always feels like

385 50 8
                                    

"Nggak ada yang mau ikut nih?" Tanya Lia menghadap ke kursi bagian belakang mobil.

Pertanyaan Lia dijawab dengan suara-suara heboh antara Emir dan Rivan yang sedang mabar dan Adnan yang sedang mengangkat telfon.

"Hadeh..." Lia menghela nafasnya, "Chad jadinya beli buah ya?" Tanya Lia pada Ichad yang duduk tepat di sampingnya ; di kursi kemudi.

Hari ini Ichad menjadi supir. Membawa rombongan penjenguk Chandra. Iya, Chandra sedang sakit typhus dan di rawat di rumah sakit. Rombongan penjenguk ini terdiri dari Lia, Ichad, Rivan, Emir dan Adnan. Ruby juga ikut namun datang menyusul.

"Eh katanya tadi beli kue?"

"Eh iyaya?"

Baik Lia maupun Ichad pun menghadap ke belakang, bertanya kepada teman-temanya, "jadinya beli apa nih?"

Ichad menampar-nampar paha Emir dan Rivan yang daritadi berisik banget main game, "Heh beli apaan nih enaknya?"

Adnan yang baru selesai menelfon pun bersuara, "Kayaknya kue aja deh..."

"Setuju, soalnya menurut gue orang-orang pasti pada bawa buah." Ucap Emir yang matanya kini tidak tertuju lagi pada layar handphonenya.

"Tumben lo bener." Ucap Rivan—yang juga sudah selesai bermain game.

"Gue emang selalu bener."

"Bacot. Tapi kalau semua orang ternyata berpikiran kayak lo gimana?"

Adnan menjawab, "ya pada beli kue semua deh..."

"Haha yaudah yaudah, voting aja, gue kue." Ucap Ichad berinisiatif.

"Gue... buah."

"Kue deh."

"Kue."

"Kue."

"HAHA lo doang Li ternyata yang pengen beli buah..."

"Iya anjir... yaudah yuk lah turun?" Ucap Lia membawa tasnya dan membuka pintu mobil.

Dan mereka berlima pun turun dari mobil Ichad, memasuki toko kue tersebut.

Lia langsung berjalan menuju etalase kue, memilih mana kue yang sekiranya Chandra sukai, "hmm beli kue apa yaa..."

Di saat Lia sibuk memilih, Emir dan Rivan juga sibuk memilih—memilih roti mana yang sekiranya akan dapat membuat perutnya terasa kenyang sekarang, "nyet, nyet gue juga mau dong yang itu."

"Yangmana?"

"Yang sebelah kiri—nah iya, oke, itu, mantap." Ucap Rivan yang berhasil mendapati roti yang diinginkanya dengan bantuan Emir.

Roti-roti nya tersusun rapi dengan lampu berwarna warm white yang menerangi etalase roti tersebut.

"Apaan tuh? gue jadi pengen..." Adnan menatap roti pilihan Emir, "lo ngambil dimana Mir?"

"Tuh disitu, tinggal satu tuh, fix enak."

Lia menghela nafasnya. Teman-teman cowoknya ini nggak pada bisa bisik-bisik—entah nggak bisa bisik-bisik atau ya memang suara mereka kelewat besar, "Heh kita kesini bukan mau belanja roti ya tolong."

stop & stareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang