Kisah 11: PECAH DUKA REKAH LUKA

77 3 1
                                    


Ketika di seluruh sudut kota, penghuninya sedang gemuruh membangun kotanya, justru Pimpinan Kota Jabraganda sedang memikirkan tentang Empat Wakil Pimpinan Kota, yang biasanya cerdik untuk licik, sekarang memblo'on yang geram cemas penuh ketersinggungan harga diri karena diasorkan oleh Dua Bocah Gemblung Edan.

Ya Bocah Ingusan Gemblung Edan kok mahadigdaya, sangat dahsyat nggegirisi. Mampu menghancurkan Kota Warisan Budaya Seni Bangunan Benteng.

Cah Edan itu hampir meratakan seluruh gedung-gedung batu yang ada di Kota Benteng Jabraganda. Hmm, kesaktian apakah itu? Mengapa seumuran bocah remaja sudah mumpuni ilmu-ilmu sakti tingkat tinggi?

Apakah Diri Jablangtitah ini sekedar dianggap inti kotoran endapan comberan belaka? Diangap angin basi kandang embek? Kentut basi belaka?

Ah, mereka Empat Wakil Pimpinan Kota yang kuandalkan, yang gagah perkasa kecipratan trah ningrat yang rata-rata tampan, bertubuh kekar, dan jarang bersuara, karena terbiasa menjalankan perintah, sekarang sangat sukses jadi pecundang pasif.

Begitu pula yang kubanggakan wibawanya, Pimpinan Keamanan Kota. Si Rambangbumi. Orangnya tinggi dengan perut membuncit, karena doyan makan enak. Enak membuncit juga asor tarungnya, semua lasykarnya menggencet Dua Bocah Rusak Edan itu berakhir seliang-kubur bersama kuda dan remukan senjata.

Dan yang sakti terunggul di kota ini?Pimpinan Lasykar Bela Diri Kota. Si Tumbak Tameng. Manusianya bertubuh gempal membaja. Wajahnya beku, matanya jelalatan liar. Yeah, jelalatan liar juga ngibrit mengumpet dari keganasan Bocah Prek Edan itu.

Lalu, siapa sekarang yang kuandalkan untuk segala urusanku ini? Diriku sendiri?

Aku hanyalah penampung masalah, lalu ku terus-salurkan masalah kepada ahli di bidangnya untuk mengatasinya.

Bisa dikatakan, aku ini ... Ahlinya Jual Beli Masalah ... Barter Kekuasaan atau Kekayaan. Terserah tumbalnya, orang menderita sengsara harta dan jiwa, atau tersiksa sekarat tak mati-mati. Syukurlah kalau ku jatah oncat nyawa. Mestinya, yang terakhir yang lebih baik.

Dan mereka semua, ya semua Para Sakti tidak tahu, sesungguhnya Siapakah Aku?

"Ha ha ha ha ha...! Ha ha ha ha ha ...!

"Inilah Iblis Racun Dari Pulau Iblis.
Ha ha ha ha ha ...!"

Bunyi ketawa itu kian menyeramkan di lorong-lorong bawah tanah, yang berada di kedalaman tanah ruang rahasia. Ruang itu hanya diketahui oleh si Jablangtitah.

Ruang ini beda dengan tempat persembunyian yang dipakai oleh Empat Wakilnya dan Sembilan Digdaya Nusa rimba.

Seakan-akan Sang Suara Kehidupan ini memberi tahu kepada manusia, bahwa setiap beda ruang, maka beda juga kisah yang dialami oleh manusia.

Begitupun yang terjadi di ruang dalam tanah, yang berada jauh di seberang Laut Utara, ada kisah duka nestapa sedang menyesah luka rasa.

Rasa kecincangan siksa terpisah dari Kekasih-Asmaranya. Terpisah dari Intim Hening-Bening Hati Nurani. Terpisah dari Keakraban-Batin. Terpisah dari Kemanisan Tertawa bersama seraya bercanda di tengah Rimba Perawan yang wangi alami. Terpisah dari Pembimbing Latihan Kedigdayaan. Terpisah dari Raga-Cintanya. Terpisah dari Kehadiran Jantra Jala Jiwa.

Ya, Netra Nyala Nyawa sedang dikurung di dalam ruang penjara di dalam tanah.

Bukan lantaran mau dipenjara seumur hidup.

Bukan karena akan dihukum rajam, atau dihukum pancung.

Ia dijebloskan bui dalam tanah karena bersikukuh pada keinginannya untuk mencari dan bertemu dengan Jantra Jala Jiwa.

JANTRA JALA JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang