9. Dibalik Sajak

13.5K 2K 44
                                    

Entah aku yang ketara banget mellownya atau memang Farzan yang kelewat peka karena tiba-tiba saja tangan pria itu menepuk-nepuk lembut bahuku.

"Ngapain lu, Zan?" tanyaku jaim.

"Hmm? Biar gak ngantuk aja. Itu mata lu sudah berair," jawabnya santai.

Aku tergelak. Kupikir makhluk berjakun satu ini mau mencoba sok romantis, tapi untung saja tidak. "Sekarang jam berapa sih memangnya?" alibiku agar menguatkan asumsi Farzan kalau aku memang mengantuk.

"Jam delapan lewat dua puluh. Mau balik?"

Sebenarnya aku mau mengikuti rangkaian acara sampai selesai, tapi waktu di perjalanan saja kalau macet bisa hampir satu jam. Takutnya nanti aku sampai di rumah terlalu malam. Kan kasihan Farzan juga masih harus melanjutkan perjalan ke rumahnya.

"Lihat bentar gamesnya dulu deh, Zan, baru setelah itu kita balik duluan," usulku dan Farzan mengangguk setuju.

Setelah peserta pembacaan puisi habis, MC pun kembali maju untuk memimpin acara. Mereka yang telah berpartisipasi berpuisi di atas panggung tadi diminta kembali maju untuk kemudian diberikan merchandise berupa kaus warna cokelat tua yang bersablon ragam tulisan quotes dari Lapang Sajak.

"Oke, terima kasih ya untuk teman-teman yang sudah menyuarakan puisinya tadi. Nah! Sekarang kita masuk ke games, namanya sajak spontan. Jadi disini kita punya kata-kata acak yang ditempel ke bola-bola kecil yang ada di dalam jar ini." MC itu mengambil jar bulat berbahan kaca yang sudah diisi dengan banyak bola kecil berwarna-warni.

"Nanti kita bakal ambil satu bola secara acak, lalu kita sebutkan katanya apa dan kalian yang merasa bisa membuat puisi dengan kata-kata tersebut silahkan maju ke depan dan kami akan berikan hadiah berupa paket merchandise lengkap berisi kaus, topi, pin, dan hoodie masing-masing untuk tiga orang pemberani. Gimana? Siap?"

Semuanya kompak berseru antusias. Aku ikut penasaran. Gimana bisa gitu orang buat puisi secara spontan? Ini yang hadir disini pada masih punya hubungan kerabat sama Pak Sapardi Djoko Damono apa gimana deh?

"Oke, kita mulai yaa. Kata pertama yaitu..." MC menggantung kalimatnya selagi tangannya sibuk mengaduk-aduk bola di dalam jar sampai pada akhirnya ia mengambil satu buah bola berwarna hijau. Kata apa yang tertulis disitu ya?

"Katanya adalah 'catokan'! Mantap! Mungkin ada cewek-cewek yang mau coba?"

Semua sibuk saling pandang. Saling menyuruh rekannya untuk maju. Sampai akhirnya ada seorang laki-laki yang duduk di depan berdiri dan maju ke panggung.

"Sedap! Sini, sini berdiri di tengah," ujar sang MC memberi tempat untuk pemuda itu berdiri di depan stand mic. "Coba kenalan dulu namanya siapa dan dari mana asalnya."

"Halo, gue dari Menteng dan nama gue Omega."

"Omega? Lu manusia apa kandungan susu formula nih?" gurau sang MC.

"Terinspirasi dari situ kayaknya sih emak gue," sahut pria bernama Omega itu.

"Oke, Omega, lu sudah siap ya bikin puisi dari kata 'catokan' ini? Kira-kira puisinya mau ditujukan khusus ke seseorang gak nih?"

"Hmm... buat cewek-cewek yang ada di sini aja deh, Bang," jawab Omega sambil cengengesan.

"Oke, cewek-cewek tolong pasang kuping baik-baik nih. Silakan, ini dia... Omega!!"

Pria itu tampak berdehem sejenak. Kedua tangannya ia masukkan ke saku celananya. Tubuhnya ia condongkan sedikit lebih dekat ke stand mic. Awalnya kupikir pria ini akan membuat suatu puisi yang jenaka, tapi aku sama sekali tak menyangka kalau ternyata kata 'catokan' bisa memberikan sebuah makna yang mendalam.

Karunia di Seperempat Abad (E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang