part 9

1.8K 69 6
                                    

Menjelang pagi. Nadia terbangun dengan perasaan lebih baik. Setidaknya rasa sesak yang selama ini selalu ia coba simpan sendiri dalam hatinya, semalam bisa ia bagi dengan orang lain. Ah, orang lain, ya? Bahkan sekarang ia berada dalam dekapan pria yang ia sebut orang lain itu. Dan dekapan ini terasa begitu nyaman untuknya.

Entah, sebenarnya apa yang dimiliki pria ini? Hingga kebersamaan mereka yang baru berjalan selama empat bulan ini terasa begitu mempengaruhi hidupnya. Sejak kapan ia suka menangis di hadapan orang lain? Suka berkeluh kesah? Juga menjadi terlihat lemah? Nadia bahkan seperti tak mengenal diri sendiri. 

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa ia menyukai sensasi dalam hatinya ketika pria itu memberi perhatian. Debaran asing yang kerap hadir saat kebersamaan mereka, kini layaknya sebuah candu. Membuatnya ingin lagi dan lagi.

Sekalipun ia tahu, kadang suatu candu bisa begitu memabukkan jika dosisnya tidak tepat, dan itu berbahaya. Pun candu seorang Arkan, akan sangat berbahaya untuk keselamatan hatinya, jika ia terlalu terlena pada perhatian yang diberikan pria itu.

Melepaskan belitan tangan Arkan di pinggangnya, Nadia bangun meninggalkan lelaki yang tengah terlelap itu menuju kamar mandi. Membersihkan diri. Jika perlu sekalian membersihkan otaknya yang ia rasa semakin kacau.

*

Hari minggu, biasanya Arkan lebih suka menghabiskan waktunya untuk tidur atau bermain game konsole. Itu dulu, sebelum ia tahu ada kegiatan yang jauh lebih menyenangkan dibanding kedua hal itu. 

Memutar film! Ah, biasa saja sebenarnya, jika itu ia lakukan sendirian. Tapi akan jadi berbeda, saat sambil menonton kini ada yang tengah bersandar di bahu lebarnya. Berasa ada manis-manisnya! Halah ….

Awalnya mereka hanya duduk bersebelahan seperti biasa. Namun, kemudian Arkan menarik istrinya mendekat dan menyandarkan kepala wanita itu di bahunya. Tanpa ada penolakan. Meski awalnya Nadia menatap ragu, tapi tak lama kemudian wanita itu melingkarkan tangannya di perut suaminya.

Uh! Berasa dunia milik berdua huh! 

Hening cukup lama. Entah karena ikut terbawa dalam alur cerita film yang mereka tonton, atau tengah larut dengan pikiran mereka sendiri. Hanya mereka berdua yang tahu.

"Abang." 

"Hm …."

"Kenapa Abang baik banget sama aku?" tanya Nadia. Jarinya kini bergerak di dada Arkan, entah membentuk pola apa. Yang jelas, usapan itu menyebabkan desiran halus di dada pria itu. Arkan menunduk, mengalihkan tatapan dari layar besar di depannya, berpindah ke wajah sang istri. 

"Kamu istri abang kalo kamu lupa."

"Hm …."

"Lalu, ada yang salah dengan sikap abang?"

Wanita itu menggeleng pelan. 

"Enggak, tapi perasaan aku yang salah."

"Abang ga ngerti."

"Jangan terlalu baik sama aku, Bang. Aku takut terbiasa."

"Kita suami istri Nadia, justru harus lebih membiasakan diri. Aneh sih, kamu?"

"Abang baru sadar kalo aku aneh?"

"Nad, kamu tahu bukan itu maksud abang."

Mendengkus pelan, Nadia mengangkat wajahnya menatap arkan. Lalu, sebelah tangannya membelai rahang pria itu yang tampak dihiasi rambut-rambut halus.

"Abang tau? Selama ini enggak pernah ada sebutan mantan ibu. Kalo mantan suami ada."

Arkan hanya diam mendengarkan, mencoba memahami sebenarnya kemana arah pembicaraan istrinya. 

Abangku SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang