part 2

4.2K 69 2
                                    

#Abangku_Sayang 2

Arkan turun dari motor besarnya dan bergegas masuk rumah yang tampak sepi. Masih pukul enam pagi, apa mungkin Nadia masih tidur?

Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi saat Arkan masuk kamarnya. Pria itu melepas baju yang melekat di tubuh, hanya menyisakan celana panjang bahan yang dipakainya, lalu duduk di tepi ranjang membuka gawai. 

[Abang, makasih buat tadi malem]

Arkan menarik napasnya. Terlintas kembali bagaimana ia melewati malam bersama Kinan. Gadis yang selama ini ingin selalu ia lindungi. Di usianya yang masih belia, terlalu banyak peristiwa memilukan yang harus dialaminya. Dan Arkan, takan sanggup menambah luka hati  gadis itu dengan meninggalkannya sendirian.

[Hm … jaga kesehatan]

Arkan mengangkat wajahnya saat terdengar suara pintu kamar mandi terbuka. Netranya bertatapan dengan manik bulat milik wanita yang kini tampak terkejut tengah berdiri hanya berbalut handuk.

"Abang, kapan pulang?"

"Baru aja," jawabnya tak lepas memandang Nadia. Gelanyar itu datang saat melihat lekuk indah wanita itu. Ayolah, Arkan lelaki normal. Sekalipun belum ada rasa cinta di hatinya, tapi kadang nafsunya memang sesialan itu.

Nadia terlihat salah tingkah. Biasanya ia akan mengganti bajunya di kamar mandi jika Arkan berada di kamarnya. Ia melangkah menuju lemari pakaian, mengambil baju ganti yang akan ia kenakan. Namun, sebuah tangan melingkar diperutnya saat wanita itu menutup pintu lemari.

"Harum … Aku suka wanginya."

Hembusan napas Arkan yang sedikit memburu menerpa tengkuknya. Nadia bukan wanita lugu yang tidak memahami maksud pria itu. Mereka beberapa kali sempat melakukan, meskipun ia sendiri bingung entah apa menyebutnya. Bercinta? Ah, bahkan ia tak yakin Arkan merasakan debaran itu untuknya. Mungkin bisa dibilang, hanya sebatas kewajiban sebagai suami istri? Entahlah.

*

"Abang, ga ke kantor?" Tanya Nadia tanpa menatap suaminya. Ia berbaring miring memunggungi Arkan.

"Biar Dave aja yang handle, Abang capek, ngantuk."

Terdiam, Nadia kembali teringat bagaimana semalam Arkan begitu tergesa meninggalkan rumah. Entah apa yang membuat pria itu tampak gusar.

"Semalem, Abang kemana?"

"Apa kita akan mulai saling mencampuri urusan masing-masing?" jawab Arkan dingin.

Hening. Tak ada lagi kata yang terucap dari bibir keduanya. Arkan yang kemudian mulai terlelap dan Nadia yang kini menertawakan kebodohannya.

Memang apa yang ia harapkan? Bukankah dari awal pernikahannya seperti sebuah pentas seni, di mana ia hanya sebagai lakon yang harus memerankan tugasnya dengan apik sesuai harapan sang sutradara? Benar, ia hanya ingin semua berjalan sesuai harapan ayahnya, lelaki hebat yang sudah terlalu banyak berkorban untuk hidupnya selama dua puluh tiga tahun ini. Jadi, ia hanya cukup terlihat bahagia dengan pernikahannya, sekalipun hanya sebuah kebahagiaan semu.

Nadia bangun, bersandar pada tumpukan bantal di belakang punggungnya. Menatap Arkan yang tampak damai dalam tidur. 'Sanggupkah aku terus menjadi orang asing buat kamu, Bang? Jika dengan mata tertutup saja, kamu telah mampu menciptakan desiran halus di dalam sana.'

Nadia menggelengkan kepala mengenyahkan apa yang terlintas dalam pikirannya. Ah, Mungkin mandi dan menyiram kepalanya akan membuat pikiran bisa kembali normal. Ia bangkit, lalu memungut handuk yang tadi dilempar Arkan di samping ranjang.

Langkahnya terhenti saat terdengar bunyi notifikasi pada gawai Arkan di atas nakas. 'Apa mungkin pesan penting? Jangan-jangan itu Dave yang menanyakan masalah pekerjaan?' ucapnya dalam hati. Ragu-ragu Nadia membukanya.

Sebuah pesan dengan pengirim Little Q.

[Abang, dompetnya ketinggalan di rumah]

Abangku SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang