[2] Buku Merah

70 24 8
                                    

Semoga halaman halaman yang masih kosong ini akan menjadi tempat untuk menulis hal indah lainnya dalam hidupku.
–Keyra–

––––—————————————


Hujan turun lebat sekali sore itu, suara air hujan yang turun sangat ribut. Aku duduk diam di dalam kamar dan membaca buku pelajaran sambil mendengarkan musik dari handphone melalui headset.

Saat aku sedang asik membaca kudengar samar ada yang memanggil dari luar. Aku berjalan ke luar meninggalkan tumpukan buku berserakan di atas kasur.

"Siapa," tanyaku dari balik pintu.

"Sania."

Aku bingung, Sania siapa ini? Perasaan aku tidak punya teman yang namanya Sania. Dan, apa yang dilakukannya di sini saat hujan seperti ini.

Perlahan aku buka pintu dan tampak lah seorang wanita berambut pendek sebahu masih mengenakan seragam sekolah.

Aku bingung, lalu aku bertanya tujuan dia ke mari. Dia bilang kalau ingin minta diajari pr matematikanya.

"Kenapa harus gue? Keknya gue gak pernah kenal sama lo," ucapku sambil mengerutkan dahi.

"Iya emang, tapi kita satu sekolah. Gue sering liat lo di kantin."

"Trus, tau rumah gue dari mana?"

"Dari teman sekelas lo dulu, kata mereka lo jago matematika. Ya udah gue ke sini."

"Ajarin gue ya," pintanya.

Aku terpaksa mengiyakan, itu pun karena gak enak untuk menolak permintaannya.

Mulai hari itu, Sania sering datang ke rumah. Bukan minta untuk membantunya mengerjakan pr tapi sekedar bermain.

Sania orang yang sangat baik, dia adalah temanku satu satunya yang ku punya setelah aku tidak lagi bersekolah di sekolah umum, seperti anak anak yang lain.

Semenjak homeschooling, aku merasa kesepian. Tapi memang itu jalan terbaik saat ini, 'kan?

Gak ada yang tau penyakitku selain aku dan mama, tapi Sania hadir dihidupku. Sepertinya gak adil kalau aku gak beri tahu dia apa yang terjadi padaku, tapi apa setelah memberi tau hal ini dia masih dapat menerimaku? Aku resah sebelum akhirnya ku putuskan untuk memberi tahunya.

Ku ceritakan padanya awal mengapa aku mengidap Androphobia –phobia terhadap pria–, aku berharap dia percaya dan gak menganggap aku aneh lalu pergi meninggalkanku sendirian lagi. 

Keesokan harinya dia gak datang ke rumah, aku sudah pasrah bila kami gak akan main sama lagi. Tapi aku salah besar, Sania hanya lupa mengabariku dia harus pergi menjenguk kakeknya yang sedang sakit di rumah sakit.

Aku bersyukur, Tuhan masih membiarkan aku bahagia. Setidaknya dengan adanya Sania, alasan aku untuk tetap hidup bertambah satu lagi.

Semoga ini akan menjadi awal yang indah.

Jakarta, 24 April 2019

***

Keyra menutup kembali buku harian merahnya lalu menyeruput habis susu coklat yang sudah sejak setengah jam lalu terhidang di sana.

Dia tersenyum samar, menatap buku kecilnya.

"Apa bakal ada kisah menarik lainnya yang bisa gue tulis?" tanyanya dalam hati.

"Keyra ... yuhu ...," panggil Sania dari luar dan langsung masuk begitu saja ke kamar Keyra.

Keyra mengangkat alisnya, seolah sedang bertanya, "Apa?"

"Ingat gak minggu depan hari apa?" tanya Sania tampak antusias.

"Minggu depan hari sabtu kalau gak salah, kenapa?" Keyra malah balik tanya.

"Ih, gak peka banget sih. Masa gak ingat?" ucap Sania seolah memaksa Keyra untuk mengingat sesuatu yang penting.

"Apaan sih? Buat bingung aja, oh ... minggu depan itu hari valentine? Atau, lo bakal ke Medan buat ngurus perusahaan papa lo di sana?" tebak Keyra ngasal.

"Woi, valentine udah lewat kali dan papa gak ada nyuruh gue ke sana. Au ah, kesel masa gak ingat." Sania menekukkan wajahnya.

"Hehe ... trus apaan dong?"

"Gak tau, lupain aja." Keyra terkekeh pelan, sebenarnya Keyra ingat bahwasanya minggu depan Sania berulang tahun yang ke-19.

"Udah ah, jangan sedih sedih. Mending bantu pilihin warna yang bagus buat gambar desain baju yang kemarin gue gambar," ucap Keyra berusaha mengubah suasana.

"Mana gambarnya, liat."

Keyra mengeluarkan selembar kertas dengan gambar desain baju di atasnya dari dalam laci meja.

"Wah bagus, apalagi kalau warnanya biru biru gitu."

"Um, biru ya. Trus enaknya biru di tambah warna apa, buat hiasan yang di sini," tanya Keyra sambil menunjuk bagian yang dimaksud.

"Bagusnya gini gak sih, warna yang ini biru muda trus buat hiasan kupu-kupunya biru juga tapi biru tua campur putih ditengahnya. Buat garis samping sayap kupu-kupu nya hitam aja," jelas Sania panjang.

"Oke tuh, bakal bagus keknya. Makasih ya udah bantuin," kata Keyra.

"Halah pake acara bilang makasih pula, kayak sama siapa aja. Santai bro, gue bakal selalu bantu lo, ikhlas."

"Eh, anak mama sama Sania lagi ngapain asik banget nih keknya," ucap Rika yang tiba tiba muncul dari balik pintu.

"Ini, Ma ... Keyra lagi minta pendapat aja sama Sania."

"Oh, ini Mama ada bawa camilan. Lumayan kan buat teman kalian ngobrol." Rika terseyum sangat manis lalu mengusap kepala anaknya sebelum dia pergi keluar dari kamar Keyra.

Keyra melamun, membayangkan hasil dari gaun ini nanti. Semoga hasilnya sesuai ekspetasi.

"Key, woi malah melamun. Gue pulang dulu ya ada urusan mendadak, biasa mama minta di anterin ke pasar," ucap Sania sesaat setelah ada notif masuk dari handphonenya.

Keyra menyatukan ujuk jari telunjuk dan jempolnya, lalu ketiga jari lainnya diangkat sebagai isyarat dia mengiyakan.

Sebelum Sania benar benar hilang dari pandangannya, Sania sempat mencomot beberapa camilan dari piring yang dibawa Rika tadi, katanya sayang kalau gak dicicipi.

Setelah Sania pergi, Keyra mengambil pena dari tumpukan kertas di atas meja lalu menulis sesuatu di buku merah kesayangannya.

"Minggu depan hari ulang tahunnya Sania, semoga semua berjalan lancar dan kado ini bisa jadi kado terindah buat dia. Gue harap, Sania gak akan berubah, dia akan tetap jadi sahabat gue walau seiring bertambahnya usia bakal banyak tanggung jawab yang menunggu dan pasti menyibukkan kami berdua." Begitu tulisnya dalam buku itu dan diakhiri dengan menulis tanggal saat ini.

Usai menulis, Keyra mencari ponselnya lalu membuka galeri yang menampilkan foto foto kebersamaan mereka. Slide demi slide dilihatnya dengan senyum yang terus terukir di bibir.

Semoga kebersamaan ini awet sampai mereka menghembuskan napas terakhir. Karena dalam hubungan persahabatan ini tidak ada janji yang mengikat, hanya saling pengertian yang menghormati itu sudah cukup membuat mereka bisa sampai sekarang walau mungkin sesekali ada perdebatan kecil. Tapi hal itu lah yang membuat mereka makin akrab.

Keyra menggenggam erat ponselnya lalu merapatkan ponsel tersebut ke dadanya sambil menutup mata.

"Kita bakal sama terus, 'kan? Jangan coba coba tinggalin gue, karna itu bakal buat hati gue sakit," ucap Keyra sangat pelan seolah berbicara dengan foto Sania di ponsel.





———————————---------------------

Heyoo....
Gimana? Masih mau lanjut baca kan?
Sampai ketemu di kamis depan :*





06 Februari 2020, Pekanbaru.

SERENDIPITY [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang