part 11

1.8K 83 14
                                    

Sebuah cafe bernuansa klasik terlihat ramai pengunjung saat menjelang senja. Dengan background bingkai jendela berwarna-warni di dindingnya, membuat tempat itu terlihat unik. Disusun secara acak, bingkai yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan itu justru memberikan kesan artistik. Di bagian tengah salah satu sisi terlihat sebuah grafiti dengan tulisan 'Black Side Cafe'

Pria yang masih menggunakan pakaian kerja itu terlihat berjalan melewati deretan meja pengunjung.

"Woy, Bang. Lama nih baru keliatan."

Sapa seorang barista yang tengah meracik kopi di balik meja kerjanya.

"Lagi sok sibuk aja gue, Hahaha. Mana bos lo?"

"Ada, belom lama naik ke atas."

"Oke, gue langsung naik aja," ucap Arkan menaiki tangga.

"Nggak ngopi lo, Bang?"

"Boleh lah, machiatto aja kek biasa."

"Sip, ntar gue anterin keatas."

"Thanks bro."

Mengentuk pintu, Arkan lantas memasuki sebuah ruangan di lantai atas dan menutup kembali benda persegi berwarna hitam itu. Sekitar setengah jam lamanya, setelah dirasa keperluannya telah selesai, Arkan keluar dan kembali menuruni tangga.

"Udahan, Bang?

"Yoi, Kitchen lagi crowded enggak?" tanya Arkan setelah duduk di sebuah bangku tinggi di depan meja barista.

"Enggak si kalo sore gini, paling entar agak maleman."

"Makin rame terus ya, Wa?"

"Ya gitu, Bang. Asal pinter-pinter kita aja bikin inovasi menu biar enggak bikin bosen pelanggan."

Mengangguk, Arkan mengambil gawai dari saku bajunya. Mengetik sebuah pesan.

"Abang di luar."

Tak lama, centang dua itu berubah warna biru.

"Abang jemput aku?"

"Geer …."

Sebuah balasan dengan emoticon sedih Arkan dapatkan. Ia tertawa pelan, kembali membalas.

"Jelek, hahaha. Ayo buruan."

"Bentar, lagi siap-siap."

"Abang tunggu di mobil."

Memasukkan gawainya, Arkan bersiap untuk pergi. Lalu, mengambil kunci mobil yang ia letakkan di meja barista.

"Enggak nongkrong dulu, Bang?"

"Keburu malem entar Wa."

"Jiah, yang udah punya istri mah beda ya, Bang. Pen buru-buru pulang aja gitu bawaannya. Jadi pengen."

"Hahaha. Sa ae lo. Kerja dulu yang bener, baru cari istri. Cabut dulu, Wa."

"Siap, Bang."

Sekitar lima menit menunggu di balik kemudi, terdengar ketukan di jendela kaca mobilnya. Gadis itu masuk setelah Arkan membuka pintu dari dalam.

Menoleh, Arkan tersenyum melihat wajah yang tampak cemberut itu. Lalu, mengacak pelan rambut sebahu gadis itu sebelum mengarahkan setir mobil keluar dari parkiran.

"Sebel ah, sama Abang."

"Sorry, abang sibuk akhir-akhir ini."

"Capek banget ya, Bang?"

"Yah … namanya orang hidup. Ada emang yang enggak capek?"

Terdiam, gadis itu menatap Arkan dengan pandangan entah.

Abangku SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang