Part 15

1.3K 75 8
                                    

Arkan mengerjapkan mata, berusaha menghilangkan hawa dingin dengan memeluk tubuh istrinya. Namun, hanya sebuah guling yang ia dapati. Sementara suara gemericik air terdengar dari kamar mandi. Mungkin Nadia sudah bangun dan tengah membersihkan diri, pikir Arkan. Lalu, ia kembali memejamkan mata yang masih terasa berat karena semalam tidur cukup larut

Matahari telah menunjukkan sinarnya, memakai sebuah kaos oblong berwarna navy, Arkan keluar kamar. Didapatinya si Mbok-asisten rumah tangganya--tengah menyiapkan sarapan di dapur.

"Loh, tumben, Mbok dateng?"

"Mbak Nadia yang telefon tadi. Si Mbok suruh masak."

Arkan mengerutkan kening, tak biasanya Nadia meminta si Mbok datang di hari libur. Biasanya, ia lebih suka menghabiskan hari minggu untuk mencoba resep baru, lalu Arkan yang akan menghabiskannya. Jangan salahkan jika perut sixpacknya semakin membuncit nanti jika sang istri selalu saja menjejalinya dengan makanan enak.

"Nadianya kemana?" tanya Arkan seraya menyeruput kopi di atas meja.

"Keluar tadi, Den."

Si Mbok meletakkan sepiring nasi goreng di meja.

"Maaf ya, Den. Kalo rasanya kurang enak. Saya nggak jago masak kayak Mbak Nadia."

"Nggak papa, makasih."

"Mbak Nadia itu udah cantik, penyayang, pinter masak pula. Kemarin aja sampe seharian nyiapin masakan buat makan malem."

"Makan malem?"

"Iya, katanya mau makan malem romantis sama Den Arkan."

Arkan berhenti mengunyah, menggali kembali ingatannya. Semalam ia pulang cukup larut dan Nadia telah tertidur pulas di kamar. Nampaknya tak ada yang terkesan spesial seperti yang diucapkan si Mbok. Atau ia terlalu lelah hingga melewatkan sesuatu dan tak menyadari itu semua?

Dengan berbagai pertanyaan yang berputar di kepala, Arkan bergegas masuk ke kamarnya mencari gawai. Ah, selalu saja begini, kenapa istrinya itu selalu saja memendam masalah? Sementara ia bukan cenayang yang bisa memahami isi kepala wanita itu. Arkan merutuk dalam hatinya.

Mambuka kolom chat pada aplikasi WhatsApp, Arkan bermaksud mengirim pesan pada Nadia. Namun, matanya tertuju pada nama teratas. Seingatnya chat terakhir ia kirim untuk Dave. Lalu kenapa …?

"Sialan!" Ia mengumpat saat membuka chat terakhir dari Kinan semalam. Jam satu dini hari. Artinya, Nadia yang membuka pesan dari gadis itu ketika Arkan telah tertidur.

Mencari kontak Nadia, Arkan segera menghubungi nomor istrinya. Sayang, hanya suara operator yang menjawab.

"Ah, sial!" Lagi-lagi Arkan mengumpat. Semalam, ia memang hendak memberi tahu Nadia bahwa ia pulang sedikit larut karena ada urusan yang harus diselesaikan. Namun, gawainya kehabisan baterai sejak ia sampai di hotel dan lupa untuk mengisinya. Baru setelah tiba di rumah ia mengisi dan menyalakannya.

Dua jam menunggu, istrinya tak kunjung pulang. Kecemasan mulai merambat di hatinya. Jadi apa memang benar Nadia membaca isi chatnya bersama Kinan?

"Ck, bego banget sih, gue!" rutuknya. Lelah menunggu, ia pun bergegas mengambil jaket dan kunci motor besarnya. Membelah jalanan kota Jakarta. Arkan tahu, Nadia tak punya hubungan yang cukup dekat dengan teman ataupun saudaranya. Jadi, tujuan utamanya tentu saja ke rumah sang Ayah mertua.

Sampai, Arkan memarkir motornya. Ada sebuah HRV hitam yang ia tahu bukan milik ayah Nadia. Mungkin memang sedang ada tamu. Pikirnya

"Jemput Non Nadia, Den?"

"Eh, iya, Pak. Saya masuk dulu ya."

"Silahkan, Den."

Mamasuki ruang tamu, keadaan sepi. Arkan melangkah menuju ruang santai, sama saja. Lantas di mana istrinya? Langkahnya terhenti di pintu penghubung ke arah taman. Di sana, istrinya tampak duduk berdua bersama seorang pria. Tunggu, bukankah itu Gilang? tanyanya dalam hati.

Abangku SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang