part 13

1.7K 84 5
                                    

Sudah berlalu lebih dari seminggu sejak kepulangan mereka dari Lombok. Kini Nadia tak lagi bersikap dingin seperti sebelumnya. Ada binar baru yang terlihat dari netra indahnya, juga lengkungan senyum yang kerap menghiasi bibir yang kini menjadi kesukaan Arkan itu.

Tak jarang Arkan mendapati wanita itu tengah menatapnya penuh cinta. Sejak pengakuan Nadia di lombok tempo hari, ia tak lagi segan menunjukan perasaan padanya. Bahkan terkadang ia bisa bersikap manja, satu sisi dari istrinya yang baru ia ketahui. Ah, bukankan semua wanita memang manja? Iya memang, tapi untuk wanita dingin seperti nadia, sikap manja itu membuat Arkan merasa dibutuhkan, dan ia menyukainya.

Namun, malam ini Arkan tak melihat binar indah itu di mata istrinya. Nadia tampak sibuk membaca novel, mengabaikan dirinya. Salah Arkan memang, harusnya ia sadar jika kondisinya berbeda sekarang. Mereka sudah seperti pasangan normal pada umumnya, jadi harusnya ia bisa berusaha untuk lebih peka. 

"Abang beneran lupa, maaf," ucapnya duduk di samping Nadia yang kini bersandar pada kepala ranjang.

"Hm …."

"Kamu marah sama abang?"

"Kenapa harus marah? Mungkin memang aku nggak cukup penting, jadi wajar kalo Abang lupa."

Jadi, hari ini Arkan pulang terlambat karena ada beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan. Sialnya, ia lupa memberi kabar pada sang istri. Mungkin karena kebiasaan sebelumnya Nadia tak pernah protes dengan waktu pulangnya. Ingatkan Arkan untuk mencatat satu hal, bahwa interaksi keduanya sejak honeymoon sangat berbeda. Jadi, ini memang murni salahnya karena lupa memberi kabar.

Arkan menelan saliva, merasa tertohok dengan apa yang diucapkan istrinya.

"Hei, kenapa bilang begitu?"

"Kenapa? Ada yang salah?" Nadia menutup bukunya, lalu meletakkannya di atas nakas.

"Tenang aja, aku udah biasa, kok, diabaikan. Jadi udah kebal," lanjutnya.

"Nad, hei … bukan begitu."

"Udah malem, aku ngantuk." Merebahkan tubuh, Nadia menarik selimut dan memejamkan mata.

Sial, istrinya benar-benar merajuk. Bukannya dulu Nadia biasa bersikap seperti ini? Dingin. Tapi kenapa sekarang rasanya berbeda? Ada yang berdenyut di dalam sana ketika sadar bahwa ternyata sikapnyalah yang telah menimbulkan luka di hati istrinya.

Arkan merebahkan tubuh menghadap Nadia, memandang wajah istrinya yang terpejam.

"Maaf," ucapnya mengusap pipi Nadia beberapa saat. Tanpa disangka, wanita itu membuka matanya. Lalu, memiringkan tubuhnya hingga keduanya berhadapan.

"Aku yang minta maaf, kekanakan banget nggak, sih?" tanyanya seraya mendengkus.

Arkan mengangkat sebelah tangannya, memainkan rambut panjang Nadia yang tergerai indah.

"Wajar, kok. Kamu khawatir sama Abang?"

"Hm … lain kali kasih kabar."

"Iya, jangan bosen ingetin, ya. Mungkin karena belum terbiasa."

"Yaudah, tidur. Abang pasti capek."

"Langsung tidur?" tanya Arkan dengan seringai di wajah. Tangannya turun menyentuh pinggang Nadia, lalu mendekatkan bibir keduanya. Namun, terlebih dahulu Nadia mendekatkan bibir di telinga pria itu, lalu berbisik. "Aku lagi dapet." Seketika Arkan ingin mengumpat saat ini juga. Sialan!

***

Minggu sore. Keduanya memutuskan untuk pergi nonton. Katakan mereka seperti pasangan remaja alay, tapi whateverlah … toh rasa itu mereka yang punya. Rasa berbunga kala mencipta momen mesra bersama yang tercinta. Jadi, siapa yang peduli dengan pandangan orang?

Abangku SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang