[12] Izin

25 2 1
                                    

.

.

.

     Dua panggilan tidak terjawab. Rika agak risau, pasalnya tidak pernah Keyra melewatkan panggilan darinya sampai dua kali. Tapi, Rika tetap mencoba berpikiran positif.

     Pesawatnya baru saja mendarat, Rika sangat lelah dan sedikit pusing akibat penerbangan kali ini. Dia mampir sebentar ke apotek untuk membeli obat sakit kepala sebelum akhirnya menuju rumah.

     Saat sampai di depan pagar, Rika berjalan dengan langkah yang besar masuk ke rumahnya sambil membawa koper dan juga tas berisi oleh-oleh yang begitu berat.

     Tidak ada aba-aba atau ketukan pintu, Rika terlanjur khawatir sehingga dia menerobos masuk begitu saja lagipula ini rumahnya sendiri.

"Key ...," panggil Rika melihat ke sekeliling ruang tamu. Tidak ada orang.

     Rika terus memanggil nama putrinya itu masih dengan menenteng barang-barangnya.

     Pemandangan yang buat Rika terkejut bukan main. Keyra menangis, ada apa? Pikirannya seketika kacau. Dia berlari dan langsung memeluk Keyra dari samping, Keyra sendiri ikut terkejut atas sampainya Rika di rumah sekarang.

"Ma," Keyra menghapus air matanya namun masih sesegukan.

     Rika mengusap lembut rambut wangi anaknya, tangan itu lalu berpindah untuk menangkup wajah Keyra yang terasa makin tirus.

"Kenapa, Nak? Ada yang ganggu?" tanya Rika langsung pada inti kekhawatirannya.

     Keyra menggeleng, karena memang bukan itu alasannya.

     Rika menatap lekat mata Keyra. Keyra membalasnya dengan senyuman hangat yang sangat dirindukan mamanya ini.

     Cukup lama mereka saling memandang, Keyra gantian mengelus punggung tangan ibu tercinta yang masih berada di pipinya.

"Ma, Keyra gak apa. Keyra nangis bukan karena diganggu kok. Hehe, coba liat tv deh," ucap Keyra lembut pada Rika lalu tertawa kecil.

     Drakor. Huh, Rika menggelitiki perut Keyra tanpa ampun. Membuatnya khawatir sepanjang jalan karena tidak mengangkat telepon, itu membuat Rika sebal. Jantungnya bahkan hampir copot saat melihat anaknya menangis tadi, ternyata karena menonton adegan sedih sebuah drama di televisi.

"Kenapa sih ponselnya dibuat mode getar, kamu buat Mama khawatir setengah mati." Rika mendengus kesal setelah mengambil ponsel Keyra yang terletak begitu saja di bawah dekat kakinya.

"Maaf, Ma. Maafin Keyra, ya?" Keyra mengerjapkan matanya beberapa kali. Berusaha terlihat imut agar tidak dimarahi.

     Rika mana bisa merajuk lebih lama pada putri kesayangannya ini. Tidak pernah bisa. Pada akhirnya mereka hanya saling berpelukan yang lama untuk melepas rindu.

"Maaf ya, Ma." Keyra bergumam kemudian semakin mempererat pelukannya.

     Kali ini ucapan maaf karena tidak cerita hal yang sebenarnya membuat ia menangis, sejujurnya drama itu tidak terlalu sedih sehingga membuat Keyra menangis, ada hal lain yang membuatnya sedih. Keyra tidak mau membuat Rika terbebani lagi pikirannya.

     Keyra sedang menangisi hidupnya. Melihat televisi kadang membuatnya sesak saja. Di televisi, ia dapat melihat jelas orang boleh berpergian ke mana yang ia inginkan, wajah ceria mereka membuat Keyra iri.

     Bersyukur, hanya itu yang bisa Keyra terapkan dalam hidupnya. Bersyukur memiliki Rika dan Sania yang tetap setia di sampingnya. Dipikir lagi, hidupnya tidak terlalu buruk juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SERENDIPITY [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang