.
.
.
.
Agak sepi suasana rumah sejak Rika pergi semalam, yang biasanya Keyra selalu di bangunkan oleh suara panggilan Rika kini berganti menjadi suara alarm.
Tidak ada sarapan dengan obrolan singkat dan hangat, Keyra tidak sedang sedih saat ini dia hanya mau menyesuaikan diri dengan keadaan.
Saat Rika di bandara dan menunggu ia sempatkan video call sebentar, agar Keyra boleh tau suasana bandara. Hal itu membuat Keyra sangat senang. Suatu saat nanti dia harus pergi kesana, walau untuk saat ini itu terasa mustahil.
Pikirannya melayang pada kejadian beberapa tahun silam, di mana saat dia ikut menghantarkan almarhum papanya ke terminal bus. Papa Keyra harus ke Surabaya untuk urusan bisnis furniture rumah yang sudah dimulainya sejak empat tahun terakhir.
Keyra begitu sangat bahagia melihat bus yang pergi membawa papanya, ia melambaikan-lambaikan tangan sampai bus itu tidak terlihat lagi.
Keyra rindu papanya. Andai waktu itu papanya pulang saat Keyra ulang tahun dan bukan hari besoknya, kecelakaan bus tidak akan pernah dialami sang papa. Tidak akan ada tangis saat itu. Tidak akan pernah Keyra mengalami ketakutan ini. Karena, seandainya papa Keyra masih hidup ia akan menjemputnya saat pulang sekolah dan Keyra akan selamat sampai rumah. Keyra tidak akan jalan pulang ke rumah dan bertemu pria brengsek yang hampir merenggut serta menghancurkan seluruh masa depan Keyra. Phobia ini tidak akan pernah dialami Keyra.
Keyra kini hanya bisa tersenyum, hatinya pedih harus mengingat hari itu. Keyra masih takut dibayang-bayangi mimpi buruk. Tuhan, Keyra tidak sekuat itu untuk menerima semuanya.
Keyra tidak mau menangis lagi, tapi selalu saja ada alasan untuk ia harus menangis. Keyra juga ingin hidup normal seperti para gadis pada umumnya, jalan-jalan menghirup udara segar di tepi pantai sambil menikmati indahnya semburat jingga di langit, bermain berkumpul dengan teman-teman, mungkin ia juga ingin merasakan memiliki pasangan.
Apa bisa poin terakhir itu terjadi, ralat, apa bisa semua itu ia lakukan. Keyra cukup sadar diri dengan keadaannya.
“Non, susu coklatnya sudah datang. Jangan lupa diminum lagi ya, sayang kalau sudah dingin tidak enak lagi.”
Keyra menoleh ke arah suara, Mbak Anisa datang dengan secangkir susu coklat hangat kesukaannya. Keyra tersenyum dan mengucapkan terima kasih.Keyra ingin mencari kesibukan lain, dari pada dia diam, semua kenangan lama yang menyedihkan akan terputar lagi. Keyra sedari tadi sudah menaruh buku yang dibeli Rika dulu, dia belum habis membacanya. Sisa setengah lembar buku lagi, mungkin.
Satu jam diam hanyut dalam buku, Keyra merasa lehernya akan patah. Lelah menunduk dan duduk di sofa ruang tamu. Keyra bukan tipe yang suka melakukan kegiatan monoton dalam jangka waktu yang lama.
Keyra menegakkan punggungnya dan merenggangkan seluruh otot-otot yang pegal.
Keyra mengambil cangkir susunya, meneguk habis isi cangkir. Keyra mendongakkan kepalanya menatap jam dinding. Sudah pukul 17.05.
Keyra harus mandi. Keyra meletakkan ponselnya di atas tempat tidur, ia berniat akan mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi. Namun, langkahnya harus terhenti, ada suara pesan masuk dari ponselnya.
Jangan dekat-dekat dengan Sania!
Keyra terkejut, siapa yang berani mengirim pesan seperti itu kepadanya. Keyra tidak pernah merasa punya musuh, walau ia membenarkan ada orang yang tidak suka dengannya. Apa mungkin ini orang yang membenci Keyra, dan tidak ingin Sania berhubungan dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY [PROSES TERBIT]
Teen FictionStatus: On Going (proses terbit) "Maksud lo, bisa ketemu sama Keyra itu sebuah ketidaksengajaan yang menyenangkan?" -Aldo ________________________ Ini tentang Keyra, ini tentang hidupnya yang berawal pada ketakutan tidak biasanya. Dia mengidap pho...