.
.
.
.
“Woi, pada tau gak?” tanya si pria berambut lebat.
Tiga orang lagi yang jadi lawan bicaranya terlihat acuh tak acuh.
“Apaan sih, ribut aja lo. Kalau gue kalah, lo tanggung jawab, ya,” ancam Arsen si pria berkulit paling putih diantara mereka berempat.
“Santai bro, emang lo main apa?” tanya Raka yang duduk di sebelahnya.
“Main cacing dia, kita lagi mabar nih,” sahut Aldo.
“Hahaha….” Mereka tertawa kencang kecuali Arsen.
“Gak lucu, tau. Eh, lo tadi mau ngasih tau apa. Cepetan, gue mau pergi,” desak Arsen.
“Marah marah mulu lo, cepet mati ntar.”
“Bacot.”
“Jadi gini, gue kemaren lewat dari jalan yang selurusan rumah pak rt kan ya. Nah, gue liat ada cewek.” Penjelasan Devan terpotong karena Aldo.
“Cantik gak, bro?”
“Cantik sih tapi bego, duit dia lima puluh ribu jatuh gue mau balikan dia malah lari masuk ke rumah, kayak orang ketakutan.”
“Gue tau kenapa, tampang lo kayak buronan sih. Jadi dia takut,” ucap Arsen lalu yang lain tertawa.
“Enak aja mulut lo, ganteng kayak Aliando gini dikatain buronan,” jawab Devan membela diri dengan percaya dirinya.
Arsen dan teman temannya yang lain bertingkah seolah ingin muntah mendengar ucapan Devan.
“Terserah lo lah, gue mau pergi.” Arsen pamit lalu pergi begitu saja tanpa memberi tau kemana dia akan pergi.
“Kebiasaan tuh orang.”
“Ikutin, yok,” seru Raka.
🌼🌼🌼
Sania mengikat rapi rambutnya kemudian menyemprotkan parfum dengan wangi vanila ke tubuhnya lalu mengambil tas kecil yang tergantung di balik pintu. Dia bersiap akan jalan ke mall bersama mamanya.“Let’s go! “ seru Sania saat dilihatnya Luna juga sudah siap.
Cuaca memang agak panas tapi tidak menggagalkan niat mereka yang ingin pergi ke luar, karena jarang Luna punya waktu luang untuk bersantai dengan keluarga.
“Ma, mampir ke penjual goreng di ujung jalan ya. Udah lama gak beli, kangen bapak yang jualan, hehe….”
Luna mengangguk pandangan tetap fokus pada jalan. Saat sampai di ujung jalan, Luna memarkirkan mobilnya.
“Neng cantik, mau beli gorengannya, ya?” sapa seorang bapak yang sudah cukup tua, namun semangatnya jiwa muda.
“Iya dong, Pak. Sania beli sepuluh ribu ya, campur aja,” pesan Sania.
“Ke sini sama pacarnya ya, Neng?”
“Bukan, Pak. Sania sama mama. Lagian Sania gak ada pacar,” ucap Sania lalu dia tertawa dan menular ke bapak penjual gorengnya.
“Aduh, bohong aja si eneng. Cantik gini masa gak punya pacar.” Bapak itu lalu menyerahkan sekantong gorengan ke Sania.
“Makasih ya, Pak,” ujar Sania sambil membayar gorengannya dengan uang pas.
Sania masuk ke mobil, tangan kirinya menenteng plastik gorengan dan tangan kanan sibuk memegang bakwan yang sudah digigitnya.
“Mama mau?” tawar Sania.
Luna tentu tidak akan menolak, itu juga kesukaannya. Sesekali makan makanan yang sangat berminyak, bukan masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY [PROSES TERBIT]
Fiksi RemajaStatus: On Going (proses terbit) "Maksud lo, bisa ketemu sama Keyra itu sebuah ketidaksengajaan yang menyenangkan?" -Aldo ________________________ Ini tentang Keyra, ini tentang hidupnya yang berawal pada ketakutan tidak biasanya. Dia mengidap pho...