Tak sempat memiliki (spesial)

674 16 0
                                    


Aku memang tak sempat memilikinya tapi aku selalu berusaha untuk membuat nya bahagia,  sebenarnya dalam hati kecilku ku ingin sekali memilikimu seutuhnya, dan bisa bersama mu dan bahagia hanya bersamamu, tapi apalah yang bisa ku lakukan hanya melihatmu bahagia dengan orang lain.

Walaupun tak bersamaku, hatiku pernah rapuh serapuh rapuhnya, hati mana yang tak rapuh dan terluka saat melihat orang yang dicintai bersama orang lain.

kamu perlu tahu itu jauh lebih menyakitkan dibanding terkena kaca, mungkin pilihan terbaik ku adalah pergi menjauh darimu dan berharap kau bisa jauh lebih bahagia dengannya selamat tinggal jangan pernah cari aku lagi, bahagia lah bersamanya aku rela mulai sekarang aku akan membiasakan diri tanpa kehadiranmu.
                           _______________

Start:

Sang mentari telah menampakkan dirinya dari balik kegelapan. Mendatangkan cahaya yang memancar ke sisi dunia. Kehangatan cahayanya menyelimuti  sisa angin malam. Ayam jantan mulai berkokok. Burung-burung mulai berkicau. Orang-orang pun memulai aktivitasnya.

Sepermenit kemudian, cahayanya telah menyelinap masuk melalui jendela. Menyilaukan pandangan gadis yang setengah sadar itu. Dengan muka bantal ia beranjak dari tempat tidurnya kemudian, mendatangi cermin sembari meneliti wajahnya.

“Huhh... Aku harus bergegas ke sekolah.”

“Olivia!!!! Cepat bangun,” teriak ibunya

“Iya, bu...”

Ya gadis itu bernama Olivia. Ia kini langsung mencari seragam dan keperluannya lalu, berlari ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka disertai sesosok figur yang cekatan keluar dari kamar mandi. Kekhawatiran terpampang jelas pada muka Olivia. Tangannya dengan sigap mengambil tas kemudian, memakainya. Kakinya kini melangkah keluar menuju ke tempat makan.

“Olivia!! Ibu sudah menyiapkan bekal. Jangan lupa dibawa!” Teriak ibunya dari dapur

“Baik, bu....”

Olivia memasukan bekal miliknya kedalam tas. Ia berjalan menuju rak sepatu, mengambil sepatu putih dan mengenakannya.

“Ibu... Aku berangkat sekolah dulu,” pamit Olivia

“Iya, hati-hati di jalan.”

“Baik, bu."

Seribu langkah mungkin sudah Olivia lalui. Dari kejauhan terlihat bangunan besar dengan  pagar besi yang menjulang. Tak lupa gapura bertuliskan

“Selamat Datang”

disertai gerbang yang masih terbuka lebar. Tanpa berpikir panjang ia segera masuk ke dalam sekolah. Saat ini keberuntungan berada dipihaknya. Ia tidak jadi terlambat.
Bel masuk berbunyi . Menandakan agar seluruh siswa masuk ke kelas. Olivia sudah duduk di bangku sambil mengeluarkan buku dari dalam tas, menatanya dengan rapi di atas meja diiringi para siswa yang berlari masuk ke kelas masing-masing.

“Olivia terlambat!!!”

“Kamu seperti tidak tahu dia saja. Setiap hari dia selalu begitu, hahahaha!!”

Mengapa setiap hari aku harus mendengar suara mereka? Batin Olivia
Olivia tengah berada di antara dua sahabatnya, Mia dan Amelia. Telinganya lelah mendengarkan suara mereka setiap hari. Mereka tidak tahu betapa nyaman kasur miliknya sehingga ia selalu bangun kesiangan.

“Diam kalian!” jawab Olivia tegas

“Hahahahahahah....” tawa mereka

“Sssssssshhhhttttt.......” 

“Selamat pagi, anak-anak,” sapa Bu Lani

“Selamat pagi, bu.....”

Kegiatan belajar mengajar dimulai seperti biasanya. Suara goresan antara pena dan kertas terdengar nyata. Para siswa begitu tenang mengerjakan tugas. Waktu terus bertambah hingga bel istirahat berbunyi.  Semua siswa berduyun-duyun  mengarah ke kantin.

“Olivia, ayo kita ke kantin,” ajak Amelia

“Let’s go!!” kata Mia

“Aku akan menyusul nanti, kalian dulu saja.” 

“Okeee...” jawab Mia dan Amelia kompak
Mia dan Amelia segera menuju ke kantin. Suasana kelas menjadi begitu tenang. Olivia memasukkan buku ke dalam tas seraya mengeluarkan bekalnya kemudian, bergegas ke kantin.
Kantin telah dipenuhi oleh siswa-siswa. Aroma keringat tercium oleh hidung diselingi suhu panas yang menambah gerah. Lambaian tangan kini mengarah kepada Olivia.

“Olivia!!!”

“Olivia, sini...”

Kakinya mulai melangkah menuju ke arah suara tersebut. Olivia duduk bersama dua sahabatnya sambil menyantap bekal mereka masing-masing. Sementara itu,sesosok laki-laki kini telah berada di belakang Olivia.

“Alvinn!” teriak Mia
“Ayo duduk sini, nanti kita bisa makan bersama.”

ajak Amelia dengan bersemangat
“Baiklah...” jawab Alvin pasrah
Olivia hanya diam termenung. Mungkin ini terdengar lucu tetapi, Olivia sudah menaruh hati pada Alvin selama berbulan-bulan. Bahkan bertahun-tahun, seperti tidak ada laki-laki lain dalam kehidupan ini. Kedua sahabatnya pun tidak mengetahui fakta tersebut. Olivia memendamnya terlalu dalam.

“Halo, mengapa kamu diam saja?” tanya Alvin pada Olivia

“Emm, ti-tidak apa-apa,” jawab Olivia

“Mungkin dia gugup,” oceh Amelia

“Mungkin dia sedang memikirkanmu,” kata Mia terkekeh

“Ti-tidak...” elak Olivia

Waktu istirahat berakhir,  para siswa saat ini berjalan kembali ke kelas masing-masing. Kegiatan belajar mengajar kembali dilaksanakan. Suhu udara yang semakin hari semakin panas nyatanya tidak mematahkan semangat para siswa.

Mereka tengah memperhatikan guru dengan seksama. Sampai saat yang dinanti tiba. Pulang sekolah. Buku-buku yang sebelumnya berada di atas meja kini sudah berada dalam tas. Para siswa sudah siap untuk meninggalkan sekolah.
Bagai semut yang berbaris, para siswa beramai-ramai keluar dari sekolah. Olivia mengayunkan kaki untuk pulang sekolah. Semenjak tadi, akalnya telah terpenuhi oleh berbagai pertanyaan. Bagaimana bisa ia seperti ini? Bagaimana bisa ia memiliki perasaan itu? Bagaimana bisa ia merasa sedalam ini? Darimanakah semua itu?
Olivia menjalani hari-harinya seperti biasa. Hingga tak terasa tahun-tahun telah ia lalui. Perjuangannya telah membuahkan hasil. Ia kini bekerja sebagai sekretaris di salah satu agensi terkenal. Rasa lelah selalu membentanginya. Ia telah memerankan Olivia dengan elok sepanjang kisahnya. Sampai ia telah berada di akhir kisah.
Sang surya seharusnya menampakkan cahayanya. Namun, ia memilih untuk bersembunyi dibalik gelapnya awan.  Diikuti uap-uap air yang mengudara di angkasa. Bertemu dengan gumpalan awan dan menyatu. Petir bergemuruh di sisi cakrawala. Mengantarkan hati pada kegundahan. Rintik air mulai berjatuhan dari angkasa. Keberkahan telah datang ke alam semesta.

Rentang waktu terus berjalan hingga hujan telah terganti oleh rinai. Rinai kini tergantikan oleh Sang surya yang sebentar lagi teralih oleh rembulan. Menyisakan genangan bagi angsa berenang. Namun, sebelum rembulan terlihat. Senja datang terlebih dahulu. Senja dimana siang dan malam berganti, dimana surya dan rembulan bertukar, dan dimana keindahan terjadi. Senja dimana Sang surya hilang dilahap oleh hamparan Ruby lalu terganti oleh bayangan rembulan. Dan di waktu itulah Olivia berada.

Kakinya kini bertatih di antara ribuan ilalang yang berayun terhempas angin.  Sementara matanya bergerak mengagumi keindahan alam semesta ini. Namun, ia kini terfokus kepada dua figur yang bersandar di perahu. Senyuman terbentuk pada raut Olivia. Ditangannya sudah ada benda persegi  lalu, menempatkannya di depan mata berniat untuk menangkap ilustrasi. Sekarang ia telah berada di akhir kisahnya. Diantara keindahan dan takdir yang telah dijanjikan.

Senja telah menghilang.
Matahari pun terganti oleh bulan di sudut cakrawala .
Keduanya tidak pernah bersama
Namun, keduanya saling berkaitan.
Jadi, akan ku rekam semua ini dalam monokrom.
Tuhan telah menciptakan kita.
Alam semesta memang menjanjikan kita untuk bertemu.
Tetapi, Tuhan tidak menakdirkan kita untuk bersatu.
Apabila memilikimu adalah tidak mungkin.
Maka biarkanlah mata ini selalu bergerak.
Mengagumimu dari kejauhan.

Perihal MengikhlaskanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang