GIMH - 1

62.5K 1.4K 43
                                    

Di sebuah kamar yang bernuansa serba pink, terdapat seorang gadis yang masih asyik bergelung dengan alam mimpinya. Tidak memedulikan alarm yang sejak tadi berbunyi. Beberapa saat kemudian, mata itu perlahan terbuka, lalu tangannya meraba-raba nakas yang berada di samping ranjangnya. Setelah menemukan alarm yang sejak tadi berbunyi, ia langsung mematikannya.

Gadis itu tidak langsung bangkit, melainkan duduk bersandar pada kepala ranjang, guna untuk mengumpulkan nyawanya yang masih berkeliaran. Niatnya ingin mengumpulkan nyawa, tapi sampai sepuluh menit pun gadis itu tetap pada posisi duduknya dengan mata terpejam.

Hingga suara seseorang yang membangunkannya dengan cara berteriak membuat si empunya kamar terlonjak kaget.

"REDYNAAAAA, BANGUN LO!"

Dengan kesadaran yang mulai terkumpul, Redyna--gadis itu melangkah menuju pintu. Selama berjalan, gadis itu terus mengumpati orang yang berteriak sembari menggedor-gedor pintu kamarnya. "Apa sih, Bang?" tanyanya dengan sedikit menggaruk bagian kepala yang terasa gatal.

"Astagfirullah, Dynaaaaa! Dari tadi lo belum bangun?! Udah berapa kali alarm lo itu bunyi, huh?! Kuping gue aja sampe mau copot dengernya, Na! Astagfirullah." Redyna hanya mengangguk mendengar ocehan abangnya.

Raga geram melihat adiknya yang seperti orang linglung, ia memegang kedua bahu Redyna, lalu mengguncangnya kencang. "BANGUN, REDYNAAA, MAU SAMPE KAPAN LO KAYAK GINI, HAH?!" teriak Raga tepat di depan wajah sang adik.

Teriakan Raga di pagi hari persis seperti teriakan ibu-ibu, tangan Redyna terangkat untuk mengusap telinga dan langsung menutupinya. Gadis itu hanya takut saja, jika kedua telinganya mengalami kerusakan akibat teriakan dari Raga. Kemudian mata indah itu menatap tajam serta kesal pada abangnya.

"Suara lo nyakitin telinga gue! Ck, pergi sana lo, Bang. Gue mau mandi nih." Redyna mendorong Raga menjauh dari kamarnya.

Tapi sebelum benar-benar menjauh, Raga membalas ucapan sang adik dengan sengit. "Lo sendiri yang punya kuping banyak congenya, wajar aja kalau gue teriak!"

Setelah Raga pergi, tanpa dimasukkan ke dalam hati atas perkataan abangnya, Redyna menutup pintu kamar lalu melesat ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya itu. Redyna harus segera bergegas, sebelum nanti mamanya yang akan menyusulnya ke kamar.

Suasana SMA Alzero pagi ini terlihat ramai. Seperti biasa, para siswa dan siswi mulai berdatangan memasuki gerbang dengan berbagai cara, ada yang menggunakan mobil, motor dan berjalan kaki.

"Kalau gitu Dyna masuk dulu ya, Bang," ujar Redyna sambil melepas seatbelt-nya.

"Ho'oh, sana masuk." Raga mengacak pucuk kepala Redyna. "Jangan kelamaan di mobil guenya, nanti nih mobil jadi bau, lagi."

"Ya ampun, Bang. Lo tuh, ya, dari gue melek sampe gue merem, selalu aja bikin gue emosi. Bisa-bisa gue punya darah tinggi, nih," balas Redyna. Gadis itu memutar tubuhnya menghadap Raga. "Lo punya masalah hidup apa sama gue, Bang?"

Raga melihat Redyna yang sedang menatapnya serius dan sedang menunggu sebuah jawaban darinya. Laki-laki itu pun ikut menatap adiknya dengan serius juga. "Nggak ada apa-apa, Na. Mungkin kalau orang beriman hidupnya bakalan tenang setelah melakukan hal-hal kebaikan. Lain kalau buat gue, hidup gue nggak bakalan tenang sebelum gue ngejahilin lo sampe emosi. So, lo harus inget itu, Na."

Mengelus dada dengan sabar dan menghembuskan napasnya pelan, Redyna mengangguk. "Oke, kalau itu mau lo, Bang. Jangan harap lo dapet warisan dari Papa."

Adiknya ini ada saja yang dapat dilakukan agar Raga harus berhati-hati dengan gadis itu. Ancaman yang selalu Redyna katakan, pastinya warisan. Tanpa pemberian warisan dari papanya, Raga itu bukan apa-apa. Jika sudah menyangkut warisan, beberapa hari Raga akan absen untuk menjahili adiknya. Lalu setelah itu, ia akan kembali menjahili adik satu-satunya ini.

Gavin Is My Husband [Completed in Dreame/Innovel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang