Langit membuka mata, ia tersenyum melihat Windari masih terlelap di sampingnya. Melihat jam di ponsel, Langit memilih menopang kepala dan memperhatikan sang istri lebih lama. Iya, sekarang ia sudah memiliki istri, punya tanggung jawab besar untuk membahagia kan perempuan yang ia pilih menemani sisa hidupnya.
Perempuan yang harus ia jaga hati dan fisiknya.
Terlalu lama memperhatikan Windari, niat usil Langit mulai terbangun. Ia mengelus permukaan wajah sang istri, mengusap alis gadis itu dengan lembut, menoel hidungnya sembari berbisik membangunkan.
Namun, Windari tak juga membuka mata. Istrinya hanya menggeliat dan kembali terlelap. Kini gadis itu bahkan sudah merapat. Melingkarkan kaki ke tubuhnya. Menjadikannya penganti guling.
Menahan tawa, Langit menyingkirkan kaki Windari. "Bangun. Sudah pagi, kamu akan terlambat berangkat sekolah," katanya sembari mengguncang bahu Windari dengan pelan. "Windari."
Windari menggeliat sesaat, sebelum kembali tenang dan menyusup ke dalam selimut
Terkekeh, Langit menarik hidung Windari, membuat gadis itu berteriak sembari membuka mata.
"Om Langit," kata Windari kesal. Ia memukul lengan Langit dan memberi pelototan tajam.
Tega sekali lelaki itu membangunkannya dengan cara seperti ini. Sangat tidak manusiawi sekali. Seharusnya di pagi pertama status mereka yang berubah, Langit bisa lebih romantis. Tetapi ini malah penyiksaan.
Cemberut, Windari kembali memukul Langit yang terkekeh. "Tega sekali," kata Windari.
Langit kembali tertawa, ia merubah posisi tidurnya menjadi telentang, menatap langit-langit kamar sebelum menoleh ke arah Windari. "Kamu di banguni gak bangun-bangun, sih."
"Tapi kan gak harus begini juga banguninya, Om." Windari menguap. "Bisa kali Om lebih lembut seperti-" Wajah Windari bersemu, ia menghentikan ucapannya dan memilih menutup mulutnya dengan selimut.
"Seperti apa?" Langit yang kebingungan kembali menopang dagu, ia menatap Windari dengan kening berkerut. Melihat mata gadis itu yang tampak gelisah tiba-tiba saja membuatnya menebak sesuatu. "Apa seperti ini," kata Langit menarik selimut Windari dan mengecup singkat sudut bibir gadis itu. "Apa seperti itu?" Langit tersenyum melihat mata Windari yang melotot kaget.
Rasanya sangat menyenangkan mengganggu gadis itu. Ada debaran tak biasa di sudut hatinya.
"Om Langit kenapa menciumku?" tanya Windari terbata, ia kembali menutup mulut dengan selimut. Melotot galak pada Langit yang masih menampilkan senyum lebar.
Mereka memang sudah menikah, tapi Langit tentu saja tahu jika perasaan mereka berdua tidak lah saling cinta. Di matanya ciuman hal yang spesial, apalagi di bibir dan Langit dengan teganya merebut ciuman pertamanya, ciuman yang ingin ia persembahkan untuk orang yang ia cintai kelak.
"Memangnya kenapa? Sudah halal ini."
Windari mengerjap. Iya, ya. Mereka sudah menikah, sudah halal melakukan apa pun juga. Kenapa ia bisa melupakan hal sederhana seperti itu. Bahkan dengan bodohnya ia berpikir untuk memberi ciuman pertama pada lelaki yang dicintai kelak. Bikin dosa saja.
"Om benar sih, tapi kan kita baru menikah."
"Apa salahnya. Sentuhan fisik itu perlu untuk pasangan suami istri, kecuali kamu memang ingin kita terus canggung dan berjalan di tempat."
Windari cemberut, dalam hati ia membenarkan semua apa yang Langit katakan. Menikah tanpa sentuhan fisik itu malah terasa aneh. Menghela, ia menatap Langit, wajahnya langsung bersemu saat lelaki itu menatapnya intens. "Mas benar," kata Windari kembali mengingat jika ia harus membiasakan diri memanggil Langit Mas, bukan Om lagi.
"Aku kira kamu harus diingatkan dulu baru kembali memanggilku Mas," kata Langit pelan.
Sudah sedari tadi ia ingin mengingatkan Windari, tapi selalu urung. Ia paham tidak mudah mengganti nama panggilan setelah sekian lama selalu memanggilnya om. Tetapi syukurlah, Windari sadar sendiri dan itu sangat menyenangkan.
"Ish... aku kan tadi lupa," kata Windari menyengir. Ia bangun terduduk dengan selimut masih membungkus wajahnya. Windari malu, ia benar-benar malu. Bekas kecupan Langit bahkan masih terasa sampai sekarang, membuatnya berdebar dan menginginkan lagi.
Menggeleng, Windari mendongak saat Langit ikut duduk di sampingnya.
"Mau mencoba sesuatu yang baru?" tanya Langit dengan senyum penuh arti. Jam masih menunjukkan pukul lima pagi, mereka masih bisa mencoba beberapa hal yang biasa di lakukan penganti baru.
"Mencoba apa?" Kening Windari berkerut, ia menatap curiga sang Suami. Senyum lelaki itu tidak biasa, seperti menyembunyikan banyak hal darinya.
Windari tidak ingin dijebak, ia takut mencoba melakukan sesuatu yang merugikannya.
"Bukan hal mengerikan, kok. Sebenarnya malah menyenangkan, apa lagi untuk kita yang memang harus mengenal lebih dekat satu sama lain," kata Langit pelan. Ia mengulurkan tangan, menarik selimut yang menutupi wajah Windari. Ia terkekeh melihat wajah Windari yang semakin kebingungan.
Menyisir helai rambut Windari dengan jemarinya, Langit berkata, "Mau mencoba tidak, mumpung masih pagi. Masih banyak waktu."
Bertanya-tanya dalam hati, tapi tak juga bisa menebak maksud Langit Windari memilih mengangguk. Apa pun akan ia lakukan asal ini yang terbaik untuk mereka berdua. Embel-embel lebih dekat dengan Langit membuatnya yakin dan percaya jika lelaki itu tidaklah berniat macam-macam.
"Bagus, sekarang mendekatlah," pinta Langit.
Dengan memasang wajah super bingung Windari mendekat, ia melongo saat Langit lagi-lagi menempelkan bibir mereka. "Kok?" kata Windari dengan wajah cengong.
"Bukan kok, ini namanya morning kiss," kata Langit mengedipkan mata. Ia terkekeh dan menarik leher Windari semakin mendekat. "Balas ciumanku." Langit kembali menempelkan bibir mereka, kali ini ia mulai menyesap dan melumat bibir yang sejak bangun sudah diincarnya.
Sepertinya mengajak Windari bolos satu hari tidak ada salahnya. Di sekolah pun ia yakin Windari tidak akan belajar apa-apa. Lebih baik di sini, mereka berdua bisa belajar banyak hal.
TAMAT
Nah ini betulan Tamat, ya. Kalau mau baca kelanjutannya bisa ditunggu ebooknya nanti.
Oya Turun Ranjang udah ada di playstore tuh. Bisa di cek-cek
KAMU SEDANG MEMBACA
Emergency Love (TAMAT)
RomanceWindari mengajukan empat syarat penting sebelum Langit menikahinya. Pertama dia tidak mau pernikahan mereka diketahui banyak orang, terutama pihak sekolah dan teman-temannya. Kedua dia tidak mau berhubungan layaknya suami istri sebelum usia dua pu...