Part 16

1.5K 70 21
                                    

Sudah terlampau sering Nadia memendam perasaan. Sejak kecil, ia terbiasa melakukan itu semua di depan sang ayah. Jadi, bukan hal sulit saat kini ia harus bersikap seolah-olah semua baik-baik saja. Menampilkan senyum terbaik saat bertegur sapa dengan orang-orang di luar dunianya. 

Ya, ini dunia Arkan. Karena bagi Nadia, dunianya adalah kesunyian. Sebelum pria itu hadir membuat banyak keributan yang memorakporandakan hatinya. Ia kerap merasa bingung dengan perasaannya. Sesaat timbul rasa yang membuncah, kemudian kesedihan tanpa permisi tiba-tiba merayap pelan di sana. 

Lalu, entah apa yang ada di benak Arkan malam ini. Alih-alih membawanya pulang dan menyelesaikan masalah mereka, pria itu justru mengajak Nadia ke sebuah acara pesta pernikahan. Setelah sebelumnya menyulap penampilan istrinya di sebuah salon ternama. 

"Abang kapan dateng?" Suara lembut seorang gadis menyapa. Sejenak, Nadia memindai penampilan gadis belia yang ia taksir berusia beberapa tahun di bawahnya. Cantik, mata birunya seakan-akan menjadi sebuah magnet yang bisa membuat orang tertarik dalam sekali tatap. 

"Belum lama, lima belas menitan. Semua oke, kan, Ki?" Ada yg berdentam kencang di dalam dada Nadia saat mendengar suaminya menyebut nama gadis itu. Apa ia gadis yang sama dengan nama kontak Little Q di gawai Arkan?

"Beres ko, Bang," jawab gadis itu dengan senyuman tersungging di bibirnya. 

"Good. Nggak salah abang pilih kamu. Oh iya, kenalin ini istri abang."

Gadis itu menatap sesaat. Entah hanya perasaan Nadia, atau memang benar ia terlihat sedikit kikuk? Mengulurkan tangan, Nadia mencoba memberikan senyum terbaik. 

"Nadia."

"Hai Kak, aku Kinan. Aku …."

"Dia salah satu karyawan di cafe abang."

"Cafe?" tanya Nadia bingung. Ah, kenapa tiba-tiba seperti ada yg tercubit di dalam hatinya? Sudah tujuh bulan menjadi istri Arkan dan Ia bahkan tak pernah tahu jika suaminya memiliki sebuah cafe. Atau ini hanya akal-akalan Arkan?

"Hm, kapan-kapan abang ajak ke sana." 

Nadia mengangguk. Matanya masih belum lepas memindai Kinan. Ia paham betul, ada yang berbeda dari cara Kinan menatap Arkan. Juga sebaliknya. Lalu, apa tadi? Abang? Apa seorang karyawan akan memanggil dengan panggilan yang begitu akrab? 

Tak lama, mereka berpamitan dan keluar dari ballroom. Nadia melepaskan tangan Arkan yang melingkar di pinggangnya. Cukup, ia lelah bersandiwara selama di dalam sana. 

Nadia menatap Arkan heran saat pria itu justru mengarahkan lift ke lantai atas. Harusnya mereka menuju lower ground bukan? Namun, hanya senyum tipis yang keluar dari bibir suaminya. 

"Kenapa ke sini?" tanya Nadia sesaat setelah mereka memasuki sebuah kamar dengan desain apik. Ekor matanya menangkap sebuah meja berhiaskan lilin di sudut ruangan. 

Arkan melingkarkan kedua tangan di pinggang istrinya, menatap tepat pada iris wanita yang entah sudah berapa kali tanpa sengaja ia sakiti.

"Happy birthday," ucapnya dengan lengkungan senyum di bibir. Namun hanya decakan Nadia yang ia dapatkan. Wanita itu mengalihkan pandangan dari tatapan Arkan.

"Basi." 

"Abang minta maaf soal kemaren, harusnya kamu kasih tau abang tentang rencana makan malem itu."

"Nggak penting juga," ketus Nadia.

"Hey …." Arkan menangkup pipi istrinya dengan kedua tangan. Nadia benci kenapa selalu saja terhanyut dengan tatapan pria ini? Pria yang telah menjungkirbalikkan hidupnya. Sementara ia tak pernah tahu, sebenarnya apa arti dirinya bagi seorang Arkan Wijaya?

Abangku SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang