15 - Ketika pelangi tidak muncul setelah hujan

2.3K 233 11
                                    

Mew duduk di hamparan pasir pantai sembari memandang bintang yang bertaburan di atas langit. Suara deru ombak menemaninya malam ini. Sunyi dan sepi kini ia rasakan memenuhi hatinya.

Dia merogoh saku celananya dan mengambil sebuah dompet berwarna hitam miliknya. Disana dia melihat sebuah potret dirinya dan Oreo sedang berpelukan dengan senyum yang cerah. Satu tahun lalu tepatnya, saat dirinya menyatakan cinta untuk pemuda lucu itu.

Manik matanya jatuh, dia menatap potret itu dengan tatapan kecewa, sedih dan juga gelisah.

"Harusnya sekarang ada kamu O. Disini, disampingku. Menatap jutaan bintang dilangit dengan suara ombak yang menemani" ucapnya sambil mengelus wajah Oreo.

Mimpi itu kini melintas lagi di benaknya. Mimpi mereka berdua untuk melihat hamparan bintang ditemani suara ombak yang bersahutan. Namun seakan mimpi itu harus sirna begitu saja saat mereka bahkan belum mencobanya. Bahkan Mew sekarang tidak berani untuk membayangkan akan seindah apa kalau mimpi itu menjadi nyata. Bukan bahagia yang ia terima, namun luka.

Dia yang memutuskan, dia pula yang terluka dibuatnya. Sakit.

"Mew..."

Suara Gulf memecah keheningan malam. Pemuda itu menyusuri pantai mencari keberadaan Mew. Untuk apa lagi kalau bukan untuk meluruskan apa yang terjadi tadi.

Mew segera memasukan kembali potret itu ke dompet miliknya. Dia segera memghampiri Gulf yang dia yakin tidak jauh dari tempatnya sekarang. Sebisa mungkin dia membuang jauh-jauh perasaan gelisah yang tadi tergambar jelas di wajahnya. Dia hanya tidak mau pemuda itu khawatir terhadapnya.

"Mew..."

Mew mengejutkan Gulf dari belakang. Dia memegang pundak pemuda itu dan Gulf terkejut bukan main.

"Sial!" pekik Gulf yang hampir melompat karena terkejut.

Mew terkekeh.

"Mew! Kaget tau!!"

Mew masih sibuk tertawa puas "Gitu aja kaget, heran gue"

Gulf menatap Mew dengan lekat.

"Kenapa Gulf?" tanya Mew sambil memegang pundak Gulf pelan "Maaf yah, lo terkejut apa lo ada riwayat sakit jantung?"

Gulf membalas pegangan Mew di pundaknya. "Maafin gue Mew" manik mata pemuda itu beradu dengan mata indah Mew

Mew seperti bicara dalam diam. Bertanya ada apa dengan pemuda dihadapannya ini.

"Soal tadi. Gue sama sekali gak maksud buat nyakitin perasaan lo, gue.." dia meghentikan ucapannya, dan tanpa aba-aba dia memeluk tubuh jangkung Mew

"... gue gak tau ada apa sama gue. Kadang gue kesel sama lo, kadang juga gue nyaman sama lo" sambungnya

"Gulf? Ada apa?"

"Mew, lo bisa gak?"

Mew mendekap pemuda itu erat "Apa Gulf?"

"... lo bisa gak sih liat tanda dari gue?" sambungnya

Mew terdiam membisu. Tubuh Gulf masih di pelukannya. Tangan yang tadi membalas pelukan Gulf kini jatuh. Sementara Gulf semakin mempererat pelukannya.

"Maksud lo apa Gulf?" wajah Mew berubah serius. Manik matanya tidak ia lepaskan dari tubuh Gulf yang ada di pelukannya

"Sekali aja Mew lo baca tanda dari gue, sekali aja"

Mew melepaskan pelukan Gulf. Entah harus senang atau marah, yang jelas perasannya masih samar untuk pemuda didepannya ini.

"Gue sama sekali gak ngerti apa maksud lo, apa yang mau lo sampein ke gue dan..."

Gulf mendengus "Udahlah. Emang lo gak pernah bisa baca tanda itu Mew, semua tanda gue hanya berlalu gitu aja"

"Gulf.. Gulf..." Mew mencoba memegang tangan pemuda itu, namun dengan sigap Gulf menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya.

"Mew, semakin lama lo diam di masa lalu lo, menunggu bahkan tidak berbuat sesuatu..." Gulf lagi-lagi memotong kalimatnya, tubuhnya kini mundur beberapa langkah

"... Jangan pernah berharap pelangi akan muncul setelah hujan"

Setelah mengatakan itu Gulf meninggalkan Mew sendirian. Menangis? Tidak, pemuda itu tidak menangis atau menjatuhkan air matanya. Hanya saja wajahnya merah padam. Malu bercampur marah sedang berkecambuk didadanya.

Mew yang sebenarnya tau apa maksud Gulf hanya diam, tidak ada niat menyusulnya. Sudah jelas, pemuda itu ia tolak mentah-mentah. Hatinya masih untuk pemuda lucu dengan panggilan Oreo, biskuit hitam dengan rasa cream yang manis itu.

Namun, semakin ia berharap pada pemuda itu. Rasa sakit semakin ia rasakan, hatinya bahkan tidak bisa menerima kalau pemuda yang amat ia cintai sudah dengan yang lain. Bercanda bahkan tertawa sudah lebih dari cukup untuk merelakan pemuda itu dari hidupnya.

Bayangan itu kembali terlintas dibenaknya, tepat kemarin malam saat dirinya akan pergi menemui Oreo di gedung asrama dengan niatan ingin mengajak pemuda itu kembali menjalin hubungan, tapi kenyataan justru tidak memihaknya.

Tubuh Mew terpaku ditempat, manik matanya menatap lurus dua orang yang sedang asik bersenda gurau tidak jauh dari tempatnya berdiri. Saling memcoba ice cream mereka bergantian, bahkan memakai kaos dengan warna yang sama.

"Setidaknya sekarang kamu udah bahagia O. Adakalanya hati harus terlatih patah hati dulu untuk merasakan cinta yang sebenarnya..."

"Pelangi sudah muncul Gulf, gue lihat" desisnya sembari menyobek potret dirinya dan Oreo menjadi dua bagian.

***

"Gulf, ada apa?"

Mean dan Plan datang menghampiri Gulf yang terlihat membereskan tas ransel yang tadi ia bawa. Dia memasukan barang-barang kedalam tas.

"Mean. Gue pulang duluan yah. Ada urusan yang harus gue selesaikan"

"Sekarang? Malam-malam gini?"

Gulf bangkit, kini dia sudah bertatapan dengan Mean dan Plan. "Gue titip Mew yah, bilang sama dia gak usah cari gue lagi"

Setelah mengatakan itu Gulf pergi. Suara pintu kayu yang tertutup menimbulkan suara nyaring yang keras. Mean dan Plan yang masih heran hanya bisa berdiri mematung ditempat.

Selang beberapa menit setelah kepergian Gulf, Mew datang.

"Gulf!" teriak Mew sambil antusias mencari keberadaan pemuda itu

Mean yang sedang membuat kopi hangat segera menghampiri Mew.

"Dia udah balik duluan. Katanya ada urusan"

Mew heran "Balik? Ke kota?"

Mean mengangguk "Dan katanya lo jangan cari dia lagi" sambung Mean sambil meniup kopi panas di cangkir miliknya

"Sial" desis Mew kemudian berlari mengerjar kepergian Gulf.

Mew segera menaiki mobilnya. Tidak lupa dia mencoba menghubungi handphone Gulf namun tidak kunjung ada jawaban.

"Gulf, lo dimana sih. Maafin kebodohan gue, gue sayang sama lo"

Sinar lampu mobil miliknya menembus gelapnya malam. Matanya terus menoleh ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan Gulf. Namun nihil.

"Gulf angkat Gulf. Gue gak mau kehilangan lo, please angkat, gue mohon"

Namun beberapa kali pun Mew mencoba menelpon pemuda itu, tidak ada jawaban. Seakan Gulf ditelan oleh bumi. Lenyap begitu saja.

Kini mobilnya sudah masuk ke perbatasan kota. Lampu jalan sudah membuka jalan panjang nan gelap yang tadi ia telusuri, namun sosok Gulf tidak berhasil ia temukan. Dengan perasaan kesal dan gelisah dia memarkirkan mobil hitamnya di samping jalan.

Dengan keras dia memukul stir mobil hingga sikunya berdarah.

"Pelangi gak akan pernah muncul kalau hujan gak berhenti bukan. Hujan sudah berhenti Gulf, dan pelangi itu terlambat datang. Kebodohan yang gue lakuin akhirnya malah mengacaukan semuanya" seru Mew sambil terisak.

****

TBC

Can you see my sign [Completed] SUDAH TERBITT!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang