Shasha menyesal sekarang.
Kalau tadi tidak ngeyel saat dibilangi untuk tetap membawa payung walau hanya hujan gerimis, pasti ia tidak akan terserang flu sekarang.
Tapi apalah daya. Nasi sudah menjadi bubur. Dan Shasha hanya bisa meratapi nasib.
"Sha, lo udah minum obat, kan?"
Tahu-tahu saja, Miya muncul di ambang pintu kamarnya yang memang sengaja dibiarkan sedikit terbuka.
Shasha yang baru mengelap ingus dengan tisu hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Makanya kalo dibilangin, tuh, jangan ngeyel, Sha."
Shasha hanya menunjukkan cengiran lebarnya sebelum Miya berlalu pergi.
Setelah selesai mengelap ingus, Shasha pun mengambil ponsel. Memang sudah menjadi kebiasaan jika sedang sakit pasti akan meng-update status di WA. Dan itulah yang dilakukannya sekarang.
Selesai meng-update, Shasha kembali meletakkan ponsel dan menatap langit-langit kamarnya.
Hastyiiiiii! Hatsyiiii!!
Aduh, kok gini banget, ya?
Tangan kanan Shasha terjulur untuk mengambil tisu yang di lantai dan menyekanya.
Tidur aja kali, ya.
Shasha segera memosisikan untuk tidur. Perlahan kedua matanya pun terpejam.
"SHA! SHASHA!"
Baru sebentar dan mungkin belum ada lima menit, mata Shasha kembali terbuka gara-gara panggilan super heboh itu. Dan tahu-tahu saja, si pemilik suara sudah berdiri di ambang pintu kamarnya.
"Ada nyariin lo, tuh, di depan," ujar Mita, kakak kosnya yang lain. "Udah tak suruh duduk di ruang tamu tapi."
"Siapa?"
"Cowok."
Kening Shasha mengerut.
Siapa, ya?
"Ganteng, lho, Sha."
Shasha refleks beranjak setelah mendengar kata 'ganteng' keluar dari mulut Mita.
Gak. Gak mungkin Kak Davian, kan?
Iya. Soalnya cowok ganteng yang dikenal Shasha, ya, cuma Davian.
"Buruan ditemui sono! Ntar Kakak embat, lho," ujar Mita sebelum mengakhirinya dengan cekikikan dan berlalu pergi.
Akhirnya, perlahan Shasha turun dari ranjang. Tak lupa ia memakai jaket dan mengambil beberapa tisu. Takut ingusnya keluar ke mana-mana di depan si cowok ganteng.
Davian langsung menyambut dengan senyuman saat sosok Shasha akhirnya muncul di ruang tamu kosan.
Shasha yang disenyumi seperti itu hampir saja ambyar kalau tidak berhasil menguasai diri.
"Kamu beneran sakit?" tanya Davian saat Shasha sudah duduk di sofa di hadapannya berbataskan meja panjang rendah.
"Cuma flu, kok, Kak," jawab Shasha. "Kakak ngapain ke sini? Emang malem ini gak praktek?"
Davian terlebih dulu menyodorkan bungkusan plastik yang sedari tadi sudah ada di atas meja sebelum menjawab, "Kebetulan lewat sekitar sini terus ya udah sekalian beliin kamu seblak."
Padahal Davian hanya berbicara demikian sembari menyodorkan bungkusan plastik yang ternyata berisi seblak. Tapi jiwa Shasha rasanya seperti meleleh.
"Sha?"
"Ah. Ya?" Shasha tergagap.
"Gak papa, kan, kamu makan seblak? Takutnya nanti malah tambah sakit," ujar Davian. "Mau beliin bakso tapi ternyata udah habis."
"Gak papa, kok, Kak." Shasha meraih bungkusan itu. "Makasih, ya."
"Sama-sama."
Kemudian hening sampai suara bersin Shasha menginterupsi.
"Ya, udah. Kakak balik dulu. Kamu juga butuh istirahat, kan?"
Shasha mengangguk singkat.
"Kakak keluar sendiri aja, gak usah ikut. Ntar tambah sakit lagi," ujar Davian sembari beranjak. "Jangan lupa dimakan seblaknya. Jangan lupa minum obat juga."
"Iya, Kak," respons Shasha. "Hati-hati di jalan, ya."
Davian mengangguk sebelum mengucapkan salam dan keluar dari ruang tamu kosan Shasha.
Setelah Davian benar-benar pergi, Shasha sudah mau memekik kegirangan kalau saja tidak ada sebuah suara yang tiba-tiba mendahului,
"CIEEEE SHASHA!!!"
Shasha langsung menoleh dan mendapati Miya serta Mita yang entah sejak kapan sudah berdiri tak jauh di belakang.
"Ih, KAKAK!!"
P.s: Aku nulis apaan sih? 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Voice Recorder ; Kim Wooseok
Ficción General[Complete] Davian tak sengaja menemukan sebuah voice recorder saat nongkrong di kantin bersama teman-temannya. Cerita lokal!