5

130 22 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


               "Ahjussi!"

               Yoongi mendesis, sesekali mengumpat pelan saat Jirae dengan perlahan membantunya berjalan memasuki rumah. Ada lagi yang salah dengan pendengarannya. Jirae menangis.

                "Jirae-ya, berhentilah menangis. Yang sakit disini aku, bukan kau." Ujarnya diselingi senyuman.

               Jirae yang wajahnya sudah memerah sejak tadi, balas menatap Yoongi dengan kesal. "Ahjussi, aku sungguh tidak mengerti denganmu. Sakit-sakit begini, masih sempatnya tersenyum." Ia memukul pelan punggung Yoongi. Masih dengan raut sembabnya, gadis itu membawa tubuh tegap Yoongi sampai ke kamar dan menurunkannya di ranjang dengan perlahan.

               "Tolong ambilkan perban disana." Pria itu menunjuk laci meja yang letaknya ada di pojok kamar.

               Selagi Jirae berjalan mencari perban yang dimaksud, Yoongi dengan cepat merobek celana hitamnya hingga lutut yang langsung menampilkan luka seukuran biji kopi tampak bersarang disana. Dengan perlahan, ia mengeluarkan peluru itu dan melemparnya kesembarang arah. Langsung saja rasa sakit itu menjalar dengan cepat hingga membuatnya harus menahan teriakannya agar Jirae tidak bertambah khawatir.

               Bagi Yoongi, mendapat hal-hal semacam ini bukanlah hal baru lagi. Terakhir ia terkena tembakan---entah itu berniat memang untuk melukainya atau juga peluru nyasar---setidaknya sebulan yang lalu saat ia dan tim kantornya sedang melaksanakan tugas pencarian. Dan ini merupakan yang pertama kalinya Jirae ikut terlibat dalam penembakan itu, kerena sebelumnya, saat penembakan sebulan yang lalu itu, Yoongi memutuskan untuk tinggal di apartemen miliknya untuk sementara waktu dan pulang ketika lukanya sudah membaik.

                "Ahjussi, kau mengeluarkan pelurunya... sendiri?"

                Yoongi mendesis. "Sudah dapatkan perbannya? Tolong bantu aku melilitnya." Ujarnya mengalihkan pembicaraan.

                Soal gadis itu, ia memiliki perasaan khawatir dan panik yang bisa dibilang terlalu berlebihan. Ya, mungkin bisa jadi atas meninggalnya sang kakak hingga ia bisa berperilaku demikian. Tapi, itu juga yang menjadi alasan kenapa Yoongi selalu menutupi kejadian sebulan lalu saat penembakan itu terjadi.

                "Ahjussi, apa sakit?" Tanyanya saat perban itu sudah sempurna melilit ditungkai Yoongi.

                "Ani." Jawabnya yakin sambil memperbaiki letak ikatan perbannya. Meskipun dalam hati ia ingin mengumpati siapa orang yang menembaknya itu.

                "Ahjussi, jangan bercanda. Lukamu itu sangat dalam. Lagipula, siapa yang berniat menyakitimu seperti itu?"

                Entah kenapa, mendengar setiap cerocosan gadis mungil itu, selalu membuat senyuman terbit dibibir Yoongi. Pikirnya, gadis itu terlihat lebih lucu dari biasanya saat bibir ranum itu maju, sedangkan ia tengah mengocehkan sesuatu. Pria itu jadi gemas sendiri.

YOON AHJUSSI [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang