Kisah 17: PENGOBATAN DAN ILMU BARU

106 4 1
                                    

Sampai di Puncak Gunung Keramat Guhcarya, hari sudah sore, mendekati petang.

Jantra Jala Jiwa mencari tanah lapang, dan menemukan perbukitan luas yang hanya ditumbuhi rumput hijau tebal padat segar.

Sedangkan di sekeliling perbukitan rumput itu dikepung hutan lebat tempat untuk latihan keterampilan dan kepekaan berburu binatang liar.

Itulah tempat yang dicari Jantra, maka Jantra Jala Jiwa memerintahkan sepasang Rugarucrak untuk mendarat di bukit tanah lapang rerumputan itu.

Jantra Jala Jiwa sengaja mendarat di tempat yang agak jauh dengan Istana Guhcarya, agar tidak terjadi bentrok saling laga gempuran lagi yang salah paham, antara seluruh Suku Perkasa Rubagaca dengan Sepasang Burung Raksasa Purba Rugarucrak, karena Sepasang Rugarucrak ini pernah melukai Pasukan Keamanan Pantai Danau Biru, bahkan sebelumnya telah membuat kelumpuhan Kepala Suku Perkasa Rubagaca,
Sang Agung Swarca Grindangkancra yang bertempur dengan Rugarucrak Putih di bibir Sumur Bumi Bukit Batu Ungu. Meskipun Rugarucrak Putih tergempur setengah pingsan dan terpental masuk ke Sumur Bumi, namun Sang Agung mengalami luka parah dan kelumpuhan terkena Sambaran cakar beracun, semburan hawa sakti racun dari paruh dan kibasan sayap Rugarucrak Putih. Semua itu karena berebut Tiga Buah Surga Penembus Ruang-Waktu yang berusia tumbuh setiap tiga ratus tahun sekali di bibir Sumur Bumi, yang berkhasiat awet segar usia raga dan kebal dari aneka zat berbahaya maupun senjata serang, juga mampu meningkatkan hawa sakti tiga kali lipat, serta mampu menembus Ruang-Waktu bagi yang sudah memasuki tingkatan Kedigdayaan 'Ada-Tiada' yang juga telah didukung keberhasilan dalam mengolah kesaktian dengan khasiat ajaib Getah Gaib Pohon Raksasa Purba Gotra Purumbaya.

Setelah mendarat dengan segar puas selamat, dan Tiga Orang Mumpuni gesit loncat turun dengan cepat dan enteng sekali tubuhnya dan kaki mereka menapak tanah berumput tanpa suara, yang hampir bersamaan melejit turun dari pangkal leher Burung Raksasa Purba Rugarucrak, maka Jantra Jala Jiwa memerintahkan Sepasang Rugarucrak untuk mencari makan dan bebas bermain sesukanya, sambil menunggu dipanggil kembali bila saat tepat dibutuhkan.

Sekilas Jantra Jala Jiwa merasakan kekuatan dan kecepatan serta kepekaan Rugarucrak semakin bertambah tiga kali lipat, setelah menyantap inti sari kedahsyatan hawa mustika Laba-Laba Raksasa Purba Merah dan Putih dari dasar Sumur Bumi Bukit Batu Ungu.

Saat Jantra Jala Jiwa memerintah Rugarucrak, ia menggunakan suara kata perintah langsung ke telinga naluri Sepasang Rugarucrak, tanpa terdengar oleh Tabib dan Pemandu.

Selesai Jantra berbicara secara kepekaan naluri antar makhluk hidup itu, maka Sepasang Rugarucrak melengking tinggi seram dan segera melesat terbang ke langit luas menjelang gelap petang, yang meninggalkan jejak hembusan angin puyuh di bukit berumput dengan pusaran angin yang teramat dahsyat, merusakkan tanah dan rumput yang berada di bawahnya.

Namun tidak berakibat apa-apa bagi Tiga Orang Mumpuni itu. Mereka telah menamengi raga diri dengan hawa digdaya masing-masing.

Setelah Rugarucrak menghilang dalam bayangan gelap awan dan suasana bukit rumput kembali senyap seperti sedia kala, maka Pemandu, Wangku Jinambak, mengajak Jantra Jala Jiwa dan Tabib Rusyang Jankragirava untuk mengikuti langkahnya memasuki hutan, mencari jalan pintas setapak menuju Istana Guhcarya.

Tidak lama mereka yang gesit melejit lompat lari di jalan setapak memasuki hutan, terdengarlah suara terompet dan tambur memekakkan telinga dari arah depan mereka, dan di hujung remang mata memandang tampaklah beberapa Orang Utusan dari Pasukan Inti Penyambut Tamu Istana Guhcarya yang menyongsong mereka bertiga dengan bersenjata lengkap dan membawa obor, karena hari kian gelap malam.

Setelah mereka bertiga berhadapan langsung dengan Pasukan Penyongsong dan Penyambut Tamu, maka Kepala Pasukan memberi salam hormat dan langsung bersalaman dengan Jantra Jala Jiwa dan Tabib Rusyang Jankragirava terlebih dahulu, kemudian bersalaman dan menyapa Pemandu, "Selamat datang kembali, saudaraku Pemandu, Wangku Jinambak. Bagaimana tugas? Membawa hasil?"

JANTRA JALA JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang