2

235 20 5
                                        























Jiyong membuka matanya perlahan, pandangannya kabur ketika seruak cahaya putih menyilaukan matanya. Dia berbaring ditempat tidur yang lembut dengan seprai sutra halus yang kelewat empuk, di dalam sebuah ruangan megah serba putih dengan banyak pilar-pilar tinggi dan ukiran yang sangat asing baginya. Ia mengernyitkan dahinya sebentar, lalu berusaha mengingat kejadian terakhir yang ia alami. Ah, benar, dia bersama wanita yang terbakar itu, masuk ke dalam lautan. Lalu? Dimana ini ? Apa dirinya telah mati? Apakah ini adalah surga?

"Kau sudah bangun.." Seorang wanita cantik dengan rambut coklat bergelombang panjang menatap ke arahnya dengan senyuman lembut. ia berjalan perlahan dengan anggun dan sedikit malu-malu.

Jiyong terdiam sebentar lalu memperhatikan sosok wanita di depannya. Matanya berwarna coklat gelap dengan iris merah muda, pipinya ke pink-pinkan terlihat sangat menggemaskan, ditambah dengan gaun pink dengan banyak bunga warna warni dan sulur-sulur melilit rambut dan tubuhnya. Terlihat seperti peri bunga.

“Apakah kau merasa lebih baik, Jiyong? Kau sudah tidur berjam-jam, lalu aku memilih untuk mengompresmu.” wanita itu bertanya ketika dia sampai di sudut tempat tidur jiyong dan menaruh mangkuk kristal berisi air hangat dan kain kecil di atas meja di sebelah kasur Jiyong.

“Pertama kali teleport dengan Chaerin, aku muntah. Dia memang ganas dan ambisius seperti itu. Bahaya sebesar apapun akan dia terjang. Kau tidak mual kan?”

“Tidak,” gumam Jiyong pelan, tidak berniat menggapi. Ia masih saja bingung dengan situasi yang ia hadapi sekarang. Jiyong hanya butuh penjelasan.

“Aku minta maaf tentang ibumu.” Ucap wanita imut itu lagi, sambil menunduk dan menahan perasaan sedihnya, tanpa bisa menyangkal ekspresi menyesal yang tersirat di wajah imutnya.

“Chaerin merasa sangat sedih tentang hal itu. Dia mengunci diri di kamarnya dan menolak untuk keluar, bahkan luka ditubuhnya tak mau diobati.”

“Siapa kau?” tanya Jiyong. “Dan dimana aku? Terakhir yang aku ingat aku diterjang ombak besar di dalam bola api. Lalu, bagaimana aku masih bisa hidup?”

“Dia tidak bilang apa-apa?” wanita cantik itu mendongak menatap jiyong dan dengan refleks mengangkat kedua alisnya, lalu menggigit bibir bawahnya pelan.

"Ah, ya. Maaf, aku Dara, Sandara. Tidak ada yang perlu kau ketahui. Yang jelas kau akan aman disini. Kau tidak harus memikirkan apapun sekarang. Kau aman.” tambahnya dengan nada sedikit malu-malu. Jiyong hanya memandanginya dengan penuh tanya sambil tetap diam. Aman dimana? Memangnya ini tempat apa? Jiyong bahkan tidak tau dia dimana dan sebenarnya siapa mereka.

“Kau sudah sadar?” sebuah suara terdengar, sontak membuat Jiyong langsung terduduk dan segera menyapukan pandangannya ke arah sekitar. Segala sesuatu di ruangan ini tampak bersinar secara tiba-tiba. Dindingnya yang terbuat dari marmer putih begitu juga lantainya. Pilar-pilarnya menjulang tinggi dan memiliki tirai besar dengan atap kaca yang memperlihatkan bintang-bintang. Elegan dan indah. Dan kini semuanya bersinar.

Seorang pria dengan rambut pirang putih dan mata jernih seperti malaikat berdiri di ujung tempat tidurnya. Tubunya terang. Seterang matahari. Dia yang menyebabkan semuanya bercahaya. Pantulan sinarnya bahkan sangat menyilaukan.

“Bagaimana perasaanmu, Jiyong?” tanya pria itu, dengan nada lembut dan senyuman. Cahayanya yang semakin silau mulai meredup secara perlahan, bersamaan dengan saat laki-laki itu mengampiri Jiyong dan berdiri di sebelah sandara yang masih tampak diam dan malu-malu. Kini sosoknya terlihat sangat jelas.

“Maaf tentang ibumu, tapi kau aman sekarang dan itulah yang benar-benar penting.”

Ucap laki-laki yang kini sudah jelas tampangnya. Wajahnya sayu dan menenangkan, bak malaikat. Sosoknya yang tegap dan tegas dengan pakaiannya putih dengan banyak kalung dan gelang yang terbuat dari rantai-rantai emas, membuatnya semakin terlihat bagai matahari keemasan yang kokoh menerangi dunianya.

Fire in the Water✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang