🌿; luka dan rasa

320 19 2
                                    

"karena lewat bahasa, kita bertemu dalam suatu keadaan bernama pertukaran rasa"

[ sepertinya kalian sudah tahu caranya menghargai seorang penulis ]

📝📝📝

Sudah satu bulan sejak kejadian Aisyah menangis di lobi utama sekolahnya. Dan kini, gadis bercadar itu sedang sibuk dengan tugasnya. Sesekali ia menyeka peluh di dahi, lalu kembali mengangkat tikar-tikar yang sudah terkumpul.

"Butuh bantuan, cantik? " Suara berat lelaki yang sedang bersandar di tiang dekat tangga.

Aisyah hanya menggeleng pelan, lalu mengambil napas dan membuangnya. Gadis itu berusaha mengangkat satu tikar dengan susah payah, menaiki satu per satu anak tangga.

Hingga tikar yang ia peluk erat berpindah tangan, Lelaki dengan senyum manisnya berjalan mendahuluinya tentunya dengan mengambil alih tikar.

"Kalo butuh bantuan bilang, nggak usah gengsi! " Ujar Lelaki itu sesaat setelah meletakkan tikar ke dalam hall atas kemudian menghampiri gadis bercadar yang menunggu di depan pintu.

"Cie nungguin aku ya? "

Tuh kan!

Aisyah mendengus sebal, merotasi bola mata lalu berjalan mendahului lelaki yang memiliki tingkat percaya diri yang tinggi.

"Kok ngambek, cantik? " Lelaki itu masih berusaha menggoda. Kaki panjangnya membuatnya mudah menyusul langkah Aisyah.

"Siapa itu cantik? "

"Kamu"

"Nggak jelas!"

"Nggak jelas gimana? Kamu cantik, dan kamu gadis yang sudah mengisi hatiku"

"Apaan sih nggak jelas! "

"Apa perlu aku bilang disini?" Lelaki itu menatapnya lekat. Sengaja berdiri di depannya untuk menghalangi jika ingin kabur.

"A-apa? "Aisyah mengalihkan pandangannya menatap apapun itu asalkan bukan iris kelam di hadapannya.

Gadis bercadar itu meremat rok sekolahnya. Menggigit bibir bawahnya. Jantungnya berdebar, sayangnya ia tidak punya keberanian untuk mendorong pundak lelaki di depannya untuk menyingkir.

"Kalo mau pacaran harusnya tahu tempat! " kalimat sarkas dari arah belakang membuat kedua remaja itu menatap sang empu bicara.

"Bukannya di tangga, ngalangin jalan! " lanjutnya dengan nada lebih sarkas juga senyum sinis.

"Lo Iqbal kan? Kapten Basket kenapa disini? "

"Razzan! " Aisyah memanggil laki-laki itu, sejujurnya kata-kata yang terlontar dari mulut Razzan telah melukainya.

Apa tadi katanya? Pacaran?

"Kenapa? Mau belain pacar kesayangan lo ini? "

"Kamu kenapa sih?! "

Razzan tersenyum sinis, senyum yang belum pernah Aisyah lihat sebelumnya. Menatap gadis di hadapannya dengan tatapan tajam.

"Lo itu akhwat bercadar, tapi seolah nggak punya rasa malu! "

Aisyah mengepalkan kedua tangannya, menggigit bibir bawahnya. Gaya bicara Razzan sudah berbeda bukan aku-kamu lagi, melainkan lo-gue. Entah apa yang membuat lelaki sedikit kata itu mengeluarkan kata-kata menyakitkan.

"Seharusnya lo itu malu berduaan sama ikhwan apalagi bukan mahram, ternyata lo nggak sebaik yang gue pikirkan ya, Syah? "

Aisyah memejamkan matanya. Berusaha untuk tidak menangis mendengar kata-kata menyakitkan itu. Namun usahanya gagal, air mata itu jatuh tanpa permisi, membuatnya terlihat lemah.

Cinta dalam Diam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang