidak ingin menunjukkan kesedihanku di depannya.

Helena memelukku. Dia masih terisak, membuatku semakin sedih.

"Hentikan, Ayah. Sudah cukup".

Aku tidak sanggup lagi. Aku pun membalas pelukan Helena dengan erat. Membenamkan kepalaku di bahunya, lalu menangis dengan keras bak seorang bocah yang telah kehilangan permennya.

Tiba-tiba, hujan turun dengan derasnya. Memadamkan api yang membakar seluruh kerajaan ini. Guyuran airnya yang mengenai seluruh tubuhku juga membuat perasaanku sedikit tenang.

"Ayah, ayo kita kubur ibu"

Entah datang dari mana, namun saat ini Ozzy sudah berada di hadapan kami. Tangannya menggendong jasad ibunya. Matanya lebam, pasti habis menangis sejadi-jadinya.

Helena melepaskan pelukanku, kemudian berjalan mendekati Ozzy. Matanya tidak henti mengeluarkan air mata. Memandangi ibunya yang kini sudah tiada.

"Kita kuburkan ibu setelah Camilla selesai memadamkan api di perbatasan," kata Ozzy.


*****
C

harlie POV

"Semoga ibu mendapatkan tempat yang baik disana." Ozzy memejamkan matanya, lalu mendongakkan kepalanya, khas orang berdoa.

"Semoga ibumu mendapatkan tempat yang baik di sana"

Sontak Ozzy langsung terkejut dan menatapku. Dia memasang wajah tak percaya.

"Ayah berdoa?"

Aku mengangguk.

"Jika ayah percaya Tuhan, maka cobalah merenungkan semua dosa-dosa ayah," ucap Ozzy sambil berjalan mendekat pada dua saudarinya.

Aku? Percaya Tuhan? Padahal aku hanya mengikutinya.

Ozzy menepuk pundak Camilla dan Helena bergantian. Tersenyum penuh arti, lalu memeluk mereka.

"Ayo pulang!"

Ozzy menggenggam tangan kedua saudarinya. Seolah memberi semangat kepada mereka yang tidak berhenti menangis sejak kemarin. Tak ingin saudarinya larut dalam kesedihan, Ozzy mengajak mereka untuk keluar dari bangunan ini.

Tempat peristirahatan Kiara yang terakhir. Sebuah bangunan mirip kuil. Ini merupakan bentuk penghormatan dari rakyat kami. Meski bukan keluarga kerajaan, namun mereka sangat terpukul mendengar berita ini. Terutama saat tahu bahwa Kiara tiada karena menyelamatkanku.

Setelah bangunan ini selesai dibuat, rakyat langsung berdatangan. Mereka memasang wajah sedih, namun juga ada yang memasang wajah menyesal. Mereka tentulah vampir-vampir yang dulu menolak Kiara sebagai ratu. Kini mereka tahu, siapa yang pantas menjadi ratu kerajaan ini, tapi itu semua sudah tidak berguna.

"Kiara..."

Aku berjalan mendekati peti mati dengan ukiran-ukiran indah di semua sisinya. Bersamaan dengan itu, semua ingatan tentang wanita itu terlintas di kepalaku, membuatku jadi merindukannya 'lagi'.

Aku tersenyum, lalu mulai menitikkan air mata.

Tak masalah, kan, jika seorang raja menangisi kepergian istrinya? Kurasa itu bukan sebuah kelemahan. Lagi pula, tak ada seorang pun disini.

"Terima kasih telah ada bersamaku selama ini." Kuusap air mataku pelan. Aku tersenyum kecil.

"Aku tahu, jika aku mengikutimu kesana sekarang, kau pasti akan mengomel dan tak berhenti memakiku." Aku terkekeh sambil mengeluarkan air mata. "Karena itu, aku akan menuntaskan tugasku terlebih dahulu. Aku akan menjaga anak-anak kita dan merawat istana tercintamu ini. Setelah itu, aku yakin kau tidak akan keberatan jika aku ikut menyusulmu, kan, Sayang?"

Aku memindahkan pandanganku pada salah satu dinding kosong yang ada di ruangan ini.

"Ini jelek. Kau pantas mendapatkan yang lebih baik"

Aku berjalan mendekati tembok itu, lalu membelainya perlahan. Aku memungut sebuah batu kecil di pojok ruangan, lalu mulai menuliskan sesuatu dengan itu.

Setelah selesai, aku tersenyum kecil dan berjalan keluar dari bangunan ini.

Saat aku sampai di depan pintu bangunan ini, datanglah beberapa tetua beserta prajurit. Mereka meminta izinku untuk masuk dan memberikan doa untuk Kiara. Aku mengiyakan permintaan mereka, lalu terdiam sesaat. Aku mendengar mereka membaca ukiranku di tembok itu.

"Kita akan bertemu lagi. Entah dalam dimensi yang berbeda atau di kehidupan selanjutnya. Sejauh apa pun kita dipisahkan. Aku Charlie, kekasihmu. Aku akan menemukanmu atau kau bisa berdoa pada Tuhanmu agar ia mengirimmu padaku"

Aku tersenyum, kemudian kembali melanjutkan langkahku. Melanjutkan hidupku.

.
.
.
Ayo vote!

Sedih nggak sih?

I'm a MIXED BLOOD [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang